Edisi
50 th V : 12 Desember 2014 M / 20 Shaffar 1436 H
PENGHARAPAN
Penulis: ust. Marsudi (TPQ
ad-Darajaat, Mayak)
Segala puji bagi Allah yang telah
berfirman dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 286: “Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggu-pannya. Ia mendapat pahala
(dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia menda-pat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum
kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada
orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami
apa yang tak sanggup kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan
rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang
kafir." Shalawat
dan salam semoga tetap tercurahkan pada nabi Muhammad saw, sang pelopor
pencerahan dalam ketauhidan manusia.
Kita
menjalani kehidupan dari hari ke hari, minggu ke minggu, dan seterus-nya.
Setiap saat pasti ada masalah yang menghampiri. Sangatlah tidak mungkin ada
manusia yang tidak mengalami masalah. Masalah ini boleh jadi masalah yang
menye-dihkan, namun bisa jadi juga masalah yang menyenangkan. Dalam
menghadapinya, tentu kita harus meyakini bahwa apapun bentuk masalah tersebut
merupakan ujian dari Allah. Dan dalam setiap ujian tersebut, tidaklah mungkin
Allah salah dalam memberi ujian pada manusia, dalam arti tidak mungkin Allah
memberi ujian atau masalah yang tidak ada solusinya bagi manusia. Oleh
karenanya ketika manusia menghadapi masalah, selayaknya selalu ada pengharapan
pada Allah.Dalam kitab Riyadhus-Shalihin bab ikhlas dan niat, disebutkan ada sebuah hadits panjang yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dimana hadits ini berasal dari Abdullah bin Umar ra yang berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda (bercerita): “Di jaman dahulu, ada tiga orang penjelajah tersesat di hutan dan bermalam di gua. Mereka tidak mengira akan terjadi sebuah musibah yaitu sebuah batu besar jatuh dari atas bukit dan menutup pintu goa, sedang mereka bertiga tidak dapat bergerak lagi. Mereka bingung mencari jalan keluarnya. Maka mereka segera bermusyawarah dengan cepat, salah seorang diantaranya berkata: “Satu-satunya jalan yang dapat mengatasi permasalahan ini hanyalah memanjatkan do’a kepada Allah swt disertai tawassul mengungkap amal kebaikan yang pernah kita lakukan dulu.” Kemudian salah seorang dari mereka mengawali do’a: “ya Allah, karena baktiku pada kedua orang tuaku ketika mereka masih hidup, tidak seorangpun dari keluarga atau pembantuku diperbolehkan minum susu sebelum kedua ayah ibuku lebih dahulu meminumnya. Pada suatu hari aku terlambat pulang dari pekerjaanku hingga larut malam. Aku temui ayah ibuku sudah tidur nyenyak. Lalu aku memerah susu, namun aku enggan membangunkan mereka berdua, sedang tidak seorangpun diperkenankan minum susu tersebut. Aku menunggui mereka tidur hingga terbit fajar, maka bangunlah keduanya dan meminum susu yang kuperah tadi malam. Padahal semalam anak-anakku menangis ingin meminum susu tersebut dan mereka merengek-rengek di dekat kakiku. Ya Allah, jika semua itu kulakukan semata mencari ridha-Mu, maka tolonglah kami dalam mengatasi kesulitan yang tengah kami hadapi dalam goa ini.” Alkisah, batu yang menutupi pintu goa tersebut bergeser sedikit dari tempatnya, tetapi mereka belum bisa keluar juga. Lalu orang kedua memulai do’anya: “Ya Allah, aku pernah mencintai gadis keponakanku sendiri (anak pamanku). Setiap saat aku merayu dan ingin melampiaskan nafsu birahi padanya, namun ia selalu menolaknya. Di suatu musim paceklik, keluarganya kehabisan makanan. Dan pada suatu hari ia dating minta bantuan pangan padaku. Aku segera mengambil uang 120 dinar dengan syarat ia mau menuruti pelampiasan nafsu birahiku di malam harinya. Maka ketika malam tiba, iapun datang memenuhi janjinya. Dan saat aku sudah berada di antara kedua kakinya, tiba-tiba ia memberi peringatan kepadaku dan berkata: “Bertakwalah kamu kepada Allah dan jangan kau nodai aku, jangan kau renggut keperawananku kecuali dengan ikatan pernikahan yang sah.” Kemudian aku segera membatalkan niat buruk tersebut dan bangun tidak jadi memperdayainya, padahal nafsu birahiku masih bergelora. Dan uang 120 dinar itu kuserahkan dengan tulus ikhlas tanpa mengharap imbalan apapun darinya. Ya Allah jika semua itu kulakukan semata mencari ridha-Mu, maka bebaskanlah kami dari musibah ini.” Alkisah, batu yang menutupi goa tersebut pun bergeser lagi dari tempatnya, namun belum cukup untuk menjadi pintu keluarnya.
Akhirnya
orang ketigapun mulai memanjatkan do’anya: “Ya Allah, dulu aku adalah seorang
yang memiliki usaha bisnis dengan memiliki banyak karyawan. Pada suatu hari
ketika aku membagikan upah pada para karyawan tersebut, salah seorang
diantaranya pulang ke rumahnya tanpa mengambil upah yang kusediakan, dan ia
tidak kembali lagi bekerja. Maka uang upah tersebut aku jadikan modal usaha
lagi. Hari demi hari, minggu berganti bulan dan tahun, berkembanglah uang
tersebut menjadi kekayaan. Sesudah melewati masa waktu yang cukup lama,
datanglah karyawan dulu itu menagih upah yang dulu belum diambilnya: “Wahai
Abdullah, aku meminta upahku yang dulu itu.” Aku pun berkata: “Ambilah semua
harta kekayaan di hadapanmu yang semula dari modal upahmu itu, berupa hewan
ternak dan penggembalanya.” Ia tercengang dan berkata: “Kau jangan menghinaku
wahai Abdullah.” Maka aku pun menyahut: “Tidak, bukan aku menghinamu.” Akhirnya
semua harta yang kusebutkan diambilnya tanpa sisa. Ya Allah, jika semua itu
kulakukan untuk mencari ridha-Mu, maka bebaskanlah kami dari musibah ini.”
Alkisah, batu yang menutupi goa bergeser lagi sehingga mereka pun dapat keluar
dengan selamat.”
Beberapa hal yang dapat ditarik kesimpulan dari hadits tersebut di atas
adalah bahwa ada keikhlasan yang luar biasa yang hanya mengharap ridha Allah,
pada saat sebenarnya orang memiliki kesempatan dan kekuatan untuk berbuat lebih
dari yang dia mau namun dia tidak mau melakukannya, ternyata hal tersebut
menjadi catatan tersendiri di sisi Allah. Jika pada saatnya dia tidak lagi
memiliki kesempatan dan kekuatan untuk melakukan sesuatu hal yang sekiranya
dapat menolong dirinya sendiri, maka dengan penuh pengharapan pada pertolongan
Allah, berbekal keikhlasan yang dulu pernah dilakukan, ternyata dapat menjadi
sebab atas terbukanya pertolongan dari Allah.
Semoga kita semua dapat menjadi orang yang
ikhlas dalam melakukan segala hal dengan hanya mengharap ridha dari Allah atas
apa yang telah kita lakukan tersebut. Aamiin …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar