buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Senin, 28 Desember 2015

JIWA KEPEMIMPINAN



       Edisi 45 th VI : 4 Desember 2015 M / 22 Shaffar 1437 H
JIWA KEPEMIMPINAN
Penulis: ust. Mahfud (TPQ Miftahul Huda, Jenes)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 30: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Kemudian shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan pada Nabi Muhammad saw sebagai sebaik-baik suri tauladan yang telah memberikan tuntunan bagaimana cara menjadi khalifah atau pemimpin yang benar sesuai dengan syari’at.
Tujuan dari penciptaan manusia dan hikmah menurunkannya ke muka bumi tak lain adalah menjadikan manusia sebagai khalifah di planet ini. Islam yang datang sebagai rahmatan lil ‘alamin dan penyempurna ajaran-ajaran sebelumnya telah mengatur segala hal yang berkaitan dengan tugas-tugas umat manusia sebagai khalifah di bumi. Al-Qur’an yang diturunkan sebagai kitab pedoman sudah menjelaskan batasan-batasannya, baik secara global maupun terperinci. Berangkat dari hal ini, maka tentunya kita harus cermat, efektif dan efisien dalam memilih pemimpin yang akan mengatur kehidupan duniawi kita di bumi ini. Adapun sosok pemimpin yang hebat haruslah meneladani Rasulullah saw dalam kepemimpinannya.
Kesuksesan Rasulullah saw dalam berdakwah dan merubah peradaban umat manusia tak lepas karena keluhuran akhlaq beliau. Sebelum Rasulullah saw diangkat menjadi

Rasul dan Nabi, beliau sangat terkenal dengan sifat dapat dipercayanya. Terbukti saat rehabilitasi rehabilitasi ka’bah, yang sebelumnya terjadi selisih pendapat siapakah orang yang terhormat dan berhak meletakkan hajar aswad ke tempat semula. Masing-masing pemuka kaum mempunyai argumen yang berbeda-beda dan hampir menimbulkan kericuhan. Hingga akhirnya disepakati ide sayembara siapa yang datang ke masjidil haram paling pagi, dialah yang berhak meletakkan hajar aswad. Rasulullah lah pemenang sayembara itu dan beliau ditetapkan sebagai orang yang berhak meletakkan hajar aswad. Namun saat peletakkan hajar aswad dimulai beliau membentangkan surban dan meletakkan hajar aswad di tengah surban itu. Kemudian setiap pemuka kaum diminta oleh Rasulullah saw memegang ujung surban lalu mengangkatnya bersama-sama. Tindakan ini dinilai sebagai tindakan yang luar biasa dari Rasulullah saw, sehingga masyarakat menjuluki Rasulullah saw dengan julukan “Al-Amin” yang artinya orang yang dapat dipercaya.
Jiwa besar Rasulullah berupa sifat amanah bahkan sudah kelihatan saat usia beliau masih belasan tahun. Saat beliau belajar dagang dengan pamannya, kemudian saat beliau sudah mampu berdagang sendiri yakni beliau mengambil dagangan dari Khadijah. Kemampuan berdagang, kejujuran dan sifat amanah beliau ini, membuat Khadijah jatuh hati. Lewat perantara pamannya, Khadijah yang menemui kepada pamannya Rasulullah saw. Pamannya Khadijah mengungkapkan ketertarikan Khadijah kepada Rasulullah saw. Pamannya Rasulullah merespon dan menyampaikan hal ini kepada Rasulullah saw. Dan pada akhirnya Khadijah diterima sebagai Istri.
Jiwa amanah Rasulullah bukan amanah yang instan. Bukan amanah ketika beliau akan diangkat Rasul dan Nabi. Beliau diangkat menjadi Rasul dan Nabi pada usia 40 tahun. Selama 40 tahun sebelum beliau diangkat menjadi Rasul, beliau selalu dengan keluhuran akhlaq yakni bersifat amanah. Sebagai seorang pemimpin beliau sudah matang dalam kepribadiannya. Jujur dan amanah tidak hanya menjadi jargon yang hanya digembar gemborkan ke masyarakat saja. Akan tetapi jujur dan amanah adalah pribadi Rasulullah saw. Maka tidak mengherankan dan sangat tepat apabila beliau bersabda:  “Tanda orang munafik ada tiga apabila berkata dusta, apabila berjanji ingkar dan apabila diberi amanat berhiyanat.” (HR Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i). Akhlaq Rasulullah saw jauh dari kemunafikan.
Beliau cermin pemimpin dunia dan agama yang amanat. Selain amanat, beliau adalah nabi yang sangat sayang terhadap umatnya. Kebahagiaan dan keselamatan umatnya seolah-olah menjadi impian beliau. Sinergi antara sifat amanah dan kasih sayang adalah dambaan masyarakat masa kini kepada pemimpinnya. Rasulullah saw sangat mementingkan kepentingan umatnya jauh dari kepentingan pribadinya. Terbukti dengan beliau hidup bersahaja. Dikisahkan saat Islam telah berkembang luas

dan kaum muslimin telah memperoleh kemakmuran. Suatu hari Umar bin Khatab menangis haru, melihat kesederhanaan rumah Rasulullah saw. Di dalam rumah Rasulullah saw hanya ada sebuah meja dengan dan alasnya hanyalah jalinan daun kurma, sedangkan yang tergantung di dinding hanyalah sebuah geriba. Melihat hal itu Rasulullah pun menegur, “Gerangan apakah yang membuatmu menangis wahai sahabatku?” Umar pun menjawab “kudapati di rumah tuan, tidak ada perkakas dan tidak ada kekayaan kecuali sebuah meja dan geriba, padahal di tangan tuan telah tergenggam kunci dunia timur dan dunia barat dan kemakmuran telah melimpah.” Lalu beliau menjawab “Wahai umar, aku ini adalah Rasul Allah. Aku bukan seorang kaisar dari Romawi dan juga bukan seorang kaisar dari Persia. Mereka hanyalah mengejar duniawi sementara aku mengutamakan ukhrowi.”
Dari sini menunjukkan bahwa Rasulullah saw bukanlah pemimpin yang mementingkan kepentingan pribadinya sendiri terbukti dengan kesederhanaan beliau. Beliau sangat sayang kepada umatnya, maka menjelang wafatnya yang ditanyakan Rasulullah adalah bagaimana umatku?. Kebahagiaan dan keselamatan umatnya adalah dambaan beliau. Dan itu pun tidak hanya kebahagiaan dunia bahkan kebahagiaan akhiratpun dipikirkan oleh Rasulullah saw.
Maka dalam kacamata penulis, Rasulullah sebagai teladan bagi umatnya, bagaimana karakter seorang pemimpin, yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Rasulullah adalah pemimpin yang sangat jujur dan dapat dipercaya dalam mengemban amanat umat.
2.      Rasulullah adalah pemimpin yang sangat perhatian terhadap umatnya. Ia mencurahkan kasih sayangnya dan berupaya agar umanya bisa selamat dan bahagia di dunia dan akhirat.
Semoga negeri ini, dan khususnya kota kita ini, dikaruniai oleh Allah berupa pemimpin yang meneladani karakter Rasulullah saw sebagai seorang pemimpin maasyarakat, sehingga terwujud masyarakat yang madani dan daerah yang “Baldatun Thayibatun Wa Rabbun Ghaffur”.
***







Tidak ada komentar:

Posting Komentar