buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Minggu, 22 Maret 2015

MEMILIH JALAN YANG BENAR



Edisi 49 th V : 5 Desember 2014 M / 13 Shaffar 1436 H
MEMILIH JALAN YANG BENAR
Penulis: ust. Herul Sabana (TPQ al-Mansyur, Mangkujayan)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah menciptakan manusia serta menjadikannya penghuni bumi yang paling dominan sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 30: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malai-kat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.". Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada Nabi Muhammad saw sebagai sebaik-baik suri tauladan dan sudah semestinya kita mengikuti apa-apa yang menjadi sunnah beliau.
                        Manusia adalah makhluk yang “berkuasa” di bumi. Manusia memiliki ke-kuatan untuk mengelola tumbuhan maupun hewan menurut apa yang dimaui. Namun demikian, manusia harus menyadari segala kelemahannya yang tidak mampu “mencipta” maupun “hidup abadi”. Allah telah memberikan peringatan dalam al-Qur’an surat Yunus ayat 56: “Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” Dengan demikian, manusia haruslah secara bijaksana menentukan pilihan jalan hidupnya selama di dunia, karena pilihan jalan di dunia akan menentukan kehidupan di akhirat kelak. Jika manusia mampu memilih jalan yang benar maka ia akan selamat dalam kehidupan abadi di akhirat. Namun sebaliknya jika memilih jalan yang salah maka akan celaka dalam kehidupan abadi di akhirat.

Memilih jalan yang benar akan mengantarkan manusia pada keberuntungan. Jalan yang benar tersebut adalah jalan takwa. Dengan berlandaskan keimanan yang senantiasa dipupuk dengan jalan takwa, maka seseorang akan merasakan keberuntungan dan kenikmatan hidup di dunia dan akhirat. Semakin tinggi tingkat ketakwaan seseorang maka ia akan semakin tawadlu’ dan berbudi pekerti yang baik. Di sisi Allah, dia termasuk hamba yang mulia dengan ketakwaannya tersebut. Sedangkan di dunia, ia akan diterima dengan baik oleh masyarakat sekitar sehingga mulia di kalangan manusia. Dengan begitu, ia akan senantiasa mengalami kemudahan ketika mempunyai hajat dengan orang lain. Allah telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Lail ayat 5-7: “Adapun orang yang (ikhlas) memberi dan bertakwa, dan membenarkan terhadap kebaikan, maka Kami akan permudah ia kepada kemudahan.” Ayat ini merupakan jaminan dari Allah terhadap orang yang memilih jalan yang benar yaitu jalan takwa.
            Pada hakikatnya manusia itu tidaklah mengetahui apapun yang terjadi. Bah-kan manusia juga cenderung tidak mampu juga mengingat banyak hal yang telah terjadi. Kita tidak mampu mengingat apa yang terjadi dan kita lakukan ketika berada di rahim ibu. Kita sama sekali tidak ingat bahwa ketika di dalam rahim ibu, kita telah disumpah untuk mengakui bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa yang tiada apapun yang sepadan dengan-Nya. Pada saat itupun kita telah diberi ketentuan rizki oleh Allah. Ada baiknya kita perhatikan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim: “Dari Abdullah berkata: Rasulullah bercerita kepadaku bahwa dialah orang yang benar dan dibenarkan: Sesungguh-nya seseorang diantara kamu dikumpulkan kejadiannya dalam perut (rahim) ibunya selama 40 hari dalam keadaan nutfah, kemudian menjadi ‘alaqah selama periode yang sama, kemudian menjadi mudghah dalam periode yang sama juga, kemudian malaikat diutus untuk meniupkan ruh kepadanya, dan malaikat itu disuruh menentukan 4 hal yaitu tentang rizkinya, kematiannya, amal perbuatannya, dan apakah ia celaka atau bahagia.” Kemudian sejalan dengan hadits tersebut mari kita renungkan al-Qur’an surat al-Ankabut ayat 17: “…sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rizqi kepadamu, maka mintalah rizqi itu di sisi Allah dan sembahlah Dia serta bersyukurlah kepadaNya. Hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan.”
Jika kita menyadari bahwa yang menghidupkan kita adalah Allah, kemudian yang memenuhi segala hajat kita di dunia ini adalah juga Allah, kemudian yang mematikan kitapun adalah juga Allah, maka tentunya kita harus mau memilih jalan kebenaran yang ditunjukkan oleh Allah melalui peningkatan ketakwaan. Banyak sekali metode untuk meningkatkan ketakwaan tersebut, beberapa diantaranya disampaikan oleh Khalifah Utsman Bin Affan yang merupakan tausiah bagi kaum muslimin saat itu. Metode tersebut adalah sebagai berikut

Ø  Melaksanakan kewajiban-kewajiban yang ditentukan oleh syari’at agama Islam, baik yang hablum min Allah maupun yang hablum minan nas. Kewajiban-kewajiban tersebut akan memotivasi manusia untuk semakin taqarrub pada Allah melalui berbagai macam ibadah yang dilakukan. Dengan demikian ketakwaan akan semakin meningkat.
Ø  Menjauhi apa yang dilarang dengan ketentuan syari’at agama Islam. Jika kita kaji lebih dalam, apapun yang dilarang dalam syari’at sesungguhnya bertujuan untuk kebaikan diri manusia sendiri. Larangan-larangan tersebut merupakan sarana untuk menata manusia agar hidup lebih baik bersama lingkungannya sekaligus dapat hidup damai tentram untuk kemudian khusuk dan istiqomah dalam beribadah sebagai wujud ketakwaan pada Allah.
Ø  Jika dua metode diatas bersifat individual, maka yang berikutnya ini bersifat sosial kemasyarakatan, yaitu Amar ma’ruf (mengajak ke jalan kebenaran /kebaikan). Hal ini dapat dilakukan dari lingkup terkecil yaitu keluarga. Jika sudah mampu melaksanakannya dan berhasil dalam lingkup keluarga, maka bisa dilebarkan ke ruang lingkup yang lebih luas, yaitu masyarakat sekitar. Tentu saja amar ma’ruf ini harus disertai aplikasi keteladanan dari diri kita dulu agar orang lain meniru ataupun mengikuti ajakan kita.
Ø  Metode yang bersifat sosial kemasyarakatan berikutnya yaitu nahi munkar (mencegah keburukan). Ini adalah metode yang cukup berat, karena memang resiko nahi munkar itu lebih besar dari pada amar ma’ruf. Karena itulah nahi munkar harus dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu, baru kemudian kepada orang lain.
Jika kita mampu melaksanakan metode-metode tersebut di atas, maka insyaAllah kita akan mampu meningkatkan ketakwaan dan mengaplikasikan apa yang terkandung dalam al-Qur’an surat Ali Imron ayat 110: “Kamu adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia, supaya kamu amar ma’ruf nahi munkar.” Semoga kita termasuk orang yang berada di jalan kebenaran, jalan yang lurus yang diridloi oleh Allah. Aamiin...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar