Edisi 46 th VI : 11 Desember 2015 M / 29 Shaffar 1437 H
KATA YANG BAIK
Penulis:
ust. Marsudi (TPQ ad-Darajaad, Mayak)
Segala puji hanyalah bagi Allah
swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 263: “Perkataan
yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan
sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha
Penyantun.” Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada Nabi Muhammad
saw sebagai manusia teristimewa, sang revolusioner sejati dalam pendidikan jiwa
manusia menuju kesempurnaan akhlak.
Sebuah hadits Rasulullah saw yang
diriwayatkan oleh imam Ahmad berikut ini sangat penting untuk kita renungkan:
عن عمرو بن عبسة قال أتيت رسول الله صلى الله
عليه و سلم فقلت : يا رسول الله ما الاسلام قال طيب الكلام و أطعام الطعام ( رواه
أحمد )
Artinya: “Dari ‘Amru bin ‘Abasah berkata: aku
mendatangi Rasulullah saw lalu aku bertanya: ya Rasulullah, apakah Islam itu?
Beliau menjawab: Bertutur kata yang baik dan memberikan makanan.” (HR Ahmad).
Dari hadits ini ada ungkapan Rasulullah yang sangat menarik, yaitu “… thiibul-kalaami
…” yang artinya bertutur kata yang baik. Dari sudut pandang mana pun,
tetap akan kita temukan fadhilah dari berkata yang baik kepada sesama manusia.
John Locke (pemikir Barat) pada abad 17 mengemukakan bahwa pikiran bayi baru
lahir merupakan “tabula rasa” atau “lembaran kosong”, maka apa yang
tertulis dalam lembaran kosong tersebut merupakan apa yang diindera oleh si
bayi, baik yang ia dengar, ia lihat maupun yang ia rasa. Singkatnya, menurut
John Locke, bahwa semua
pengetahuan dapat masuk ke dalam
diri manusia adalah melalui indera yang dimilikinya sehingga orang di sekitar
si bayilah yang akan membentuk kehidupannya. Pendapat ini sesungguhnya sudah
lebih dahulu disampaikan oleh nabi Muhammad saw melalui hadits yang menyatakan
bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan islam, maka orang tuanya-lah yang
menjadikannya nashrani atau yahudi atau majusi. Hal ini juga sinkron dengan
al-Qur’an surat an-Nahl ayat 125: “Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.” Kandungan ayat ini jelas lebih sempurna
dibandingkan pendapat John Locke, bahwa untuk memberikan pemahaman dan
pengajaran pada individu lain perlu adanya cara yang baik dengan tutur kata
yang baik pula. Dengan bertutur kata yang baik ini pulalah manusia dapat
berinteraksi dengan individu lain secara harmonis sehingga akan terbentuk
struktur sosial yang harmonis.
Adapun bertutur kata yang baik
tersebut juga dapat bernilai pahala tinggi sebagaimana dinyatakan dalam
al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 263 yang disebutkan di awal artikel ini.
Sedangkan jika kita mengkaji perihal “kalimah thayyibah” maka banyak
dalil yang akan kita temui, diantaranya hadits berikut ini:
عن أبى ذ ر أن ناسا من أصحاب النبي صلى الله
عليه وسلم قالوا للنبي يا رسول الله ذهب
أهل الدثور بالاجور يصلون كما نصلى وصومون كمما نصوم ويتصدقون بفضول أموالهم قال أوليس قدجعل الله
لكم ما تصدقون أن بكل تسبيحة صدقة وكل تكبيرة صدقة وكل تحميدة صدقة وكل تهليلة صدقة ( رواه
مسلم )
“Dari Abu Dzar: Ada beberapa sahabat (miskin) berkata pada Nabi saw: Ya
Rasulullah, orang-orang kaya itu mendapatkan suatu pahala, mereka shalat
seperti kami shalat, mereka berpuasa seperti kami berpuasa, namun mereka mampu
bershadaqah dengan kelebihan hartanya. Rasulullah pun menjawab: Bukankah Allah
telah menyediakan untukmu sekalian apa-apa yang dapat kamu sedekahkan?
Sesungguhnya setiap bacaan tasbih merupakan sedekah, setiap bacaan takbir
merupakan sedekah, setiap bacaan tahmid merupakan sedekah, dan setiap bacaan
tahlil juga merupakan sedekah.” (HR Muslim). Dari
hadits ini, kita dapat melihat betapa jelas fadhilah dari berkata yang baik
yang dalam hal ini mengucapkan kalimah thayyibah. Jika kita ingin
sedekah harta, tentunya kita harus bekerja terlebih dahulu beberapa lama, baru
bisa bersedekah. Namun jika dengan kalimah thayyibah ternyata hanya
dengan sepersekian detik kita bisa mendapatkan
pahala sedekah. Bahkan tanpa terasa, sesungguhnya kita
sudah mampu menjadi seperti seorang kaya raya yang rajin sedekah, ketika kita
membaca dzikir bacaan kalimah thayyibah sehabis shalat. Betapa mudahnya
kita bersedekah dengan tasbih 33 kali, tahmid 33 kali dan takbir 33 kali.
Bahkan setelah itu ditambah dengan tahlil yang jumlahnya terserah kita.
Kemudian
ada lagi sebuah hadits yang sering disitir oleh imam pemimpin acara tahlilan
yang sesungguhnya memberitahukan kepada kita betapa besar fadhi-lah bacaan yang
kita baca. Hadits ini berasal dari Abu Hurairah:
كلمتا
خفيفتان على اللسان ثقيلتان فى الميزان حبيبتان ألى الرحمن : سبحان الله وبحمده سبحنا الله العظيم ( رواه بخارى و مسلم )
“Dua kalimat yang ringan di ucapkan lisan namun
sangat berat/hebat (pahala) di mizan (timbangan yaumul hisab akhirat) bahkan
sangat disukai oleh Tuhan Yang Maha Pengasih adalah sub-hanallahi wa bihamdihi
dan sub-hanallahil ‘adhim.” Hadits ini menyebut tentang “mizan”
yaitu timbangan amal perbuatan manusia di akhirat yang akan menentukan di mana
tempat kita setelah masa penantian panjang di padang mahsyar. Padahal
seperti kita ketahui bahwa tak akan ada yang terlewatkan dari “sensor” mizan
ini sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an surat al-Zalzalah ayat 7-8: “Barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun,
niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” Maka jika kita ingin
timbangan kita lebih berat amal kebaikan ternyata Rasulullah saw sudah
memberitahukan lewat hadits tersebut di atas.
Sesungguhnya masih banyak lagi fadhilah dari
kata-kata yang baik atau kalimah thayyibah. Namun yang tertulis sedikit
ini semoga dapat menggugah semangat kita untuk senantiasa menggunakan anugerah
mulut ini sebaik-baiknya. Semoga Allah melimpahkan ridho-Nya. Aamiin.
*********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar