Edisi 13 th VII : 25 Maret 2016 M / 16 Jumadil Tsani 1437
H
PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Penulis:
ust. Marsudi, S.Pd.I (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Maha suci Allah yang telah berfirman
dalam al-Qur’an surat Ali ‘Imran ayat 79 yang artinya “tidak wajar bagi seorang
manusia yang telah diberi al-Kitab, hikmah dan kenabian oleh Allah, lalu
berkata kepada manusia lain: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku
bukan penyembah Allah." akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu
menjadi orang-orang Rabbani [orang yang sempurna ilmu dan takwanya kepada
Allah], karena kamu selalu mengajarkan al-kitab dan disebabkan kamu tetap
mempelajarinya.” Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan pada nabi
Muhammad saw sebagai suri tauladan sempurna bagi segenap umat manusia sampai
akhir jaman.
Umat Islam diperintahkan untuk iqra’
yang diartikan membaca atau dimaknai belajar ataupun mencari ilmu. Pangkal dari
perintah ini tentu saja ayat al-Qur’an yang pertama diturunkan yaitu surat
al-‘Alaq ayat pertama yang artinya “Bacalah dengan menyebut nama
Tuhan-mu Yang Menciptakan”, kemudian akan bermuara ayat ke 102 dari
surat Ali ‘Imran yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali
kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” Jika kedua
ayat ini kita tarik benang merahnya dengan ayat 79 surat Ali ‘Imran pada "…
hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al-kitab
dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya” maka kita bisa membuat sebuah
pandangan bahwa kita diperintahkan untuk membaca/belajar sepanjang
kehidupan kita karena kita selalu
mengajarkan kitab dan tetap mempelajarinya sampai kita mati dalam keadaan Islam
yang kaffah. Benang merah ini menunjukkan betapa pentingnya
pendidikan seumur hidup. Kita mungkin sudah akrab dengan hadits yang artinya “Tuntutlah
ilmu sejak dalam buaian hingga liang lahat”. Hadits ini masih
diperselisihkan ke-shahih-annya karena memang tidak jelas perawinya
serta tidak terdapat dalam kitab-kitab hadits yang masuk dalam kategori kutubus-sittah
(enam kitab hadits riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, an-Nasa’i, dan
Ibnu Majah) bahkan dalam kutubut-tis’ah (kutubus-sittah ditambah
riwayat Imam Malik, Imam Ahmad, dan ad-Darimi). Terlepas dari hal tersebut, tentu
makna kalimat dalam matannya layak kita implementasikan sebagai
penyemangat bagi kita dalam menempuh pendidikan seumur hidup.
Dalam
konteks ini, kita perlu memahami bahwa yang dimaksud dengan “pendidikan”
merupakan segala macam jenis pendidikan, bukan
cuma pendidikan dalam konsep sekolah formal seperti SD
hingga Perguruan Tinggi. Jika pendidikan hanya diasumsikan sebagai pendidikan
formal, maka segala sesuatu akan terbentur pada “biaya” dan “batasan umur”.
Namun jika kita mengambil sudut pandang bahwa pendidikan merupakan segala
sesuatu yang kita lakukan dengan tujuan mempelajari sesuatu untuk merubah diri
kita agar lebih baik, maka kita bisa menganggap apapun yang ada di hadapan kita
sebagai materi pendidikan. Selain itu, pendidikan akan dapat dilaksanakan
kapan pun dan di mana pun tempatnya.
Jika dalam pola pikir kita
sudah terpateri tentang pendidikan, maka kita bisa mewujudkannya dalam setiap
kesempatan yang kita miliki. Mungkin saat kita ngopi di warung, kita bisa
berbicara atau diskusi ringan tentang hal-hal yang sekiranya bisa memajukan
segala usaha kita, baik usaha dunia (pekerjaan) maupun usaha akhirat (ibadah). Begitu
juga saat kita istirahat dari pekerjaan di sawah atau di pasar atau di tempat
mangkal kendaraan. Segala tempat dapat kita jadikan majelis ilmu. Dalam konsep
inilah kita dapat terus berpacu mencari ilmu dalam ranah pendidikan seumur
hidup. Kita juga akan bisa memanfaatkan waktu
dengan sebaik-baiknya, berbagi ilmu tanpa kita sadari akan mendapatkan pahala.
Pada point inilah kedudukan niat menjadi sangat penting. Jika kita bertemu
teman dan kemudian kita niatkan belajar bersama dalam diskusi membuka wawasan
ilmu, maka hal ini akan berpahala besar dan memberikan efek luar biasa bagi
kita. Sebuah hadits Rasulullah saw yang artinya “Barangsiapa yang
menempuh perjalanan untuk mencari ilmu maka akan Allah mudahkan baginya jalan
menuju surga.” (HR Muslim, at-Tirmidzi, Abu Daud dan Ibnu Majah). Matan
hadits ini sangat sinkron dengan atsar Ali bin Abi Thalib yang menjelaskan bahwa: “Barang
siapa yang menghendaki kebahagiaan dunia, maka harus memakai ilmu, barang siapa
yang menghendaki kebahagiaan akhirat harus memakai ilmu, dan barang siapa yang
menghendaki keduanya, maka juga harus memakai ilmu.”
Bagi kita yang memang sudah berumah tangga dan sudah menanggung
biaya hidup orang lain, namun masih ingin mencari ilmu, kita masih bisa
memanfaatkan banyak media. Kita bisa membaca
buku-buku yang ditulis oleh penulis yang dapat dipertanggungjawabkan. Kita juga masih bisa menghadiri majelis ta’lim dengan
nara sumber ustadz-ustadzah yang berkompeten di bidangnya. Kita juga bisa
mendengarkan radio ataupun melihat televisi yang menyajikan acara dakwah Islam.
Sesungguhnya usia bukanlah hambatan untuk belajar karena
memang pendidikan dilaksanakan seumur hidup. Pengalaman penulis beserta ketua
Pengurus TPQ NU Kortan Ponorogo, pada awal Maret 2016 lalu, mengisi sebuah
kegiatan belajar bersama
cara membaca al-Qur’an methode an-Nahdliyah di wilayah
Poh ijo Sampung.
Peserta kegiatan adalah para ibu dan nenek di wilayah tersebut. Meski usia
mereka lebih dari sekedar dewasa, namun semangat belajarnya termasuk luar
biasa. Mereka mengikuti kegiatan sampai selesai meski cuaca
mendung dan hujan. Dalam hal ini, mereka telah menunjukkan rasa syukurnya pada
Allah yang telah menciptakan berbagai macam anggota badan. Kaki digunakan untuk
berjalan menuju tempat belajar sedang tangan digunakan untuk mengikuti titian murottal
saat belajar. Telinga untuk mendengarkan setiap materi pelajaran dan mulut
untuk menirukan lafadznya. Sungguh apa yang telah dilakukan tersebut sejalan
dengan al-Qur’an surat an-Nahl ayat 78 yang artinya “dan Allah mengeluarkan
kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia
memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur (untuk
kemudian digunakan mempelajari apa yang belum diketahuinya).” Maka jika
sudah mengimplementasikan ayat 78 dari surat an-Nahl tersebut, layaklah
disinkronkan dengan surat Ibrahim ayat 7 yang artinya “dan (ingatlah
juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."
Semoga Allah meringankan setiap langkah kita dalam
menempuh pendidikan seumur hidup hingga kita mampu sukses mencapai tujuan
akhirnya, yaitu meninggal dunia dalam keadaan Islam secara kaffah. Aamiin ...
***