buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Selasa, 13 September 2016

DUA AYAH YANG DIKORBANKAN



       Edisi 36 th VII : 09 September 2016 M / 07 Dzul Hijjah 1437 H
DUA AYAH YANG DIKORBANKAN
Penulis: ust. Dana A. Dahlany, Lc (TPQ ad-Darajaat Mayak)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 214 yang artinya “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu teramat dekat.” Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan pada nabi Muhammad saw yang merupakan keturunan dari dua orang hebat yang pernah dikorbankan.
Setiap memasuki bulan Dzulhijjah, kita selalu diuguhi kisah pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ‘alaihimas-salam demi menjalankan perintah Allah yang diterima Nabi Ibrahim dalam mimpi beliau. Pengulangan kisah ini setiap tahun selalu berdampak pada dua kemunginan: adakalanya keimanan dan ketaqwaan kita meningkat karena selalu diingatkan dengan beratnya pengorbanan yang harus dijalani beliau berdua. Tapi kemungkinan negatifnya, bisa jadi kita akan merasa bosan karena selama puluhan tahun selalu disuguhi kisah yang sama tiap hari raya Idul Adha.
Untuk menghindari kemungkinan negatif itu, dalam artikel ini, penulis akan menghadirkan kisah pengorbanan lain yang dijalani oleh pasangan ayah dan anak, Abdul Muthalib dan Abdullah, kakek dan ayah dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Penulis akan mengawali kisah ini dari sebuah hadits yang diriwayatkan oleh khalifah pertama Bani Umayyah, Sayyidina Mu’awiyah bin Abi Sufyan ra.:

قَالَ كُنَّا عِنْد رَسُولِ الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ الله خَلَفْتُ الْبِلَادَ يَابِسَةً وَالْمَاءَ يَابِسًا هَلَكَ المَالُ وَضَاعَ الْعِيَالُ فَعُدْ عليَّ مِمَّا أَفَاءَ اللهُ عَلَيْكِ يَا ابْنَ الذَّبِيْحَيْنِ
فَتَبَسَّمَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عَلَيْهِ وَسلم وَلَمْ يُنْكِرْ عَلَيْهِ

(Mu’awiyah) berkata: Kami pernah bersama Rasulullah saw., lalu ada seorang lelaki yang mengadu kepada beliau, “Wahai Rasulullah, aku meninggalkan negeri-negeri yang kering, dan (sumber) air yang kering. Harta benda telah rusak dan keluarga kami terlantar. Maka berikanlah kepadaku sesuatu yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, wahai Ibnu Dzabihain!” Lantas Rasulullah saw. tersenyum dan tidak mengingkari (panggilan) lelaki itu.
Dalam hadits itu, Nabi Muhammad saw dipanggil dengan sebutan Ibnu Dzabihain yang artinya putra dari dua orang yang disembelih/dikorbankan. Dan beliau pun tidak mengingkari panggilan itu. Kemudian Mu’awiyah ditanya mengenai maksud dari julukan itu. Beliau menjawab, “Orang pertama yang dikorbankan adalah kakek buyut beliau, Nabi Ismail as. dan yang kedua adalah ayah Nabi sendiri, yakni Abdullah bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya Abdul Muthalib (kakek Nabi) saat diperintah untuk menggali sumur Zamzam, ia bernadzar kepada Allah, jika ia diberi kemudahan dalam menggali sumur Zamzam itu, ia akan mengorbankan salah satu putranya. Ia akan mengundi salah satu dari 10 anaknya, dan keluarlah undian atas nama Abdullah. Lantas Abdul Muthalib hendak menyembelihnya, tapi ia dicegah oleh paman-pamannya dari bani Makhzum.” Begitulah penuturan Mu’awiyah dalam lanjutan hadits.
Hadits ini sendiri dianggap hadits hasan menurut para ulama dan dishahihkan oleh Imam al-Hakim dalam kitab al-Mustadrak. Lebih lanjut, Syeikh Ibnu Hisyam menceritakan kisah ini lebih rinci dalam kitab As-Sirah an-Nabawiyyah-nya. Mungkin kita sedikit terkejut dengan pernyataan ini. Apakah Abdullah bin Abdul Muthalib, ayah Nabi Muhammad saw pernah dikorbankan layaknya Nabi Ismail as.? Kisah ini jarang sekali kita dengarkan, atau bahkan mungkin ada di antara kita yang belum tahu sama sekali tentang kisah ini.
***
Alkisah ketika Abdul Muthalib menggali kembali sumur Zamzam yang telah lama terkubur, ia pernah bernadzar, andai ia mempunyai 10 putra hingga tumbuh

dewasa, ia akan mengorbankan salah satunya untuk Allah di samping Ka’bah. Dan impiannya ini benar-benar terjadi. Setelah melihat ke-sepuluh putranya yang tumbuh menjadi pemuda tangguh yang mampu mengangkat senjata, ia teringat dengan nadzarnya. Ia mengumpulkan putra-putranya dan mengutarakan nadzar tersebut. Sebagai anak yang berbakti, ke-sepuluh putranya itu menuruti permintaan ayahnya layaknya Nabi Ismail yang menuruti permintaan Nabi Ibrahim. Tapi mereka masih bingung, “Bagaimana cara kita menunaikan nadzar ini?”
“Setiap dari kalian hendaklah mengambil anak panah, lalu tulis nama kalian masing-masing di situ,” pinta sang ayah. Mengundi nasib dengan anak panah memang menjadi adat suku Quraisy sejak Rasulullah saw. belum dilahirkan. Abdul Muthalib beserta ke-sepuluh putranya lantas menghadap berhala Hubal yang bersemayam di atas sumur yang berada di dalam Ka’bah. Nama-nama yang tertulis pada anak panah tadi kemudian diundi dan akhirnya keluarlah nama Abdullah untuk dikorbankan. Padahal Abdullah adalah putra yang paling disayangi Abdul Muthalib.
Abdul Muthalib adalah orang yang teguh memegang kata-katanya. Ketika ia berjanji, pantang baginya untuk mengingkari, termasuk membatalkan nadzarnya untuk mengorbankan Abdullah, putra kesayangan. Ia tetap bersikeras untuk menyembelih Abdullah, meskipun beberapa kerabatnya dari Bani Makhzum mencegahnya sekuat tenaga. Salah satu di antara mereka berkata “Demi Allah jangan pernah menyembelih-nya. Jika kamu bersikeras menyembelihnya, niscaya kelak akan ada lelaki yang datang ke Ka’bah untuk menyembelih putranya sebagaimana yang kamu lakukan ini,”. Al-Mughirah menambahkan, “Jika Abdullah harus ditebus dengan harta kami, maka kami akan menebusnya.”
Tokoh Quraisy yang lain memberi saran dan solusi alternatif, “Begini saja, pergilah ke daerah Hijaz! Di sana ada sesosok wanita paranormal yang punya seorang pelayan. Mintalah solusi kepadanya. Jika ia memintamu menyembelih Abdullah, maka laksanakan! Tapi jika ia punya solusi atas permasalahan ini, maka terimalah saran darinya.”
(bersambung…)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar