Edisi 28 th VII : 08 Juli 2016 M / 03 Syawal 1437 H
LIMAU, BUAHNYA PEMBACA AL-QUR’AN
(2)
Penulis:
ust. Dana A. Dahlany, Lc. (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Segala puji hanyalah bagi Allah
swt yang telah menyediakan indahnya bulan Syawal bagi kita untuk menikmati kemenangan dan berfirman memberi peringatan dalam
al-Qur’an surat al-Munafiqun
ayat 4 yang artinya “dan
apabila kamu melihat mereka (orang munafik), tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. dan jika
mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap
teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka;
semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari
kebenaran)?” Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada Nabi
Muhammad saw sebagai suri tauladan bagi kita dalam bersosialisasi dengan berbagai golongan.
Di buletin Telaga Jiwa edisi yang lalu, kami telah menyampaikan dua
golongan umat Nabi Muhammad saw kaitannya dengan semangat mereka dalam
membaca Al-Qur’an. Golongan pertama adalah orang beriman
yang membaca Al-Qur’an, yang diibaratkan Nabi Muhammad saw bagai buah limau. Sedangkan
golongan kedua adalah orang beriman, tapi tidak mau membaca Al-Qur’an,
yang dianalogikan bagai buah kurma. Untuk melengkapi empat golongan yang disebutkan Rasulullah Saw. dalam hadits
riwayat Imam Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad bin Hanbal, kali ini
akan kami paparkan jenis
golongan berikutnya.
Ketiga, orang munafik/pendosa yang membaca Al-Qur’an.
وَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ
الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الرَّيْحَانَةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ
“Perumpamaan orang munafik
yang membaca Al-Qur’an
seperti Raihanah (daun kemangi), baunya harum dan rasanya pahit.”
Di riwayat yang lain disebutkan:
وَ مَثَلُ الْفَاجِرِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ
كَمَثَلِ الرَّيْحَانَةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ
“Perumpamaan seorang pendosa yang membaca Al-Qur’an seperti Raihanah
(daun kemangi), baunya harum dan rasanya pahit.”
Kenapa Nabi Saw. mengumpamakan
orang munafik/pendosa yang mau membaca Al-Qur’an bagai daun kemangi? Kita tahu,
daun kemangi itu aromanya begitu menggoda. Hanya dengan mencium baunya, kadang
bisa menyegarkan pikiran dan seakan mengusir berjubel masalah yang selama ini
membebani kehidupan kita. Jika diperhatikan, bentuk dari daun kemangi juga
cukup indah dipandang mata. Tapi itu semua hanya sebatas keindahan fisik
semata. Saat daun kemangi itu masuk ke mulut kita, dan bersentuhan langsung
dengan lidah, sontak lidah kita akan bereaksi karena rasa pahit yang
ditimbulkannya. Jika kerongkongan tidak cukup kuat untuk menelannya, otomatis
secara reflek bibir kita akan membuka dengan sendirinya, kemudian mulut akan
memuntahkan daun kemangi yang tadi sudah terlanjur masuk dan menyatu dengan air
liur kita. Untuk itulah, daun kemangi biasanya hanya cocok menjadi lalapan,
pewangi atau sekedar penghias dari makanan yang disajikan. Ia tidak pantas
menjadi menu utama dari sebuah makanan.
Sama halnya
dengan orang munafik/pendosa yang mulutnya senantiasa dibasahi dengan kalam suci Ilahi. Syiar yang
mereka pertunjukkan di depan umum seakan manarik hati kita. Kata-kata mutiara
nan penuh hikmah acapkali meluncur dari mulut mereka. Al-Qur’an seakan menjadi
penghias luar bagi pribadi-pribadi mereka. Padahal sesungguhnya jiwa mereka
begitu busuk. Tak jarang orang-orang tipe seperti inilah yang menjadi musuh
dalam selimut, menghancurkan Islam dari dalam. Persis seperti yang termuat
dalam Al-Qur’an surat Al-Munâfiqûn ayat
4 sebagaimana tersebut di awal
tulisan ini. Tapi meskipun Al-Qur’an menggambarkan orang munafik begitu buruk
bahkan disebut sebagai musuh yang sebenarnya, Nabi Saw. dalam hadits di atas
masih memberi penghargaan dan apresiasi kepada mereka yang mau membaca Al-Qur’an.
Berkat Al-Qur’an, paling tidak derajat mereka masih naik sedikit,
satu level di atas golongan keempat yang akan dijelaskan berikut ini.
Keempat, orang
munafik/pendosa yang tidak membaca Al-Qur’an.
وَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ
الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الْحَنْظَلَةِ طَعْمُهَا مُرٌّ وَلاَ رِيْحَ لَهَا
“Perumpamaan
orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an seperti Handhalah (labu pahit), rasanya
pahit dan tidak ada aromanya.”
Di riwayat yang lain disebutkan:
وَ مَثَلُ الْفَاجِرِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ
الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الْحَنْظَلَةِ طَعْمُهَا مُرٌّ وَلاَ رِيْحَ لَهَا
“Perumpamaan seorang pendosa yang tidak membaca
Al-Qur’an seperti Handhalah
(labu pahit), rasanya pahit dan tidak ada aromanya.”
Kelompok
terakhir inilah yang paling parah. Mereka diibaratkan buah handhalah, sejenis buah labu,
bentuknya seperti semangka tapi ukurannya lebih kecil, warnanya hijau
kekuning-kuningan. Buah ini tidak memiliki aroma yang harum sebagaimana buah
limau atau daun kemangi. Dan jika dibelah dan dimakan isinya, rasanya sangatlah
pahit. Tak ayal jika orang Arab menjadikan buah handhalah sebagai simbol kepahitan. Itulah
perumpamaan orang munafik/pendosa yang tidak mau membaca Al-Qur’an sama sekali.
Ia bagaikan sampah atau parasit yang tiada guna. Kadang keberadaannya justru
meresahkan dan merugikan masyarakat di sekitarnya. Ketiadaannya malah menjadi
berkah tersendiri dan patut disyukuri.
Tapi
di luar itu, ada satu catatan penting yang harus diperhatikan. Orang-orang
seperti ini suatu saat akan bermanfaat jika kita sebagai masyarakat mampu
mendidik dan memberdayakan mereka dengan baik. Meskipun kondisi mereka saat ini
berada di level terendah, kita tetap berkewajiban untuk mengajak mereka menuju
level yang lebih tinggi. Setiap manusia berhak atas pendidikan dan pengajaran.
Dan sebagai sesama manusia dan sesama makhluk Tuhan, kita punya tanggung jawab besar
untuk memperkenalkan Allah kepada mereka yang belum begitu mengenal-Nya.
Untuk
mencapai tujuan mulia itu, kita perlu menjadikan Al-Qur’an sebagai bahan bacaan sehari-hari. Sekali lagi, bukan
hanya membacanya secara tekstual, tapi juga harus meresapi makna kandungannya,
dan mengamalkan ajarannya yang penuh dengan petunjuk Tuhan, yang harus
disebarkan dengan santun dan kasih sayang sebagaimana yang dicontohkan sang
junjungan, Muhammad Saw. nabi akhir zaman. Semoga Allah meridhoi langkah-langkah kita. Aamiin.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar