Edisi 25 th VI : 3 Juli 2015
M / 16 Ramadhan 1436 H
ISLAM,
IMAN, IHSAN
Penulis:
Ust. Mahfud, S.Pd.I (TPQ Miftahul Huda, Jenes)
Puji syukur pada Allah swt yang telah menurunkan
agama Islam bagi umat manusia sejak masa 14 abad yang lalu sampai akhir jaman. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada nabi Muhammad saw sebagai
pembawa kabar berita yang paling baik dan terpercaya sepanjang masa.
Dalam Agama Islam, dikenal adanya 3 prinsip pokok yakni Islam, Iman dan Ihsan.
Hal ini berdasar pada hadits shahih
yang sangat popular yang artinya: Dari Umar ra, dia berkata:
Ketika kami duduk-duduk di sisi
Rasulullah saw
suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang
sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas
perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga
kemudian dia duduk di hadapan
Nabi saw lalu
menyandarkan kedua lututnya pada lutut Nabi saw dan meletakkan kedua tangannya
di atas dua pahanya (Nabi saw)
seraya berkata: “Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam?”, maka bersabdalah
Rasulullah saw:
“Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilahi (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan
bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan
zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata: “ Anda benar “. Kami semua heran, dia
yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi:
“Beritahukan aku tentang Iman“. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman
kepada
Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir
dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk“, kemudian dia
berkata: “Anda benar“. Kemudian dia berkata
lagi: “Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “Ihsan adalah
engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak
melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “ Beritahukan aku
tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang
bertanya“. Dia berkata: “Beritahukan aku tentang tanda-tandanya“, beliau
bersabda: “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat
seorang bertelanjang kaki dan tak berpakaian, miskin dan penggembala domba,
(kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya“, kemudian orang itu
berlalu dan aku berdiam. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “Ya Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya?”. aku berkata: “Allah
dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda: “Dia adalah Jibril yang
datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “. (Riwayat Muslim)
Sebagaimana hadits di atas, ulama Ahlussunah wal Jamaah
menterjemahkan Islam dengan rukun Islam yang jumlahnya ada 5: syahadat,
shalat, zakat, puasa dan haji. Iman dengan rukun Iman yang jumlahnya
ada 6: percaya kepada Allah, malaikat Allah, kitab-kitab Allah, para Rasul
Allah, hari Akhir, dan Qadha dan Qadar yang baik dan buruk. Ihsan dengan
makna menyembah Allah seakan-akan kita melihat-Nya, apabila tidak mampu kita
harus meyakini bahwa Allah melihat kita. Ketiga hal tersebut dalam tataran
praktisnya, konsep Islam diimplementasikan dengan istilah Fiqih, Iman diimplementasikan
dengan istilah Aqidah/Tauhid dan Ihsan diimplementaskan dengan tashawwuf.
Menurut KH Siradjuddin Abbas, dalam buku beliau “40 Masalah
Agama” Jilid 3, hal 30. Ilmu Tauhid untuk bertugas membahas
soal-soal i’tiqad, seperti i’tiqad mengenai ke-Tuhan-an,
keRasulan, hari akhirat dan lain-lain sebagainya. Ilmu Fiqih bertugas
membahas soal-soal ibadah lahir, seperti shalat, puasa, zakat, naik haji dan
lain-lain. Ilmu Tasawuf bertugas membahas soal-soal yang
bertalian dengan akhlak dan budi pekerti, bertalian dengan hati, yaitu
cara-cara ikhlas, khusyu, tawadhu, muraqabah, mujahadah, sabar, ridha,
tawakal dan lain-lain.
Sinergi antara fikih, akidah dan tasawwuf akan melahirkan
umat Islam yang sempurna. Aqidah membangun pondasi keyakinan, Fiqih menertibkan
Ibadah dan muamalah secara lahir. Sedangkan Tasawuf menyempurnakan
akhlaq dan ahwal batin . Dalam pengamalannya fiqih, aqidah dan tasawwuf
tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain. Imam Malik mengatakan: Barang
siapa bertasawuf tanpa berfiqih maka dia zindiq. Barang siapa berfiqih tanpa
bertasawuf maka dia fasik. Barang siapa menggabung keduanya maka dia akan
sampai pada hakikat.
Ulama Ahlussunah wal Jamaah mengatur dan menetapkan 3
bidang pokok dalam ajaran Islam sehari-hari sebagai berikut: 1) Dalam bidang Fiqih
mengikuti salah satu dari empat Madzhab yaitu: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan
Hanbali. 2) Dalam bidang akidah mengikuti rumusan Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan
Imam Abu Manshur Al-Maturidi. 3) Dalam bidang tashawuf, mengikuti rumusan Imam
Abu al-Qasim al-Junaidi dan Imam al-Ghazali.
Mengapa dalam bidang Fiqih kita mengikuti salah satu Imam
dari Imam 4 (Madzahibul Arba’ah), kok tidak langsung mengambil dari al-Qur’an
dan hadits saja? Mungkin pertanyaan semacam ini muncul di benak kita, atau
pertanyaan semacam ini sengaja dimunculkan oleh sekelompok orang yang suka ghozwul
fikri (perang pemikiran) sehingga mampu menjauhkan umat dari para Ulama.
Jawaban atas pertanyaan di atas adalah
karena dalil al-Qur’an dan hadits bersifat ijmal (global) maka
butuh tafsir dari para Ulama. Imam Hanafi, Maliki, Syafii dan Maliki adalah
Ulama besar yang konsisten berpegang teguh pada al-Qur’an dan hadits. Meskipun
dalam rumusannya sumber hukum Islam tidak hanya al-Qur’an dan hadits, tetapi
juga ada Ijma’ dan Qiyas, ini bukan berarti beliau tidak berpegang pada
al-Qur’an dan Hadits. Namun Ijma’ dan Qiyas merupakan bentuk ijtihad
manakala tidak ditemukan dalil yang jelas dari Al-Qur’an dan hadits. Contoh Ijma’
sudah ada pada masa shahabat Umar r.a saat beliau menyelenggarakan shalat tarawih
berjamaah sebanyak 20 rakaat selama satu bulan penuh. Sedangkan Qiyas
misalnya meninggalkan segala macam jenis pekerjaan kalau adzan jumat
dikumandangkan hal ini diqiyaskan (disamakan) dengan larangan jual beli
ketika adzan dikumandangkan. Dengan kita mengikuti Ulama kita sama juga
mengikuti Rasulullah saw. Dalam agama Islam, ilmu itu diperoleh dari petunjuk
guru. Kita mengikuti guru kita, guru kita mengikuti gurunya lagi begitu
seterusnya hingga bersambung kepada Rasulullah saw.
Semoga sekelumit tulisan ini bisa menambah wawasan kita
tentang seluk-beluk Islam. Semoga juga kita senantiasa dijaga oleh Allah dari
segala macam perpecahan umat yang terjadi hanya karena perbedaan pandangan.
Aamiin.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar