buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Selasa, 13 September 2016

LIMAU, BUAHNYA PEMBACA AL-QUR'AN (2)



       Edisi 28 th VII : 08 Juli 2016 M / 03 Syawal 1437 H
LIMAU, BUAHNYA PEMBACA AL-QUR’AN (2)
Penulis: ust. Dana A. Dahlany, Lc. (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah menyediakan indahnya bulan Syawal bagi kita untuk menikmati kemenangan dan berfirman memberi peringatan dalam al-Qur’an surat al-Munafiqun ayat 4 yang artinya “dan apabila kamu melihat mereka (orang munafik), tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?” Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada Nabi Muhammad saw sebagai suri tauladan bagi kita dalam bersosialisasi dengan berbagai golongan.
Di buletin Telaga Jiwa edisi yang lalu, kami telah menyampaikan dua golongan umat Nabi Muhammad saw kaitannya dengan semangat mereka dalam membaca Al-Qur’an. Golongan pertama adalah orang beriman yang membaca Al-Qur’an, yang diibaratkan Nabi Muhammad saw bagai buah limau. Sedangkan golongan kedua adalah orang beriman, tapi tidak mau membaca Al-Qur’an, yang dianalogikan bagai buah kurma. Untuk melengkapi empat golongan yang disebutkan Rasulullah Saw. dalam hadits riwayat Imam Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad bin Hanbal, kali ini akan kami paparkan jenis golongan berikutnya.
Ketiga, orang munafik/pendosa yang membaca Al-Quran.

وَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الرَّيْحَانَةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ
“Perumpamaan orang munafik yang membaca Al-Quran seperti Raihanah (daun kemangi), baunya harum dan rasanya pahit.”
Di riwayat yang lain disebutkan:
وَ مَثَلُ الْفَاجِرِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الرَّيْحَانَةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ
“Perumpamaan seorang pendosa yang membaca Al-Quran seperti Raihanah (daun kemangi), baunya harum dan rasanya pahit.”
Kenapa Nabi Saw. mengumpamakan orang munafik/pendosa yang mau membaca Al-Qur’an bagai daun kemangi? Kita tahu, daun kemangi itu aromanya begitu menggoda. Hanya dengan mencium baunya, kadang bisa menyegarkan pikiran dan seakan mengusir berjubel masalah yang selama ini membebani kehidupan kita. Jika diperhatikan, bentuk dari daun kemangi juga cukup indah dipandang mata. Tapi itu semua hanya sebatas keindahan fisik semata. Saat daun kemangi itu masuk ke mulut kita, dan bersentuhan langsung dengan lidah, sontak lidah kita akan bereaksi karena rasa pahit yang ditimbulkannya. Jika kerongkongan tidak cukup kuat untuk menelannya, otomatis secara reflek bibir kita akan membuka dengan sendirinya, kemudian mulut akan memuntahkan daun kemangi yang tadi sudah terlanjur masuk dan menyatu dengan air liur kita. Untuk itulah, daun kemangi biasanya hanya cocok menjadi lalapan, pewangi atau sekedar penghias dari makanan yang disajikan. Ia tidak pantas menjadi menu utama dari sebuah makanan.
Sama halnya dengan orang munafik/pendosa yang mulutnya senantiasa dibasahi dengan kalam suci Ilahi. Syiar yang mereka pertunjukkan di depan umum seakan manarik hati kita. Kata-kata mutiara nan penuh hikmah acapkali meluncur dari mulut mereka. Al-Qur’an seakan menjadi penghias luar bagi pribadi-pribadi mereka. Padahal sesungguhnya jiwa mereka begitu busuk. Tak jarang orang-orang tipe seperti inilah yang menjadi musuh dalam selimut, menghancurkan Islam dari dalam. Persis seperti yang termuat dalam Al-Qur’an surat Al-Munâfiqûn ayat 4 sebagaimana tersebut di awal tulisan ini. Tapi meskipun Al-Qur’an menggambarkan orang munafik begitu buruk bahkan disebut sebagai musuh yang sebenarnya, Nabi Saw. dalam hadits di atas masih memberi penghargaan dan apresiasi kepada mereka yang mau membaca Al-Qur’an. Berkat Al-Qur’an, paling tidak derajat mereka masih naik sedikit, satu level di atas golongan keempat yang akan dijelaskan berikut ini.

Keempat, orang munafik/pendosa yang tidak membaca Al-Qur’an.
وَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الْحَنْظَلَةِ طَعْمُهَا مُرٌّ وَلاَ رِيْحَ لَهَا


“Perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an seperti Handhalah (labu pahit), rasanya pahit dan tidak ada aromanya.”
Di riwayat yang lain disebutkan:
 وَ مَثَلُ الْفَاجِرِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الْحَنْظَلَةِ طَعْمُهَا مُرٌّ وَلاَ رِيْحَ لَهَا
“Perumpamaan seorang pendosa yang tidak membaca Al-Qur’an seperti Handhalah (labu pahit), rasanya pahit dan tidak ada aromanya.”
Kelompok terakhir inilah yang paling parah. Mereka diibaratkan buah handhalah, sejenis buah labu, bentuknya seperti semangka tapi ukurannya lebih kecil, warnanya hijau kekuning-kuningan. Buah ini tidak memiliki aroma yang harum sebagaimana buah limau atau daun kemangi. Dan jika dibelah dan dimakan isinya, rasanya sangatlah pahit. Tak ayal jika orang Arab menjadikan buah handhalah sebagai simbol kepahitan. Itulah perumpamaan orang munafik/pendosa yang tidak mau membaca Al-Qur’an sama sekali. Ia bagaikan sampah atau parasit yang tiada guna. Kadang keberadaannya justru meresahkan dan merugikan masyarakat di sekitarnya. Ketiadaannya malah menjadi berkah tersendiri dan patut disyukuri.
            Tapi di luar itu, ada satu catatan penting yang harus diperhatikan. Orang-orang seperti ini suatu saat akan bermanfaat jika kita sebagai masyarakat mampu mendidik dan memberdayakan mereka dengan baik. Meskipun kondisi mereka saat ini berada di level terendah, kita tetap berkewajiban untuk mengajak mereka menuju level yang lebih tinggi. Setiap manusia berhak atas pendidikan dan pengajaran. Dan sebagai sesama manusia dan sesama makhluk Tuhan, kita punya tanggung jawab besar untuk memperkenalkan Allah kepada mereka yang belum begitu mengenal-Nya.
            Untuk mencapai tujuan mulia itu, kita perlu menjadikan Al-Qur’an sebagai bahan bacaan sehari-hari. Sekali lagi, bukan hanya membacanya secara tekstual, tapi juga harus meresapi makna kandungannya, dan mengamalkan ajarannya yang penuh dengan petunjuk Tuhan, yang harus disebarkan dengan santun dan kasih sayang sebagaimana yang dicontohkan sang junjungan, Muhammad Saw. nabi akhir zaman. Semoga Allah meridhoi langkah-langkah kita. Aamiin.
***








Tidak ada komentar:

Posting Komentar