buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Selasa, 13 September 2016

IMPLEMENTASI KEMERDEKAAN



       Edisi 32 th VII : 12 Agustus 2016 M / 9 Dzul Qo’dah 1437 H
IMPLEMENTASI KEMERDEKAAN
Penulis: ust. Marsudi, S.Pd.I (TPQ al-Mukmin Bangunsari)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat an-Nisaa ayat 36: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan pada nabi Muhammad saw yang telah menyampaikan kepada kita berbagai ilmu pengetahuan sosial yang berlandaskan syariat dari Allah, ilmu yang menata kehidupan dalam bermasyarakat menuju masyarakat yang sejahtera dalam kebersamaan.
Bulan Agustus sudah hampir separuh. Bulan dimana bangsa Indonesia meraya kan kemerdekaannya. Bulan dimana bangsa kita ini memaklumatkan kebebasan untuk melakukan “apapun” tanpa adanya tekanan dari bangsa manapun. Dalam arti luas, “merdeka” yang telah diproklamirkan oleh bangsa kita memang dapat diartikan bahwa bangsa ini “bisa” mengelola sendiri segala macam potensi yang dimiliki. Juga bisa diartikan bahwa bangsa ini “boleh” marah atau tidak rela jika “sesuatu” yang dimilikinya direbut atau diserobot oleh bangsa lain.
Kata “merdeka” memang bisa diartikan “bebas”. Jika kata “merdeka” ini diimplementasikan dalam kehidupan keseharian kita sebagai warga masyarakat, maka tentunya ada hal-hal tertentu yang membatasi “kemerdekaan” kita. Dalam arti lain, kemerdekaan kita dibatasi oleh kemerdekaan orang lain di sekitar kita. Kita memang

boleh berbuat segala sesuatu sesuka hati kita, tapi dalam waktu yang bersamaan, kita tidak boleh mengganggu kenyamanan orang lain. Dalam hal ini, kita harus menyadari bahwa kita adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan dan dibutuhkan orang lain. Kita tidak akan mampu hidup sendiri tanpa orang lain.
            Agama Islam yang sempurna ini juga mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan “kemerdekaan” individu yang dibatasi oleh “kemerdekaan” individu lain. Rasulullah saw telah bersabda dalam salah satu hadits: Sahabat Abi Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah jangan menyakiti hati tetangganya. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berbicara yang baik atau berdiam diri (sekiranya tidak bisa berbicara baik)." (HR Bukhari dan Muslim). Mari kita cermati hadits tersebut. Hanya “sekedar” berbicara pun, kita sudah diberitahu bagaimana cara yang terbaik. Meski kita sudah “merdeka” untuk berbicara apapun dengan mulut kita, namun kita “dibatasi” agar jangan sampai menyakiti hati orang di sekitar kita. Jika kita tak mampu menjaga kata-kata, maka kita dianjurkan untuk menutup mulut saja.
            Kemerdekaan orang di sekitar kita, yaitu tetangga, memang menjadi prioritas utama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Hal tersebut tergambar jelas dalam salah satu hadits dari sahabat Ibnu Umar ra yang berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: "Malaikat Jibril berkali-kali memberikan wasiat kepadaku tentang urusan dengan tetangga, hingga aku menyangka bahwa tetangga akan dijadikan ahli waris." (HR Bukhari dan Muslim). Tetangga merupakan orang-orang yang terdekat dengan rumah kita. Bisa kita pahami bahwa jika kita terkena musibah maka tetangga terdekatlah yang akan terlebih dahulu memberikan pertolongan. Jika kita memiliki hajat maka tetangga terdekat jugalah yang akan terlebih dahulu terkena imbas merelakan “kemerdekaan”nya terusik dengan segala macam suara dari sound system maupun akses ke rumahnya terganggu terop, dan sebagainya. Oleh karenanya, Rasulullah saw mengajarkan pada kita bahwa kita harus mengekang juga sebagian “kemerdekaan” yang menjadi hak kita untuk menghormati “kemerdekaan” tetangga.
Kemudian sebagai seorang muslim yang baik, selain harus menghormati “kemerdekaan” tetangga ternyata kita juga tidak diperbolehkan untuk “menjajah” tetangga. Kesimpulan tentang hal ini didapat dari sebuah hadits yang lain yang berasal dari sahabat Abi Syuraih al-Kalabi ra yang berkata, bahwa Rasu­lullah saw telah bersabda: "Demi Allah, tidak termasuk orang yang beriman. Demi Allah, tidak termasuk orang yang beriman. Demi Allah, tidak termasuk orang yang beriman." Lalu se­seorang mengaju-kan pertanyaan: "Ya Rasulallah, sungguh celaka dan sengsara. Siapakah dia?" Jawab Rasulullah: "Dia adalah orang yang selalu membuat penderitaan terhadap tetangga." (HR Bukhari). Dalam hadits ini jelas tersurat bahwa orang yang “menja-

jah” tetangga dengan cara mendzalimi maka dianggap sebagai orang yang tidak beriman. Matan hadits ini diperkuat hadits lain yang berasal dari sahabat Anas bin Malik ra yang berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: "Yang dikatakan orang mukmin adalah orang yang bisa membuat ketenteraman terhadap lingkungan. Dan yang dikatakan orang muslim adalah orang yang ucapan dan perbuatannya tidak merugikan kepada sesama manusia yang berada dalam lingkungan masyarakatnya. Sedang yang dikatakan orang berhijrah adalah orang yang menjauhi perbuatan jahat. Demi Dzat yang diriku berada dalam kekuasaan-Nya, tidak akan masuk sorga seseorang yang tetangga-nya belum bisa berdekatan dengannya (belum merasa aman bila di dekatnya)." (HR Ahmad). Pada point inilah sebenarnya terlihat jelas bahwa Islam merupakan rahmatan lil ‘alamin, pembawa rahmat bagi alam dan seisinya. Pembawa kedamaian bagi umat manapun. Pembawa konsep “kemerdekaan” yang hakiki. Bahkan Islam lebih “superior” dibandingkan konsep tentang HAM (Hak Asasi Manusia). Tentu hal ini akan berlaku jika para penganut agama Islam bersungguh-sungguh dalam melaksanakan syariat Islam secara baik dan benar.
            Sebagai bahan renungan, mari kita cermati juga hadits dari sahabat Abi Hurairah ra yang berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: "Siapakah yang mau mengam-bil dariku beberapa kalimat ini, yang kemudian diamalkan atau diajarkan kepada siapa saja yang mau mengamalkannya?" Jawab Abi Hurairah: "Ya Rasulullah, aku bersedia mengambilnya." Lalu Rasulullah menarik tanganku sambil menghi-tung hingga bilangan lima, lalu bersabda: "Ya Abu Hurairah, jauhilah barang-barang haram, tentu engkau akan menjadi orang yang paling baik ibadahnya di antara umat manusia. Ridhalah terhadap rizki yang telah Allah berikan kepada-mu, tentu engkau akan menjadi manusia yang paling kaya. Berbuat baiklah terha-dap tetangga, tentu engkau akan menjadi orang yang beriman sempurna. Cintai-lah sesama manusia sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri, tentu engkau akan menjadi seorang muslim sejati. Dan janganlah terlalu banyak tertawa, kare-na banyak tertawa bisa mematikan hati (mematikan kreatifitas)." (HR Tirmidzi). Semoga kita mampu mengimplementasikan kemerdekaan ini sesuai dengan tuntunan dari Rasulullah saw sebagai uswatun hasanah. Aamiin…
*********











Tidak ada komentar:

Posting Komentar