Edisi 05 th VII : 29 Januari 2016 M / 19 Rabi’uts-Tsani 1437
H
ISLAM RAHMATAN LIL ‘ALAMIN
Penulis:
ust. Mahfud, S.Pd.I (TPQ Miftahul Huda, Jenes)
Segala puji syukur bagi Allah dan
sungguh Maha Suci Allah yang telah
berfirman dalam al-Qur’an surat al-Anbiya’ ayat 107 yang artinya: “Dan
tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.” Shalawat serta salam semoga terlimpah kepada nabi
Muhammad saw, nabi dan rasul akhir zaman yang menjadi rahmat bagi semesta alam.
Diutusnya
Rasulullah saw untuk seluruh alam, tak lain beliau sebagai rahmat. Adapun kata “rahmat” dalam konsep ini
mempunyai makna kasih sayang. Dari ayat ke 107 surat
al-Anbiya’ di atas bisa dipahami bahwa yang mendapat rahmat dari konsep diutusnya
Rasulullah saw tidak hanya orang Islam saja, melainkan seluruh makhluk di alam
semesta.
Umat Islam yang mengikuti ajaran Islam dengan
benar, akan ikut pula menjadi
rahmat bagi semesta alam. Meskipun memang semua agama mengajarkan kebaikan,
namun agama Islam mengajarkannya dengan terperinci, baik hablum minAllah
maupun hablum minan nas. Dalam ajaran Islam diatur bagaimana manusia
agar umatnya senantiasa berbuat baik, bukan berbuat kerusakan. Contohnya ajaran al-Qur’an surat al-A’raf ayat 56 yang
artinya:
“Dan janganlah kamu
membuat kerusakan di muka bumi, sesudah [Allah] memperbaikinya dan berdo’alah
kepada-Nya dengan rasa takut [tidak akan diterima] dan harapan [akan
dikabulkan]. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada
orang-orang yang berbuat baik.”
Tentu ini adalah hal yang luar
biasa. Islam mengajarkan agar manusia berbuat baik, bukan
berbuat kerusakan. Dengan tidak membuat kerusakan di bumi, maka hewan,
tumbuhan, dan seluruh makhluk akan mendapat rahmat dari Agama Islam. Dalam konsep ini, Islam melarang manusia membuat kerusakan
di laut, gunung, hutan dan seluruh alam. Terhadap hewan dan tumbuhan sekalipun
tidak boleh berbuat aniaya. Konsep
ini termuat dalam al-Qur’an surat ar-Rum ayat 41 yang artinya:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari [akibat] perbuatan mereka, agar mereka kembali [ke jalan
yang benar].”
Konsep Islam
menjadi rahmat bagi alam semesta
semisal bagi hewan dalam
contoh seseorang yang hendak berwudlu namun airnya hanya sedikit,
sedangkan ada hewan yang kehausan di
dekatnya, maka hendaklah
air diberikan ke hewan tersebut dan mengganti wudlu dengan tayammum. Dalam hal ini, menyayangi hewan dengan memberikan minum merupakan
hal yang sangat utama dalam Islam. Sebuah
hadits riwayat Muslim menceritakan bahwa karena mengasihi anjing yang kehausan, maka seorang wanita tuna susila bisa diampuni dosanya oleh
Allah dan masuk syurga.
انَّ امْرَأَةً بَغِيًّا رَأَتْ كَلْبًا فِى يَوْمٍ
حَارٍّ يُطِيفُ بِبِئْرٍ قَدْ أَدْلَعَ لِسَانَهُ مِنَ الْعَطَشِ فَنَزَعَتْ لَهُ
بِمُوقِهَا فَغُفِرَ لَهَا
“Ada
seorang wanita pezina melihat seekor anjing di hari yang panasnya begitu terik, anjing tersebut mengelilingi sumur
sambil menjulurkan lidahnya karena kehausan. Maka wanita itu melepas sepatunya (lalu
menimba air dengan
sepatu dan memberi minum si anjing). Ia pun diampuni dosanya karena amal tersebut.”
Contoh lain adalah tatacara menyembelih hewan sebagaimana diterangkan hadits
ini
انَّ
اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا
الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْح وَ ليُحِدَّ أَحَدُكُمْ
شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
“Sesungguhnya
Allah mewajibkan berbuat ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka
bunuhlah dengan ihsan, jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan ihsan.
Hendaknya kalian mempertajam pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.”
(HR. Muslim).
Kalau
menyembelih dengan pisau
tajam hewan maka akan lebih
cepat mati. Tapi dengan pisau
yang tumpul maka tentu hewan tersebut sangat
tersiksa. Misal ada yang menyembelih hewan dengan dipukuli sebagaimana
perbuatan orang-orang yang tidak mengindahkan syari’at Islam dengan memakan
hewan yang tidak halal dagingnya, menyembelihnya pun melalui cara menyiksa.
Hal
tersebut di atas dilihat dari aspek fisik. Adapun yang dari aspek psikologis
pun Islam menjadi rahmat. Dalam menyembelih hewan hendaknya kita tidak mengasah
pisau didepan hewan yang akan disembelih. Sebuah hadits menjelaskan
أَمَرَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَدِّ الشِّفَارِ ، وَأَنْ
تُوَارَى عَنِ الْبَهَائِمِ
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengasah pisau, tanpa memperlihatkannya
kepada hewan.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah ).
Kemudian
dalam ajaran Islam, dilarang mengadu hewan. Misal ayam jago atau kambing jantan.
Kelak di akhirat orang yang suka mengadu ayam tersebut akan diadu, sedangkan
ayamnya berganti posisi sebagai pengadu. Ini juga berlaku bagi orang yang
mengadu kambing, kelak di akhirat orang tersebut akan diadu oleh si kambing
sebagai balasan perbuatannya di dunia.
Dari
sini bisa dipahami kalau bagi hewan saja Islam menjadi sebuah rahmat, apalagi bagi
manusia. Oleh karenanya Islam sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Berkaitan dengan hal ini, Abu Ishaq ash-Shatibi merumuskan lima tujuan hukum
Islam, yakni:
1. Hifdz Ad-Din (Memelihara Agama)
2. Hifdz An-Nafs (Memelihara Jiwa)
3. Hifdz Al’Aql (Memelihara Akal)
4. Hifdz An-Nasb (Memelihara Keturunan)
5. Hifdz Al-Maal (Memelihara Harta)
Islam
melarang berbuat kerusakan, penganiayan kepada dirinya sendiri bahkan kepada
orang lain. Jangan sampai kita menjadi orang yang berbuat aniaya atas nama
kebenaran, bahkan atas nama Islam.
Itulah
sekelumit gambaran bahwa ajaran Islam merupakan rahmat bagi seluruh alam. Tentu
masih banyak ajaran Islam bisa diteliti yang menunjukkan bahwa sebenarnya islam
itu agama yang penuh rahmat. Semoga Allah meridhoi kita agar mampu
mengimplementasikan konsep Islam Rahmatan Lil ‘Alamin …
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar