buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Sabtu, 18 Juli 2015

BUAH BERMUTU DARI ILMU



   Edisi 18 th VI : 15 Mei 2015 M /  26 Rajab 1436 H
BUAH BERMUTU DARI ILMU
Penulis: Ust. Dana A. Dahlany (alumnus Darul Huda Mayak dan al-Azhar Cairo)
 Puji syukur pada Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 190-191 yang artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, serta silih bergantinya malam dan siang itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk, berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka jagalah kami dari siksa neraka.” Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada nabi Muhammad saw yang telah menyampaikan beragam ilmu pada segenap umat manusia.
Ketika saya belajar di Mesir, saya menjumpai seorang pria berusia 52 tahun, tapi semangatnya menuntut ilmu tak kalah dengan pemuda 22 tahun. Rambutnya yang sudah memutih tak membuatnya malu untuk belajar lagi bersama para remaja usia belasan tahun. Pria itu bernama Munawwar dari Tatarstan, sebuah negara pecahan Uni Soviet di Asia Tengah. Ia mengaku sudah 20 tahun menjadi imam masjid di negaranya. Saking semangatnya menimba ilmu keislaman, ia tak malu untuk mengambil pendidikan setingkat SMP di Mesir, hanya untuk mencicipi percikan ilmu dari al-Azhar, salah satu institusi pendidikan tertua di dunia. Dan masih ada ribuan bahkan jutaan orang seperti Munawwar di dunia ini.

Kisah-kisah semacam ini harusnya bisa memotivasi kita untuk selalu menggali ilmu dari mana saja. Pendidikan itu bersifat universal, tak mengenal ruang dan waktu. Batas teritorial negara dan uzurnya usia bukanlah alasan untuk berhenti belajar. Ilmu pengetahuan tidak hanya didapat dari gedung-gedung sekolahan. Allah telah menghamparkan alam semesta ini agar dijadikan pelajaran bagi manusia yang mau berpikir sebagaimana telang disinggung dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 190-191 di awal artikel ini.  Alam takambang jadi guru, kata orang Minang.
Dalam al-Quran sendiri, Allah memberikan keistimewaan yang luar biasa kepada orang-orang berilmu. Dalam surat al-Mujâdilah ayat 11 dijelaskan: “Allah mengangkat orang-orang beriman dan orang-orang berilmu beberapa derajat.” Bahkan di surat Ali ‘Imrân ayat 17, Allah sengaja menyetarakan kesaksian ahli ilmu dengan kesaksian-Nya sendiri dan kesaksian para malaikat: “Allah bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang menegakkan keadilan. Dan para malaikat serta orang-orang yang berilmu (juga bersaksi demikian).” Ayat ini menunjukkan betapa agungnya posisi orang-orang berilmu. Bayangkan saja, untuk urusan yang sangat urgen, menyangkut ke-esa-an Allah, Dia memposisikan kesaksian orang-orang yang berilmu sejajar dengan kesaksian-Nya sebagai Tuhan dan juga kesaksian para malaikat. Dari golongan manusia, hanya orang-orang yang berilmu yang disebut dalam ayat ini. Redaksinya tidak memakai kata nabi, rasul atau syuhada’.
Hadits Nabi saw juga sangat sering menyinggung keutamaan para ulama. Mereka adalah generasi pewaris Nabi. Mereka diibaratkan bulan purnama yang bersinar terang, mengalahkan kerlipan bintang-gemintang. Jika dibandingkan ahli ibadah, derajat mereka lebih tinggi 700 ribu kali lipat. Keberadaan mereka jauh lebih ditakuti setan daripada 1000 ahli ibadah yang tak berilmu. Sedangkan dalam al-Quran, akar kata ilmu tidak hanya didefinisikan sebagai ilmu-ilmu agama saja, tapi juga mencakup ilmu pengetahuan umum yang menyangkut kehidupan manusia di dunia. Dikotomi (pembagian menjadi dua bagian terpisah) antara ilmu agama dan ilmu umum yang selama ini didengung-dengungkan sebagian kalangan berdampak sangat fatal, turut berperan terhadap kemunduran umat Islam di berbagai bidang.
Sudah saatnya umat ini bangkit dengan lebih banyak menggali ilmu pengetahuan dari sumber primernya yaitu al-Qur’an, kalam Sang Pencipta jagat raya. Kita masih punya romantisme masa lalu untuk bercermin, betapa umat ini mampu memimpin peradaban dunia. Kita contoh Imam Syafi’i yang ahli di bidang fikih dan kedokteran, Imam Ghazali yang pakar tasawuf dan filsafat, Imam Fakhrurrozi yang pakar tafsir dan sains, Ibnu Khaldun yang populer sebagai bapak Sosiologi, Ibnu Rusyd (Averoes), Ibnu Sina (Avicena), Al-Khawarizmi (Algebra) dan masih banyak lagi nama-nama lainnya.

Jika menuntut ilmu itu diibaratkan menanam, maka amal saleh adalah buah/hasil panennya. Semakin tinggi level keilmuan seseorang, seharusnya ia semakin mengenal Sang Penciptanya. Jika ia sudah mengenal dan merasa dekat dengan Penciptanya, otomatis akan menghasilkan output yang bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Dan itulah buah bermutu dari ilmu yaitu meningkatkan kualitas hablum-minAllâh (hubungan vertikal) dan hablum-minannâs (hubungan horizontal). Jika ada orang pandai tapi justru malah atheis dan minteri sesama manusia, berarti perlu dipertanyakan proses pendidikannya. Pepatah Arab mengatakan, barang siapa bertambah ilmunya tapi tak bertambah taqwanya, pasti ia semakin jauh dari Penciptanya.
 Terkait dengan buah bermutu dari ilmu, mari kita cermati al-Qur’an surat Fathir ayat 28 yang artinya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” Menurut Prof. Dr. Yusuf Qardhawi, tafsiran kata ulama di sini bukan hanya para ahli agama saja, tapi juga mencakup para ilmuwan di berbagai bidang lain yang benar-benar meresapi esensi ilmu yang ia peroleh, merefleksikannya ke dalam jiwa dan merealisasikan ilmunya untuk kemaslahatan umat manusia dan alam semesta. Kesemua bidang ilmu tersebut tetap bermuara pada semakin menguatnya keimanan, semakin memperdalam ketakwaan, serta semakin memperkokoh ikhtiyar dan tawakkal.
Di momen hari pendidikan nasional yang jatuh pada bulan Mei ini, ada baiknya kita renungkan kembali sebuah semboyan dari Ki Hajar Dewantoro ini: Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Lantas jangan latah membaliknya menjadi: Ing ngarsa numpuk bandha, ing madya mangan kanca, tut wuri nggolek rai. Semoga Allah meridhoi langkah-langkah kita dalam mencari ilmu, dalam mengembangkan ilmu, dalam mengajarkan ilmu, serta dalam mengamalkan ilmu. Semoga ilmu yang kita miliki akan mengantarkan kita pada kebahagiaan dunia dan akhirat. Aamiin.
***









Tidak ada komentar:

Posting Komentar