Edisi 43 th VI : 20 Nopember 2015 M / 8 Shaffar 1437 H
SABAR MENUJU SYUKUR
Penulis:
Ust. Marsudi, S.Pd.I (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Segala puji hanyalah bagi Allah
swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 153-154 yang
artinya: “Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada
Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang
gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu
hidup tetapi kamu tidak menyadarinya. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang sabar (yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘inna lillahi wa
inna ilaihi rajiuun’. Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan
rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah
pada nabi Muhammad saw, sang pembawa risalah penuntun umat manusia menuju jalan
terbaik.
Di daerah kita, saat bulletin
ini ditulis, baru beberapa kali dihuyur hujan. Kemudian panas kembali
menyeruak. Cuaca tak menentu dan kondisi terasa tak begitu mengenakkan. Situasi
semacam ini, masih ditambah dengan berbagai problematika hidup dan kehidupan
yang seakan semakin mempersempit ruang nafas kita. Perekonomian seperti
ikut-ikutan tak kunjung menyegarkan. Bagi kita yang penghasilannya masih dengan
cara mencari –dalam artian bukan pegawai tetap
suatu tempat kerja ataupun PNS- maka akan
banyak hal yang mempengaruhi pendapatan. Bagi pedagang atau penjual jasa,
kondisi saat ini masih dianggap kurang menguntungkan. Jika misalnya kita
bertanya pada pedagang pasar atau sopir angkutan, tentu menurut mereka, saat
ini situasi masih memprihatinkan. Begitu juga dengan pegawai tetap namun
gajinya tak seberapa, tentu merasa kewalahan dengan harga-harga barang yang
sering tak menentu.
Seberapa
pun berat beban hidup kita, sebagai orang yang beriman, selayaknya kita tetap
melakukan ikhtiyar dan tawakkal. Dalam ikhtiyar ada terkandung pesan
sebuah ketakwaan, yakni bagaimana kita memilih sebuah solusi dengan tetap
memperhatikan bahwa solusi tersebut merupakan jalan kita untuk melaksanakan
perintah Allah tanpa menyentuh larangan-Nya. Oleh karena itu jika melakukan
sebuah usaha meskipun sungguh-sungguh namun tidak sesuai dengan syariat Islam,
maka tidaklah dapat disebut sebagai ikhtiyar. Setelah berikhtiyar,
kita haruslah melanjutkannya dengan tawakkal, yaitu
sikap bersandar dan menyerahkan sepenuhnya hasil ikhtyiar tersebut kepada Allah
swt. Rasulullah saw telah memberikan sebuah gambaran dari konsep ikhtiyar
dan tawakkal: “Jika saja kamu sekalian bertawakkal kepada Allah
dengan sepenuh hati niscaya Allah akan memberikan rezeki untukmu sekalian,
sebagaimana Dia memberinya kepada burung; burung itu pergi dalam keadaan lapar
dan pulang dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi & Ibnu Majah).
Jika makhluk yang tidak mempunyai skill atau keahlian beragam seperti manusia
saja mampu mencari nafkahnya, apalagi kita yang memiliki tangan dan kaki untuk
bergerak secara fleksibel.
Konsep Islam
dalam mendorong semangat umatnya agar senantiasa tidak patah semangat,
sangatlah luar biasa. Dalam al-Qur’an surat Hud ayat 123 disebutkan: “Dan
kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya
dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah
kepada-Nya. Dan sekali-sekali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.”
Dalam ayat ini, apapun yang kita kerjakan tidak akan luput dari pengamatan
Allah. Itu artinya, jika kita berikhtiyar melalui cara bekerja mencari
nafkah, dan hal itu kita niatkan sebagai ibadah, maka tentunya kita akan
mendapatkan pahala. Bukankah Rasulullah saw dalam sebuah hadits menerangkan
bahwa “Segala sesuatu tergantung niatnya …” (HR Bukhari dan
Muslim). Oleh karenanya, jika kita mampu menata hati untuk berniat ibadah
ketika berangkat kerja, insyaAllah akan mendapatkan keuntungan besar yaitu
pahala di sisi Allah. Seandainya kita belum mendapatkan rizki dari usaha kerja
tersebut, toh dengan niat ibadah kita sudah mendapatkan pahala. Kemudian jika
kita mendapatkan rizki uang, maka tentunya kita mendapatkan dua keuntungan.
Satunya berupa pahala di sisi Allah, dan satunya uang untuk memenuhi kebutuhan
dunia.
Jika kita
sudah melaksanakan ikhtiyar dan memantapkan tawakkal, maka hal
yang tidak kalah pentingnya adalah qanaah. Dalam filosofi Jawa, qanaah
ini identik dengan “narimo ing pandum”. Konsep qanaah sangat
dekat dengan syukur. Qanaah merupakan sikap menerima segala yang terjadi
dengan penuh keyakinan husnudzdzan berbaik sangka pada Allah bahwa hal
yang terjadi tersebut adalah yang terbaik. Penerimaan ini tentu disertai rasa
syukur pada Allah. Jika kita mampu melaksanakan konsep ini, maka sungguh segala
yang terjadi akan terasa nikmat. Bukankah Allah telah berfirman dalam al-Qur’an
surat Ibrahim ayat 7: “Dan ingatlah, tatkala Tuhanmu memaklumkan:
”Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu,
dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
Dalam ayat ini jelas digambarkan bahwa yang ditambahkan adalah nikmat. Bisa
jadi ketika kita bersyukur atas rezeki kita secara kuantitas atau jumlah tidak
bertambah, namun secara kualitas (rasa) menjadi bertambah nikmat.
Sebagai
seorang muslim, kita tidak hanya memikirkan peningkatan pencapaian keduniaan
saja, melainkan juga akhirat. Hal ini sejalan dengan al-Qur’an surat ar-Ra’d ayat 26: “Allah meluaskan rizqi dan menyempitkannya
bagi siapa saja yang dikehendaki. Dan mereka (manusia) pun bergembira dengan
kehidupan dunia, padahal kehidupan dunia dibanding akhirat hanyalah kesenangan
yang sedikit.” Manusia
hanyalah makhluk yang bisa berusaha dan berdoa. Segala macam penentuan dari
usaha merupakan hak mutlak milik Allah. Maka dari itu, selayaknya segala macam
usaha itu diiringi dengan doa. Sedangkan ijabah doa adalah hak Allah juga.
Al-Qur’an telah mengisyaratkannya dalam surat ar-Ra’d ayat 14: “Hanya
bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar ...”.
Semoga
Allah swt membukakan hati kita, memudahkan langkah kita, serta memberikan
hidayah pada kita agar kita mampu dan mau melaksanakan tuntunan dalam Islam
sebagaimana sudah digariskan dalam syariat, semoga kita dikuatkan semangat
dalam mengarungi kehidupan ini. Aamiin …
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar