Edisi 22 th VI : 12 Juni 2015
M / 25 Sya’ban 1436 H
MENGOPTIMALKAN
POTENSI PEMUDA
Penulis:
Ust. Sarwono (guru SMAN 1 Sooko)
Puji syukur pada Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat ar-Rum
ayat 54 yang artinya: “Allah lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah,
kemudia dia menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian
Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia
menciptakan apa yang Dia kehendaki dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada
nabi Muhammad saw yang telah menunjukkan teknik-teknik penggalian potensi dalam
diri manusia.
Masa muda merupakan masa vital bagi manusia yang
ditandai dengan sempurnanya pertumbuhan fisik dan kekuatan. Ini merupakan
nikmat besar dari Allah yang seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik-sebaiknya
untuk menggali dan memanfaatkan secara optimal potensi diri dalam ranah amal
kebaikan guna meraih ridha Allah. Dan sebagaimana nikmat-nikmat besar lainnya
dalam diri manusia, nikmat inipun nantinya akan dimintai pertanggungjawaban di
hadapan Allah. Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadits: “Tidak akan bergesar kaki seorang manusia
dari sisi Allah, pada hari kiamat (nanti), sampai dia ditanya (dimintai
pertanggungjawaban) tentang lima (perkara): tentang umurnya untuk apa
dihabiskannya, masa mudanya digunakan untuk apa, hartanya dari mana diperoleh
dan ke mana dibelanjakan, serta bagaimana dia mengamalkan ilmunya” (HR at-Tirmidzi)
Maka dari itu hendaklah pemuda mengisi masa
muda dengan rasa syukur sebagai
manifestasi ketaatan dan ketakwaan kepada Allah. Memang sulit, karena masa muda
banyak didominasi syahwat dan godaan. Tapi kekuatan besar di masa muda ini mari
digunakan untuk bekal masa tua nanti, karena di masa tua kekuatan akan mulai hilang secara perlahan. Mari kita cermati
sebuah hadits dari
Rasulullah saw: “Manfaatkan
lima perkara sebelum lima perkara, waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,
waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa
kefakiranmu, masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, hidupmu sebelum datang
kematianmu.” (HR.
al-Hakim). Dari hadits tersebut, kita dapat menarik suatu benang merah dengan
al-Qur’an surat ar-Rum ayat 54 bahwa masa muda merupakan masa yang potensial.
Masa muda lebih banyak
potensi dari sebelumnya yaitu masa anak-anak yang dalam keadaan lemah dan
tentunya juga masa muda menjadi masa untuk mempersiapkan masa tua. Segala kekuatan, kemampuan, prestasi, dan kreatifitas
optimal di masa muda harus mampu dikembangkan dengan baik sebelum datangnya
masa tua yang membuat diri manusia semakin melemah. Jangan sampai masa tua
nanti ketika potensi dan kemampuan semakin melemah hanya akan mendatangkan
penyesalan yang mendalam karena tidak dapat mengisi masa mudanya dengan baik. Adapun kunci mengembangkan dan mengoptimalkan masa muda sebagai puncak kekuatan,
kemampuan, prestasi, dan kreatifitas sebagai potensi diri adalah dengan syukur.
Allah telah memberikan nikmat Iman-Islam kepada kita diantara sekian banyak manusia yang tidak bisa mencicipi
nikmat memeluk agama Islam. Dengan memahami
konsep ini, kita akan menyadari adanya kesempatan yang besar bagi kita untuk menambah amal kebaikan dan kebajikan. Kemudian Allah juga memberikan beragam potensi luar biasa besar pada masa muda. Oleh karenanya,
wajiblah bagi kita untuk senantiasa bersyukur. Syukur merupakan modal dasar
mensukseskan potensi yang dimiliki generasi muda. Syukur juga merupakan akhlaqul-karimah
seorang hamba kepada Tuhan yang menciptakannya. Syukur memang terasa sederhana, tetapi sesungguhnya
begitu urgen dan substansial dalam Islam, hingga pantas didekatkan dengan
iman.
Menurut Imam Ghazali,
bersyukur kepada Allah swt terdiri dari empat komponen. Pertama syukur dengan hati dengan menyadari sepenuhnya
bahwa nikmat yang kita peroleh semata-mata karena anugerah dan kemurahan Allah swt.
Ini sesuai dengan petikan dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 53 yang artinya: “segala nikmat yang ada pada kamu
(berasal) dari Allah”. Esensi
syukur dengan hati tersebut dapat menjadikan seorang manusia menerima dengan penuh kerelaan serta tanpa menggerutu berkeluh kesah atas nikmat anugerah yang diberikan oleh
Allah. Muaranya akan tertanam dalam hatinya baik sangka (khusnudzon) terhadap
ketentuan Allah. Sehingga dengan berhusnudzon terhadap ketentuan Allah
menjadikan diri juga selalu positif thinking terhadap diri sendiri dan orang
lain.
Syukur tersebut akan bermuara pada konsep tertanamnya husnudhan dalam
hatinya, yaitu baik sangka terhadap ketentuan Allah. Hal ini akan menjadikan diri selalu positif thinking
terhadap diri sendiri dan orang lain.
Kedua, ketika syukur
dengan hati sudah tertanam dengan merasakan kemurahan dan kasih sayang Allah,
maka tentunya harus terucap kalimat tsana’ (pujian) secara lisan yang
berucap “Al-hamdulillah” (segala puji bagi Allah). Pujian ini sebagai
manifestasi secara lisan bahwa semua yang diperoleh hanyalah perantara yang
Allah kehendaki untuk menyampaikan nikmat itu. Kata “Al-hamdulillah” mengandung
arti bahwa yang paling berhak menerima pujian adalah Allah swt. Apabila kita memuji seseorang karena
kebaikannnya, hakikat pujian tersebut harus ditujukan kepada Allah swt. Dengan
syukur yang terucap secara lisan maka akan semakin memantapkan rasa syukur yang
sudah tertanam di dalam hati.
Ketiga, syukur dengan perbuatan yang mengandung arti bahwa segala nikmat dan kebaikan yang kita terima harus dipergunakan di
jalan yang diridhai Allah. Rasulullah menjelaskan bahwa Allah sangat
senang melihat nikmat yang diberikan kepada seorang hamba yang kemudian dipergunakan dengan sebaik-baiknya. “Sesunggguhnya Allah senang melihat atsar
(bekas/wujud) nikmat-Nya pada hamba-Nya.” (HR.Tirmidzi). Maksud hadits ini adalah bahwa Allah
menyukai hamba yang menampakkan dan mengakui segala nikmat yang dianugerahkan
kepadanya sebagai implementasi rasa syukur. Misalnya orang kaya hendaknya membagi hartanya
untuk zakat dan sedekah. Orang berilmu membagi ilmunya dengan mengajarkan dan
memberi nasehat kepada sesamanya.
Keempat, menjaga nikmat dari kerusakan dengan cara dipergunakan sebaik-baiknya.
Misalnya, ketika kita dianugerahi nikmat kesehatan, kewajiban kita adalah
menjaga tubuh untuk tetap sehat dan bugar agar terhindar dari sakit. Demikian
dengan nikmat iman dan Islam, kita wajib menjaganya dari kelemahan. Untuk itu
kita harus senantiasa memupuk iman dan Islam kita dengan shalat, membaca
Al-Qur’an, menghadiri majelis-majelis taklim, berdzikir, dan berdoa. Kita juga
harus membentengi diri dari perbuatan yang merusak iman seperti munafik,
ingkar, dan kemungkaran. (bersambung...)
Potensi Pemuda ibarat mata pisau yang tajam. Jika potensi itu benar penggunaannya maka kebaikanlah kemudian yang akan didapat. Jika salah penggunaannya maka keburukanlah kelak yang akan didapat. Sebab itu maka penting menanamkan harapan yang benar bagi pemuda agar kelak kehidupan sukses yang mereka dapat.
BalasHapus