buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Sabtu, 18 Juli 2015

MENGOPTIMALKAN POTENSI PEMUDA (1)



   Edisi 22 th VI : 12 Juni 2015 M /  25 Sya’ban 1436 H
MENGOPTIMALKAN POTENSI PEMUDA
Penulis: Ust. Sarwono (guru SMAN 1 Sooko)
 Puji syukur pada Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat ar-Rum ayat 54 yang artinya: “Allah lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudia dia menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada nabi Muhammad saw yang telah menunjukkan teknik-teknik penggalian potensi dalam diri manusia.
Masa muda merupakan masa vital bagi manusia yang ditandai dengan sempurnanya pertumbuhan fisik dan kekuatan. Ini merupakan nikmat besar dari Allah yang seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik-sebaiknya untuk menggali dan memanfaatkan secara optimal potensi diri dalam ranah amal kebaikan guna meraih ridha Allah. Dan sebagaimana nikmat-nikmat besar lainnya dalam diri manusia, nikmat inipun nantinya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadits: “Tidak akan bergesar kaki seorang manusia dari sisi Allah, pada hari kiamat (nanti), sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang lima (perkara): tentang umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya digunakan untuk apa, hartanya dari mana diperoleh dan ke mana dibelanjakan, serta bagaimana dia mengamalkan ilmunya(HR at-Tirmidzi)

Maka dari itu hendaklah pemuda mengisi masa muda dengan rasa syukur sebagai manifestasi ketaatan dan ketakwaan kepada Allah. Memang sulit, karena masa muda banyak didominasi syahwat dan godaan. Tapi kekuatan besar di masa muda ini mari digunakan untuk bekal masa tua nanti, karena di masa tua kekuatan akan mulai hilang secara perlahan. Mari kita cermati sebuah hadits dari Rasulullah saw: “Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara, waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. al-Hakim). Dari hadits tersebut, kita dapat menarik suatu benang merah dengan al-Qur’an surat ar-Rum ayat 54 bahwa masa muda merupakan masa yang potensial.
Masa muda lebih banyak potensi dari sebelumnya yaitu masa anak-anak yang dalam keadaan lemah dan tentunya juga masa muda menjadi masa untuk mempersiapkan masa tua. Segala kekuatan, kemampuan, prestasi, dan kreatifitas optimal di masa muda harus mampu dikembangkan dengan baik sebelum datangnya masa tua yang membuat diri manusia semakin melemah. Jangan sampai masa tua nanti ketika potensi dan kemampuan semakin melemah hanya akan mendatangkan penyesalan yang mendalam karena tidak dapat mengisi masa mudanya dengan baik. Adapun kunci mengembangkan dan mengoptimalkan masa muda sebagai puncak kekuatan, kemampuan, prestasi, dan kreatifitas sebagai potensi diri adalah dengan syukur.
Allah telah memberikan nikmat Iman-Islam kepada kita diantara sekian banyak manusia yang tidak bisa mencicipi nikmat memeluk agama Islam. Dengan memahami konsep ini, kita akan menyadari adanya kesempatan yang besar bagi kita untuk menambah amal kebaikan dan kebajikan. Kemudian Allah juga memberikan beragam potensi luar biasa besar pada masa muda. Oleh karenanya, wajiblah bagi kita untuk senantiasa bersyukur. Syukur merupakan modal dasar mensukseskan potensi yang dimiliki generasi muda. Syukur juga merupakan akhlaqul-karimah seorang hamba kepada Tuhan yang menciptakannya. Syukur memang terasa sederhana, tetapi sesungguhnya begitu urgen dan substansial dalam Islam, hingga pantas didekatkan dengan iman. 
Menurut Imam Ghazali, bersyukur kepada Allah swt terdiri dari empat komponen. Pertama syukur dengan hati dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang kita peroleh semata-mata karena anugerah dan kemurahan Allah swt. Ini sesuai dengan petikan dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 53 yang artinya: “segala nikmat yang ada pada kamu (berasal) dari Allah”. Esensi syukur dengan hati tersebut dapat menjadikan seorang manusia menerima dengan penuh kerelaan serta tanpa menggerutu berkeluh kesah atas nikmat anugerah yang diberikan oleh Allah. Muaranya akan tertanam dalam hatinya baik sangka (khusnudzon) terhadap ketentuan Allah. Sehingga dengan berhusnudzon terhadap ketentuan Allah menjadikan diri juga selalu positif thinking terhadap diri sendiri dan orang lain.

Syukur tersebut akan bermuara pada konsep tertanamnya husnudhan dalam hatinya, yaitu baik sangka terhadap ketentuan Allah. Hal ini akan menjadikan diri selalu positif thinking terhadap diri sendiri dan orang lain.
Kedua, ketika syukur dengan hati sudah tertanam dengan merasakan kemurahan dan kasih sayang Allah, maka tentunya harus terucap kalimat tsana’ (pujian) secara lisan yang berucap “Al-hamdulillah” (segala puji bagi Allah). Pujian ini sebagai manifestasi secara lisan bahwa semua yang diperoleh hanyalah perantara yang Allah kehendaki untuk menyampaikan nikmat itu. Kata “Al-hamdulillah” mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima pujian adalah Allah swt. Apabila kita memuji seseorang karena kebaikannnya, hakikat pujian tersebut harus ditujukan kepada Allah swt. Dengan syukur yang terucap secara lisan maka akan semakin memantapkan rasa syukur yang sudah tertanam di dalam hati.
Ketiga, syukur dengan perbuatan yang mengandung arti bahwa segala nikmat dan kebaikan yang kita terima harus dipergunakan di jalan yang diridhai Allah. Rasulullah menjelaskan bahwa Allah sangat senang melihat nikmat yang diberikan kepada seorang hamba yang kemudian dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Sesunggguhnya Allah senang melihat atsar (bekas/wujud) nikmat-Nya pada hamba-Nya. (HR.Tirmidzi). Maksud hadits ini adalah bahwa Allah menyukai hamba yang menampakkan dan mengakui segala nikmat yang dianugerahkan kepadanya sebagai implementasi rasa syukur. Misalnya orang kaya hendaknya membagi hartanya untuk zakat dan sedekah. Orang berilmu membagi ilmunya dengan mengajarkan dan memberi nasehat kepada sesamanya.
Keempat, menjaga nikmat dari kerusakan dengan cara dipergunakan sebaik-baiknya. Misalnya, ketika kita dianugerahi nikmat kesehatan, kewajiban kita adalah menjaga tubuh untuk tetap sehat dan bugar agar terhindar dari sakit. Demikian dengan nikmat iman dan Islam, kita wajib menjaganya dari kelemahan. Untuk itu kita harus senantiasa memupuk iman dan Islam kita dengan shalat, membaca Al-Qur’an, menghadiri majelis-majelis taklim, berdzikir, dan berdoa. Kita juga harus membentengi diri dari perbuatan yang merusak iman seperti munafik, ingkar, dan kemungkaran.                                                                                           (bersambung...)









1 komentar:

  1. Potensi Pemuda ibarat mata pisau yang tajam. Jika potensi itu benar penggunaannya maka kebaikanlah kemudian yang akan didapat. Jika salah penggunaannya maka keburukanlah kelak yang akan didapat. Sebab itu maka penting menanamkan harapan yang benar bagi pemuda agar kelak kehidupan sukses yang mereka dapat.

    BalasHapus