Edisi 22 th VII : 27 Mei 2016 M / 20 Sya’ban 1437 H
ZIARAH KUBUR
Penulis:
ust. Mahfud, S.Pd.I (TPQ Miftahul Huda, jenes)
Segala puji hanyalah bagi Allah
swt yang telah menciptakan manusia kemudian memberi kesempatan untuk hidup di
muka bumi dan memanggilnya kembali untuk dimintai pertanggung jawaban. Shalawat
dan salam semoga tetap tercurah pada Nabi Muhammad saw sebagai sebaik-baik suri
tauladan yang harus diikuti agar nanti di akhirat, kita mampu untuk
mempertanggung jawabkan semua amal perbuatan kita di dunia.
Bolehkah ziarah kubur dengan shalat
dan membaca al-Qur’an di sisi kuburan? Tradisi yang sudah ada dan turun temurun
yang dilakukan mayoritas kaum muslimin dalam berziarah kubur adalah membaca
al-Qur’an dan dzikir. Adapun membiasakan ziarah kubur menjelang ramadhan dan
pada hari raya merupakan tradisi yang baik dan perlu dilestarikan. Sebab ziarah
kubur bukan ibadah yang muqoyyad maka boleh dilakukan kapan saja, dan
tidak ada batasan-batasan mengenai ayat yang dibaca. Tidak ada larangan membaca
al-Qur’an dan shalat di dekat kuburan. Adapun yang dilarang adalah shalat di
atas kuburan. Ada segelintir kelompok yang salah memahami hadits atau memang
sengaja memahami hadits dengan pemahaman yang salah. Dengan pemahaman yang
salah ini mereka seperti memiliki argumen untuk melarang apa yang dilakukan
oleh mayoritas umat Islam yakni shalat dan membaca al-Qur’an. Hadits tersebut
yakni:
لاَ
تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ
الَّذِى تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
“Janganlah jadikan rumah kalian
seperti kuburan karena setan itu lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan
surat al-Baqarah.” (HR. Muslim no. 1860). Dengan memakai makna dzahir
saja, tanpa memperhatikan majaz yang ada dalam hadits tersebut,
berakibat pada penyalahgunaan hadits. Mereka menganggap hadits tersebut
menunjukkan larangan shalat dan membaca al-Qur’an di dekat kuburan. Padahal,
maksud dari kata kuburan adalah sepi. Maka sebenarnya yang dimaksud dalam
hadits tersebut, Jangan sampai rumah kita sepi dari shalat maupun membaca al-Qur’an.
Antara sabda dan perbuatan Rasulullah saw tidak ada yang kontradiktif, jikalau
mampu memahami hadits dengan benar. Sebab Rasulullah saw pun pernah shalat di
dekat kuburan, sebagaimana keterangan dalam hadits lain: “Telah
menceritakan kepada kami Muhammad telah mengabarkan kepada kami Abu Mu’awiyah
dari Abu Ishaq Asy-Syaibaniy dari Asy-Sya’biy dari Ibnu ‘Abbas radliallahu
‘anhuma berkata: Bila ada orang yang meninggal dunia biasanya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam melayatnya. Suatu hari ada seorang yang meninggal
dunia di malam hari kemudian dikuburkan malam itu juga. Keesokan paginya
orang-orang memberitahu Beliau. Maka Beliau bersabda: Mengapa kalian tidak
memberi tahu aku? Mereka menjawab: Kejadiannya malam hari, kami khawatir
memberatkan anda. Maka kemudian Beliau mendatangi kuburan orang itu lalu
mengerjakan shalat untuknya.” (HR Bukhari 1170)
Apakah
bacaan al-Qur’an, shalat dan do’a bermanfaat bagi orang yang sudah meninggal
dunia? Ada segelintir golongan yang selain membuat larangan-larangan seperti
paparan di atas, juga membuat suatu anggapan bahwa bacaan al-Qur’an tidak akan
sampai pada mayit. Ia berargumen dengan hadits yang sangat popular yakni : Rasulullah
saw bersabda “Apabila salah seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah
segala amalannya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfa’at
baginya dan anak sholeh yang selalu mendoakannya.” (HR Muslim 3084).
Dengan hadits ini mereka melarang membaca al-Qur’an di sisi kuburan mereka
membatasi pada 3 perkara itu. Tapi sebenarnya, bukan demikian, terputus amalnya
yang dimaksud adalah ia sudah tidak mampu beramal lagi, penyesalan, taubat dan
minta ampun oleh si mayyit sudah tidak bisa diterima. Ada contoh yang sangat
nyata yakni ketika nyawa sudah sampai tenggorokan, Fir’aun mencoba untuk
beriman, namun pintu taubat tertutup dan fir’aun pun mati tanpa membawa iman.
Adapun amal
orang lain yang masih hidup apabila diniatkan untuk mayit, juga bermanfaat untuk
mayit seperti halnya sedekahnya anak atas nama ibunya yang telah meninggal, ini
tidak dilarang oleh Rasululullah saw. Sebuah hadits menjelaskannya: “Telah
bercerita kepada kami Isma’il berkata telah bercerita kepadaku Malik dari
Hisyam bin ‘Urwah dari bapaknya dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha bahwa ada
seorang laki-laki yang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia secara mendadak dan aku menduga
seandainya dia sempat berbicara dia akan bershadaqah. Apakah aku boleh
bershadaqah atas namanya? Beliau menjawab: Ya bershodaqolah atasnya.” (HR
Muslim 2554)
Membaca
al-Qur’an di dekat kuburan juga disunnahkan. Syaikh Yusuf dalam kitabnya Mausu’ah
Yusufiyah mengatakan syaikh Za’faroniy bertanya kepada Imam Syafi’iy
tentang membaca Al-Qur’an di dekat kuburan, Imam Syafi’I pun menjawab: “Hal
itu tidak apa-apa”. Imam Nawawi dalam kitabnya “Riyadhus Sholihin”
berkata “Imam Syafi’i berkata disunahkan membaca al-Qur’an di dekat kuburan,
kalaupun mengkhatamkannya itu baik” (lihat majmu’ nawawi juz 5 hal
297 dan Riyadhus Sholihin hal 947).
Bagaimana
dengan tradisi berziarah ke makam orang shaleh, wali atau nabi dengan niat
bertabarruk? KH Thobary Syadzily, salah seorang anggota Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama pernah menulis sebuah artikel sebagai berikut: Boleh hukumnya bertabarruk
di makam-makam para nabi, waliyullah, dan orang-orang shaleh. Bahkan berdo'a di
sisi makam-makam tersebut tempat dikabulkan atau diijabahnya do'a. Hal ini
diterangkan di dalam kitab "Siyaru A'lami an-Nubala",
karya Imam Abu Abdillah Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman adz-Dzahabi
(673-748 H.), jilid 10 halaman 107, cetakan "Mu'assasah ar-Risalah",
Mesir dengan keterangan yang artinya: "Dan dikatakan bahwa Sayyidah Nafisah
(seorang waliyullah perempuan dari Mesir puteri Hasan al-Anwar bin Zaid bin
Hasan bin Ali & Sayyidah Fatimah az-Zahra', puteri Rasulullah SAW) adalah
salah seorang wanita shalehah ahli ibadah. Adapun berdo'a di sisi makamnya
adalah tempat dikabulkannya do'a. Begitupula, di sisi makam para Nabi dan
orang-orang shaleh lainnya".
Pada dasarnya waktu untuk ziarah kubur boleh kapan
saja, pagi, siang, sore, malam, semuanya boleh. Dengan demikian, semoga kita
dapat meluruskan kembali niat dalam kegiatan ziarah kubur agar tercapai esensi
dari ritual ini sehingga diridhai oleh Allah swt. Aamiin …
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar