Edisi 01 th VI : 2
Januari 2015 M / 11 Rabiul Awwal 1436 H
HAMDALAH
Penulis: ust. Marsudi (TPQ ad-Darajaat,
Mayak)
Segala puji
hanyalah bagi Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat Huud ayat 9: “Dan jika
Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat
itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima
kasih.” Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan pada nabi
Muhammad saw, tempat segala macam contoh terbaik bagi seluruh umat manusia dari
jaman Islam saat mulai terpancar di tanah Arab sampai masa sekarang ketika
Islam sudah menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Kita hidup di
dunia ini telah sekian lama. Hari berganti minggu, kemudian berganti bulan,
serta berganti tahun. Beragam peristiwa telah terjadi, baik yang manis maupun
yang getir. Dari kutipan ayat ke 9 surat Huud, telah disinggung bahwa sebelum
rasa getir selalu ada rasa manis yang mendahuluinya. Hanya saja kita terkadang
tidak sempat untuk merasakan manisnya, atau semua terasa berlangsung begitu
cepat. Terkadang kita hanya merasa getir saja sepanjang hari. Terkadang kita
hanya berkeluh kesah saja terkait pekerjaan yang tiada habisnya atau rutinitas
yang senantiasa menanti. Akan tetapi Allah telah mengingatkan kita melalui
al-Qur’an surat ar-Rahman dengan pengulangan ayat yang banyak sekali yaitu
lafadz: fabiayyi ala-i rabbikuma tukadzdziban yang artinya “maka nikmat
dari Tuhanmu yang mana lagi yang dapat kau dustakan”.
Hitungan kalender telah membuka babak baru, dan
tentu kita sesungguhnya tidak mampu menghitung seberapa banyak nikmat yang
telah diberikan oleh Allah pada tahun lalu. Sementara itu kita telah dinanti
dengan lebih banyak lagi kenikmatan
yang telah
disiapkan oleh Allah. Selama setahun ke depan, kita harus mampu hidup lebih
baik dari tahun lalu. Untuk itu kita harus punya program-program dan rencana
perbaikan diri agar tidak menjadi orang yang rugi. Rasulullah saw sudah
menyatakan bahwa “Orang yang keadaannya lebih baik dari kemarin adalah
orang yang beruntung, sedang orang yang keadaannya sama seperti kemarin adalah
orang yang rugi, adapun orang yang keadaannya lebih buruk dari kemarin adalah
orang yang celaka.” Semua orang pasti mendambakan hidup yang lebih baik
dari kemarin. Namun sebagai seorang muslim, selayaknya kita tidak hanya
memikirkan peningkatan kemampuan dan pencapaian keduniaan saja, melainkan juga
akhirat. Hal ini sejalan dengan peringatan yang diberikan Allah melalui
al-Qur’an surat ar-Ra’d ayat 26: “Allah meluaskan rizqi dan
menyempit-kannya bagi siapa saja yang dikehendaki. Dan mereka (manusia) pun
bergembira dengan kehidupan dunia, padahal kehidupan dunia dibanding akhirat
hanyalah kesenangan yang sedikit.”
Dengan terbukanya
kalender baru, tentu kita harus menyiapkan semangat baru. Tidak boleh ada kata
“putus asa” ataupun “menyerah”, baik dalam ikhtiyar maupun tawakkal, dalam
usaha maupun doa. Ibnu Athaillah mengingatkan kepada kita semua agar kita tidak
berputus-asa dalam berdoa. Mengapa demikian? Karena nafsu manusia seringkali
muncul ketika Allah menunda ijabah atau pengabulan doa-doa kita. Dalam keadaan
demikian manusia seringkali berputus-asa, dan merasa bahwa doanya tidak dikabulkan.
Sikap putus asa disebabkan karena manusia merasa bahwa apa yang dijalankan
melalui doa, akan benar-benar memunculkan pengabulan dari Allah. Tanpa disadari
bahwa ijabah adalah hak Allah bukan
hak hamba.
Manusia hanyalah makhluk yang bisa berusaha dan
berdoa. Segala macam penentuan dari usaha merupakan hak mutlak milik Allah.
Maka dari itu, selayaknya segala macam usaha itu diiringi dengan doa. Sedangkan
ijabah doa adalah hak Allah juga. Al-Qur’an telah mengisaratkannya dalam surat
ar-Ra’d ayat 14: “Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar
...”. Oleh karenanya berkaitan dengan ijabah doa ini, tentu kita harus
memperhatikan sabda Rasulullah saw dalam salah satu hadits: ”Tidak
seorang pun berdoa, melainkan ia berada di antara salah satu dari tiga kelompok
ini: Kadang ia dipercepat sesuai dengan permintaannya, atau ditunda
(pengabulannya) demi pahalanya, atau ia (tidak dikabulkan) dihin-darkan dari
keburukan yang menimpanya.“ (HR
Ahmad). Dari hadits tersebut, tentunya dapat dipahami bahwa kita sebagai
manusia biasa harus sabar dalam berdoa. Kita tidaklah mungkin memaksakan doa
kita dikabulkan atau diijabahi. Kita juga tidak boleh berburuk sangka pada
Allah perihal ijabah doa kita. Sebuah hadits lagi sangat tepat untuk kita
perhatikan: ”Doa di antara kalian bakal di ijabahi, sepanjang
kalian tidak tergesa-gesa, (hingga akhirnya) seseorang
mengatakan: aku telah berdoa, tapi tidak diijabahi untukku.“ (HR. Bukhari-Muslim).
Sebagai manusia biasa, boleh jadi suatu saat kita sangat membutuhkan
sesuatu, sedang yang dapat kita lakukan hanyalah berdoa. Kemudian doa tersebut
tidak diijabahi. Rasa putus asa pun datang. Bisa jadi kita mempertanyakan di
mana sebenarnya Allah, kenapa doa kita tidak terkabul padahal kita sangat
membutuhkan nya. Bila hal seperti itu menghinggapi kita, maka selayaknya kita
mengingat al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 186: “Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku
adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon
kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Lalu jika memang Allah dekat dengan hamba, mengapa doa kita tidak diijabahi?
Bisa jadi karena kita lupa mensyukuri nikmat yang kita dapatkan sebelumnya
serta kita hanya mengingat Allah ketika sedang membutuhkan. Padahal al-Qur’an
telah mengingatkan melalui surat Ibrahim ayat 7: “dan (ingatlah juga)
tatkala Tuhanmu memaklumkan; sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sungguh
azab-Ku sangat pedih". Bisa jadi karena kita lupa bersyukur, maka
kita diazab dengan doa yang tak diijabahi.
Adapun untuk mengantisipasi agar kita tidak lupa
bersyukur atas segala nikmat dari Allah, maka teknik termudah adalah dengan
sesering mungkin mengu-capkan bacaan hamdalah. Dalam hadits yang berasal dari
Jabir, Rasulullah saw telah bersabda: "Allah tidak memberi suatu
nikmat kepada seorang hamba, kemudian ia mengucapkan alhamdulillah, kecuali
Allah menilai ia telah men-syukuri nikmat itu. Apabila ia mengucapkan
alhamdulillah yang kedua, maka Allah akan memberinya pahala yang baru lagi.
Apabila ia mengucapkan alhamdulillah untuk yang ketiga kalinya, maka Allah
mengampuni dosanya." (HR Hakim dan Baihaqi). Hadits ini sinkron dengan hadits lain: “Sebaik-baik
dzikir adalah Laa ilaha illallah, dan sebaik-baik doa adalah al-hamdulillah.”
(HR At-Tirmidzi).
Oleh karena itu,
sudahkah anda mengucapkan hamdalah hari ini???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar