Edisi 24 th VI : 26 Juni 2015 M / 9 Ramadhan 1436 H
REAKSI SAAT MENERIMA INFORMASI
Penulis:
Ust. Dana A.D., Lc. (alumnus PP Darul Huda Mayak)
Puji syukur pada Allah swt yang telah
berfirman dalam al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 6 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika
datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti
(klarifikasilah), agar kamu tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya, yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada nabi Muhammad saw sebagai
pembawa kabar berita yang paling baik dan terpercaya sepanjang masa.
Di era teknologi informasi ini,
manusia semakin mudah mengakses berita. Media cetak dan elektronik bukan lagi
barang mewah yang menjadi monopoli masyarakat kelas atas. Mulai tukang becak
hingga politikus elit bebas mengakses berbagai informasi yang disajikan pewarta
berita. Ditambah lagi dengan adanya internet dan menjamurnya media sosial, arus
informasi semakin cepat menyebar dan menjalar secara viral, mengalahkan
tumbuhnya jamur di musim hujan. Tapi sayangnya, kemajuan teknologi informasi
ini tidak diimbangi dengan pendidikan karakter untuk membangun filter
masyarakat dalam menanggapi aneka ragam informasi. Mayoritas dari kita,
terutama orang awam yang baru ‘melek’ teknologi, masih menganggap bahwa
informasi yang kita terima setiap hari adalah sebuah fakta yang harus diyakini
kebenarannya.
Sebagian dari
kita masih belum cakap dan kurang cermat dalam memilah berita yang benar-benar
nyata dan mana berita yang hanya opini subjektif belaka, mana media yang
benar-benar kredibel dan mana media yang abal-abal. Padahal, berita-berita yang
bertebaran di depan mata kita itu tidak semuanya bermuatan positif. Banyak di
antaranya yang cenderung bernada negatif dan menyimpan misi-misi terselubung
dari media yang bersangkutan. Dan yang paling parah adalah misi devide et
impera (politik adu domba) yang cenderung provokatif. Jika dilihat sekilas,
mungkin berita itu biasa-biasa saja. Tapi jika ditelisik lebih lanjut, di balik
berita itu ada tujuan untuk menyulut emosi pihak-pihak tertentu. Jika pihak
yang bersangkutan sudah tersulut emosinya, otomatis mereka akan melakukan
serangan balik terhadap lawannya.
Inilah salah
satu motif informasi yang perlu kita waspadai. Bukan tidak mungkin, informasi
semacam itu akan merusak persatuan dan kesatuan bangsa serta menimbulkan kontroversi
dan konflik antar sesama. Sayangnya, berita-barita semacam itu justru lebih
laris di mata pembaca dan tak jarang berhasil menyedot relawan-relawan yang mau
menyebarkannya secara suka rela. Saking rajinnya, mereka ramai-ramai mem-posting-nya
di dinding Facebook, atau di broadcast BBM dan WhatsApp, atau berkicau
di Twitter, atau disebarkan dengan cara konvensional dari mulut ke mulut.
Padahal informasi yang mereka sebarkan itu belum tentu 100% benar. Tapi dampak
yang ditimbulkan sangat fatal, bisa merusak integritas kita sebagai bangsa dan
memutus ukhuwah kita sebagai umat
Islam.
Dalam Islam
sudah ada rambu-rambu yang sangat jelas, bagaimana cara kita bersikap ketika
menerima sebuah informasi atau berita. Dalam Surat Al-Hujurât ayat 6
sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini, Allah memberi peringatan kepada
kita sebagai orang-orang beriman saat menerima sebuah berita. Paling tidak,
kita harus melihat berita tersebut dari dua sisi yaitu siapa sumbernya
(medianya) dan bagaimana isi beritanya. Sumber berita harus jelas
kredibilitasnya dan bisa dilacak track record-nya. Isi berita harus
sesuai fakta dan tidak memancing kekacauan/konflik di masyarakat.
Jangan mudah
percaya 100% pada sebuah berita. Kita harus pandai-pandai menahan emosi dan
tidak bertindak terlalu reaktif. Jangan tergesa-gesa berkomentar sebelum
melakukan klarifikasi (tabayyun) dan verifikasi (tatsabbut) terhadap
berita yang beredar. Dua hal itu menjadi kunci penting sebelum bereaksi dan
bertindak. Jangan sampai reaksi kita justru merugikan pihak lain yang tak
bersalah, hanya gara-gara kita kurang teliti dalam menerima dan menanggapi
berita. Bisa jadi kita akan sangat menyesal di kemudian hari karena sebuah
kecerobohan dan ketergesa-gesaan yang sepele. Bukan tidak mungkin pihak yang
dirugikan akan menuntut balik atas tindakan kita yang sangat gegabah itu.
Dalam Tafsir al-Munir, karya Prof. Dr. Wahbah
Zuhaily, beliau mengutip sebuah riwayat dari Imam Thabari, Ahmad dan Thabrani,
bahwa Ibnu Abbas Ra. menjelaskan tentang turunnya ayat di atas berkaitan erat
dengan Al-Walid bin ‘Uqbah yang diutus Nabi Saw. sebagai petugas penarik
sedekah dari Bani Mushthaliq. Kebetulan saat itu ada permusuhan antara Al-Walid
dengan Bani Mushthaliq. Ketika kaum itu mendengar kedatangan Al-Walid, mereka
langsung mengerahkan pasukan untuk menyambutnya. Tapi Al-Walid malah salah
paham dan mengira bahwa pasukan itu akan menyerangnya. Saat itu juga ia
langsung balik kanan kembali ke hadapan Rasulullah Saw. karena takut terhadap
serangan Bani Mushthaliq. “Ya Rasul, kaum
itu hendak membunuhku dan menolak untuk membayar sedekah,” ungkap Al-Walid
kepada Nabi Saw. Mendengar berita itu, Nabi Saw. langsung bereaksi dengan
sebuah rencana untuk memerangi mereka. Namun, datanglah utusan Bani Mushthaliq
menghadap Nabi Saw. “Ya Rasul, kami
mendengar ada utusanmu yang akan datang. Lalu kami ingin menyambutnya dan
membayarkan sedekah kami,” kata utusan mereka. Nabi Saw. masih mencurigai
mereka dan berkata, “Kalian pilih
berhenti (menyerang) atau aku akan mengirim utusan yang kedudukannya sama
dengan kedudukanku kepada kalian, yang akan memerangi kalian dan menawan
keturunan kalian!” Beliau bersabda demikian sambil menepuk pundak Ali Ra. “Kami berlindung kepada Allah dari murka-Nya
dan murka utusan-Nya,” jawab mereka. Maka turunlah ayat tersebut yang
memerintah Nabi Saw. untuk melakukan klarifikasi dan verifikasi terlebih dahulu
terhadap suatu berita yang diterimanya.
Meskipun ayat
ini turun saat peristiwa itu, tapi pesan dan nilai yang dikandungnya berlaku
secara universal dan masih relevan sampai hari kiamat. Jika berita yang dibawa
oleh seorang sahabat yang dikenal jujur dan adil saja harus diteliti sedemikian
rupa, bagaimana halnya dengan berita-berita yang beredar di sekitar kita
akhir-akhir ini? Tentu proses klarifikasi
dan verifikasi yang kita lakukan juga
harus lebih cermat.
Semoga Allah
menjaga kita dari hal-hal kecerobohan dalam menerima berita, dan semoga Allah
menjaga kita dari segala berita fitnah dan kebohongan. Aamiin.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar