Edisi 6 th VI : 13 Januari 2015 M / 23 Rabiuts tsani 1436 H
INVESTASI AKHIRAT
Penulis: ust. Mahfud (TPQ Miftahul
Huda, Jenes)
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan
banyak anugerah kenikmatan pada kita semua. Kenikmatan yang paling besar tentu
saja nikmat iman dan islam yang bersemayam dalam jiwa kita. Dengan kenikmatan
terbesar ini, kita akan mampu merasakan kenikmatan-kenikmatan lainnya dengan
cara yang benar sesuai syari’at. Shalawat dan salam semoga tercurah pada nabi
Muhammad saw, yang telah membawa cahaya terang bagi segenap penghuni dunia ini.
Di dunia yang
fana ini, setiap manusia pasti mempunyai angan-angan atau cita-cita. Cita-cita manusia adakalanya cita-cita duniawi, adakalanya juga cita-cita ukhrawi. Sebuah kesalahan apabila seseorang mementingkan akhirat saja tanpa memperdulikan kebahagiaan di dunia. Mari
kita cermati firman Allah swt dalam al-Qur’an surat al-Qashash ayat 77: "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan." Dalam konsep ini, kita tetap harus memperhatikan
porsi dunia maupun akhiratnya. Tentu kesalahan yang
lebih besar apabila seseorang mementingkan dunia saja dan melupakan akhirat. Sebab akhirat itu jauh lebih baik daripada dunia, apabila dibandingkan tentu saja tidak sebanding. Sebagaimana firman Allah swt dalam
surat al-An’am ayat 32: “Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main
dan senda gurau belaka. Dan sungguh negri akhirat itu lebih baik bagi
orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” Keseimbangan antara dunia dan akhirat adalah impian ideal
setiap manusia. Sebab Al-Qur’an telah mengajarkan agar manusia memohon kepada Allah
swt, agar diberi kebahagiaan dunia dan akhirat, sebagaimana
termaktub dalam surat al-Baqarah ayat 201: “Ya
Allah, berikanlah kepada Kami kebaikan di dunia, berikan pula
kebaikan di akhirat dan lindungilah Kami dari siksa neraka.”
Setiap manusia hendaknya menjadi manusia yang cerdik untuk menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Lalu seperti apakah manusia cerdas sesuai dengan Islam. Dari Abu Ya’la Syaddad bin
Ausra., dariNabi SAW, beliau bersabda: “Orang yang
cerdik adalah orang yang selalu menjaga dirinya dan beramal untuk bekal sesudah mati.
Sedangkan orang yang kerdil yaitu orang yang hanya mengikuti hawa nafsunya namun ia mengharapkan berbagai harapan kepada Allah.” (HR.
Tirmidzi no. 2459). Marilah kita merenung berapa lama hidup di dunia ini, sedang akhirat kekal abadi. Maka tidak salah apabila Rasulullah saw menyebut orang
yang menjaga dirinya dan beramal sesudah mati adalah orang yang cerdik. Hidup di dunia ini tidaklah abadi, sebentar saja, bagaimana agar pahala amal kita bias abadi? Bagaimana agar
setelah kematian dating, pahala terus mengalir kepada kita? Kalau dalam dunia perdagangan kita mengenal investasi. Kita hanya mengeluarkan modal, setelah itu kita akan menerima pembagian
profit atas usaha yang dilakukan oleh orang yang menjalankan usaha dengan modal
kita tersebut. Rasulullah saw: “Jika keturunan Adam meninggal,
maka amalnya terputus kecuali dari tiga perkara,
sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakannya.'' (HR Muslim). Inilah tiga amal yang tidak akan terputus, artinya pahala dari amal itu senantiasa mengalir kepada kita.
Pertama, Sedekah Jariyah, yang dimaksud adalah wakaf yakni: menahan sesuatu yang boleh dimanfaatkan bagi tujuan kemaslahatan serta kekal zatnya sebagai ( taqarrub)
pendekatan diri terhadap Allah swt. Firman Allah swt: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan
(yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang
kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan,
maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (Surah
Ali ‘Imran, ayat 92). Banyak sekali kebaikan yang dapat kita lakukan seperti membangun madrasah, membangun masjid, membangun pondok pesantren atau tempat-tempat
yang digunakan untuk majelis ta’lim. Rasulullah saw bersabda: ”Barangsiapa yang membangun sebuah masjid
karena mengharapkan keridhaan Allah SWT, maka Allah akan membangun untuknya sebuah rumah di
surga.” (H.R Bukhari dan Muslim). Orang yang membangun masjid misalnya, akan selalu mendapat aliran pahala selama tanah atau masjid
itu dipakai untuk kebaikan, untuk shalat berjamaah, untuk membaca al-Qur’an,
pengajian dan lain-lain.
Kedua, Ilmu yang bermanfaat. Indikasi ilmu yang bermanfaat ilmu itu diamalkan, setelah ilmu itu diamalkan baru diajarkan kepada orang lain.
Ilmu yang diajarkan kepada orang lain itu apabila diamalkan, maka pahalanya akan terus mengalir kepada orang
yang mengajarkan, tanpa mengurangi pahala orang yang mengajarkan. Dalam sebuah hadits nabi Muhammad
saw bersabda: Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang
menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang
yang melakukannya. [HR Muslim, 3509].
Ketiga, Anak shaleh
yang mendoakan orangtuanya. Anak adalah idaman-idaman setiap orang tua. Anak yang baik akan menjadi pensiunan bagi orang tuanya. Anak yang shaleh tak henti-hentinya mendoakan kedua
orang tuanya, semenjak orang tuanya hidup hingga kedua
orang tuanya meninggal dunia. Doa anak
yang shaleh disertai dengan ketulusan dan kesungguhan sebab ia sadar kepandaian
yang ia miliki tak lepas dari peran kedua
orang tuanya. Hikmah dari adanya hadits ini adalah
orang tua hendaknya memperhatikan pendidikan, akhlaq dan ibadah anaknya, sebab pada akhirnya kebaikannya kembali kepada
orang tua juga. Selanjutnya hadits ini menunjukkan bahwa doa
orang yang hidup bermanfaat bagi orang yang telah meninggal dunia dan tidak diartikan yang bermanfaat hanya dari anak yang shaleh saja. Maka dari itu disyariatkan shalat mayit. Selain itu ada pesan implicit disunahkannya pernikahan, sebab salah satu keutamaan dari pernikahan adalah mendapatkan keturunan
yang shaleh. Bahkan dalam islam dianjurkan untuk memohon agar diberi keturunan anak
yang shaleh. Firman Allah swt: (Wahai Rabb kami, karuniakanlah pada kami dan keturunan kami serta istri-istri kami penyejuk mata kami. Jadikanlah pula kami
sebagai imam bagi orang-orang yang bertakwa) (QS. Al
Furqon:74). Dalam surat lain Allah
swt berfirman: (Wahai Rabbku, ilhamkanlah padaku untuk bersyukur atas nikmat-Mu yang telah Engkau karuniakan padaku juga pada orang tuaku. Dan ilhamkanlah padaku untuk melakukan amal shaleh yang Engkau ridhai dan perbaikilah keturunanku) (QS. Al Ahqaf:15).
Demikianlah
sekelumit tentang amal yang tidak terputus dan akan menjadi dana pensiun abadi
bagi siapapun yang bersedia. Memang semua yang tersebut di atas tidaklah
semudah membalikkan telapak tangan. Namun jika kita bersungguh sungguh dan
ikhlas, tentu kita mampu mendapatkannya. Jika tidak ketiganya, mungkin salah
satu saja. Jika ingin sedekah jariyah, maka kita harus kaya terlebih dahulu. Jika
ingin ilmu yang bermanfaat, maka kita harus pandai terlebih dahulu. Jika ingin
anak shaleh yang mendoakan, maka kita harus mendidik anak dengan baik terlebih
dahulu. Semoga Allah menganugerahkan karuniaNya pada kita untuk mendapatkan
salah satu kesempatan tersebut.