Edisi 47 th VI : 18 Desember 2015 M / 06 Rabi’ul Awwal 1437 H
BULAN SEMI
Penulis:
ust. Dana A. Dahlany, Lc. (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Segala puji hanyalah bagi Allah
swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 128: “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul
dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan
(keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap
orang-orang mukmin”
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada Nabi Muhammad saw sebagai manusia
teristimewa yang terlahir pada bulan Rabi’ul Awwal tahun Gajah atau tepatnya 20
April 571 Masehi yang silam.
Kita telah memasuki bulan Rabi'ul Awwal (dalam hitungan bulan Jawa
disebut bulan Mulud). Sesuai namanya,
bulan ini adalah bulan semi, bulan panen bagi umat Islam. Bagaimana tidak, di
bulan ini terlahir seorang anak manusia, yang dalam al-Quran surat at-Taubah
ayat 128 disifati dengan sifat Tuhan: Ra'ûf
dan Rahîm.
لَقَدْ
جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ
عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Selain membawa sifat ketuhanan, sang keturunan Adam yang
secara fisik diciptakan dari tanah ini juga mengandung unsur dan sifat yang
dimiliki malaikat, yakni bersinar dan bercahaya.
يَا أَيُّهَا
النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا وَدَاعِيًا
إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا
Wahai Nabi sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi
saksi dan pembawa kabar
gembira dan pemberi
peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk
jadi cahaya yang menerangi. (Al-Ahzab ayat 45-46). Bahkan
saat anak ini masih berbentuk janin dalam kandungan ibunya, sang ibu sudah
melihat tanda-tanda keajaibannya. Ia melihat secercah cahaya yang menyinari
istana Raja Kisra di dataran Syam. Kelahirannya di dunia yang fana ini mampu
menerangi gelapnya alam di dua dunia sekaligus, alam jin dan manusia. Bahkan
pelepah kurma pun turut merindukan sentuhannya saat beliau berkhutbah di atas
mimbar. Dialah manusia sekaligus makhluk teragung yang pernah ada di jagat
raya. Namanya selalu disebut-sebut sejak masa Nabi Adam as hingga hari akhir
yang telah ditentukan kepastiannya. Dialah seorang utusan Allah, sang pembawa
rahmat bagi seluruh alam, sang pengemban amanat dunia dan akhirat: Nabi
Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam.
Sudah
sepatutnya kita yang mengaku sebagai umatnya menyambut bulan Mulud ini dengan gembira dan penuh suka
cita. Bahkan salah satu ulama dari Mesir yang juga guru kami (penulis, saat
belajar di al-Azhar Kairo) Syaikh Husein al-Bayoumy pernah mengatakan,
"Kita lebih pantas bersuka cita dengan kelahiran Sang Baginda tercinta
daripada merayakan Idul Fitri dan Idul Adha. Kenapa bisa begitu? Karena hari
raya Idul Fitri dan Idul Adha tak akan pernah ada tanpa lahirnya Nabi Muhammad
Saw."
قُلْ
بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا
يَجْمَعُونَ
Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah
dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu lebih baik dari
apa yang mereka kumpulkan." Dan yang
dimaksud karunia
dan rahmat-Nya di sini adalah Nabi Muhammad saw.
Pada bulan
Rabi’ul Awwal ini, umat Islam benar-benar panen nikmat dan rahmat yang tak
pernah dirasakan umat-umat sebelumnya. Kasih sayang Tuhan hadir begitu nyata
dengan lahirnya Sang Pembawa risalah terakhir. Mari kita cermati dengan
seksama, bagaimana al-Quran mensifati Rasulullah saw dengan sifat yang sama
yang juga dimiliki oleh Allah:
لَقَدْ
جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ
عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah
datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat
belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (At-Taubah
ayat 128). Di ayat ini, Sang Nabi diberi dua gelar yang sangat istimewa dari
Allah: Ra'ûf dan Rahîm. Padahal Allah sendiri juga menyifati diri-Nya
وَإِنَّ
اللَّهَ بِكُمْ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
Dan ayat yang
semakna dengan ini diulang-ulang dalam al-Quran sebanyak 5
kali. Mari kita telusuri lagi dari awal ayat, kenapa Nabi Muhammad saw disifati
dengan dua sifat Tuhan yang mulia ini.
#Pertama, di dua ayat terakhir dari surat at-Taubah ini, Allah
memberi kabar kepada kaum muslimin bahwa mereka telah dikaruniai nikmat yang
amat agung dengan datangnya seorang Rasul, sang utusan yang membawa pesan
Tuhan. Rasul ini diciptakan Allah dari jenis manusia, makhluk yang sama dengan
objek dakwahnya. Dengan begitu, sang Rasul tahu dan paham dengan tabiat yang
dimiliki manusia. Inilah poin penting yang harus diteladani para juru dakwah.
Seorang pendakwah harus mampu memahami dan memaklumi kondisi masyarakat yang
menjadi objek dakwah. Jadi tidak asal memaksakan ajaran yang dibawanya. Paksaan
bukanlah cara yang arif dalam menanamkan nilai-nilai agama. Alih-alih
menumbuhkan cinta, ajaran yang dipaksakan justru membuat orang-orang benci dan
lari. Metode inilah yang sukses diterapkan oleh para pendulu kita yang
menyebarkan Islam di Nusantara, khususnya Wali Songo. Masyarakat yang mulanya
beragama Hindu-Budha, perlahan namun pasti mulai berbondong-bondong meyakini
kebenaran agama Islam yang disiarkan dengan jalan damai tanpa pertikaian dan
pertumpahan darah, tanpa aksi saling membid'ahkan, mengafirkan, atau menuduh
orang lain syirik.
#Kedua, Allah menjelaskan karakter dari sang Rasul terkahir yang
diutusnya:
عَزِيزٌ
عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ . Nabi Muhammad saw itu begitu
mengkhawatirkan penderitaan dan kesusahan yang menimpa umatnya, baik ketika
masih dunia, lebih-lebih saat menghadap Allah di akhirat kelak. Syeikh
Sya'rawi, seorang mufassir dan da'i berpengaruh dari Mesir mengibaratkan
perhatian Nabi saw kepada umatnya ini bagaikan perhatian yang dicurahkan
seorang ayah untuk anaknya. Syariat dan gaya hidup yang dibawa Nabi Saw.
tidaklah bertujuan untuk membebani dan mengekang umatnya. Sebaliknya, ajaran
yang beliau bawa justru bertujuan menjaga marwah dan martabat manusia sebagai
makhluk Tuhan yang paling sempurna.
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar