Edisi 09 th VII : 26 Februari 2016 M / 17 Jumadil Ula 1437
H
TAK ADA HIDUP YANG TANPA PROBLEM
Penulis:
ust. Marsudi, S.Pd.I (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Maha suci Allah yang telah
berfirman dalam al-Qur’an surat al-Hadid ayat 20 yang artinya “ketahuilah,
bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan,
perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang
banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para
petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning
kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah
serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan
yang menipu.” Shalawat dan salam semoga tercurah pada nabi Muhammad
saw, manusia tersabar dalam berbagai penderitaan dan permasalahan yang dihadapi
hingga turut bergelar ulul azmi.
Dalam kehidupan nyata, nabi
Muhammad saw menghadapi berbagai permasalahan atau problematika. Ketika masih
berdakwah periode Makkah, problematika yang dihadapi sangat besar. Masyarakat
sekitarnya sebagian besar menentang dan menganggapnya sebagai musuh. Bahkan
dalam lingkup keluarga besar pun terjadi pertentangan dengan munculnya Abu
Lahab dan Abu Jahal yang memusuhi. Kemudian dalam berdakwah periode Madinah pun
tak luput dari permasalahan atau problematika. Ada peperangan, ada
pengkhianatan, ada penataan masyarakat, dan sebagainya. Berbagai macam
problematika ini bersifat sosial
atau masuk ranah interaktif dengan
orang lain di luar kehidupan rumah tangga atau kepentingan pribadi.
Dalam berbagai buku kajian Islam, kita akan banyak
juga mendapati bahwa dalam kehidupan pribadi, nabi Muhammad saw pun tak luput
dari berbagai problematika. Dalam perjalanan rumah tangga pun beliau
mengalami problem sebagaimana layaknya kita. Dalam salah satu hadits disebutkan
bahwa Rasulullah saw berkata kepada Aisyah: “Sungguh aku tahu kapan
engkau rela dan kapan engkau marah kepadaku”. Aisyah bertanya “Darimana engkau
tahu?” Rasulullah saw menjawab “Bila
engkau rela, maka engkau akan mengatakan `Tidak demi Tuhan Muhammad, dan ketika engkau marah, engkau
mengatakan `Tidak, demi Tuhan Ibrahim”. Aisyah pun berkata “Benar, Demi Allah wahai
Rasulullah, aku tidak menghindar kecuali menyebut namamu saja”. (HR. Bukhari dan Muslim). Dari
hadits ini, kita bisa
mencermati bahwa ternyata ada saatnya terjadi problem yang melibatkan ketidaksepakatan antara Rasulullah
dengan istrinya. Ketika sang istri dalam keadaan marah, meski disimpan dalam
hati sekalipun, maka beliau tetap paham. Lalu bagaimana teknik Rasulullah saw
dalam menghadapi setiap problematika hidupnya? Tentu saja solusi beliau tetap
mengacu pada al-Qur’an dan petunjuk dari Allah.
Ada satu lagi sebuah hadits yang menerangkan
tentang problematika rumah tangga Rasulullah. Diriwayatkan dari Jabir
r.a ia berkata “Suatu hari Abu Bakar ra datang ke rumah Nabi saw dan
mendapati para sahabat sedang duduk di depan rumah Nabi. Tak seorang pun
diizinkan masuk. Rasulullah saw mengizinkan Abu Bakar masuk. Kemudian datang
Umar bin Khattab dan minta izin masuk. Rasulullah saw mengizinkannya. Mereka
mendapati Nabi saw sedang duduk dan istri-istrinya di sekelilingnya. Rasulullah
saw diam membisu. Kemudian Umar berkata “Sungguh aku akan menceritakan sesuatu
yang akan membuat Nabi tersenyum. Sungguh aku akan mengatakannya agar beliau
tertawa, “Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang puteri si Zaid itu (istri Umar bin Khattab ra sendiri) yang
baru saja merengek minta nafkah kepadaku. Karena jengkel aku cekik saja
lehernya”. Nabi pun
tersenyum hingga tampak gerahamnya dan berkata “Kau lihat sendiri, mereka
istri-istriku yang ada di sekelilingku juga minta tambahan nafkah kepadaku”. Kemudian
Abu Bakar ra berdiri dan berjalan ke arah Aisyah lalu mencekiknya. Demikian juga Umar berdiri dan berjalan
ke arah Hafshah lalu
mencekiknya. Keduanya mengatakan “Apakah kalian tega merengek meminta kepada
Rasulullah saw apa yang tidak beliau miliki”. Kemudian Rasulullah saw menjauh (tidak menemui)
dari istri-istrinya selama satu bulan atau dua puluh sembilan hari hingga
turunlah ayat ke 28 dan 29 dari surat al-Ahzab: “Wahai Nabi, katakanlah kepada
istri-istrimu, `Jika kalian menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka
marilah supaya aku berikan kepada kalian mut`ah dan aku ceraikan kalian dengan
cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki kerelaan Allah dan
RasulNya serta kesenangan akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi
siapa yang berbuat baik diantara kalian pahala yang besar” (QS Al Ahzab ayat
28-29)
Masih dari Jabir r.a ia berkata “Pertama-tama Rasulullah menyapa Aisyah r.a `Wahai Aisyah akan aku tunjukkan kepadamu satu hal, tapi aku tidak ingin engkau tergesa-gesa memutuskannya hingga engkau membicarakannya terlebih dahulu dengan orang tuamu`
“Apa gerangan wahai Rasulullah?” Tanya Aisyah.
Kemudian Rasulullah SAW membacakan ayat diatas. Dan Aisyah pun balik bertanya “Apakah dalam masalah ini aku harus membicarakannya terlebih dahulu kepada orangtuaku wahai Rasulullah? Aku pasti lebih memilih Allah,RasulNya dan kehidupan akhirat, dan aku memintamu agar tidak memberitahukan apa yang aku katakan ini kepada istri-istrimu yang lain”
Rasulullah SAW berkata “Jika mereka bertanya maka aku akan mengatakannya. Karena Allah tidak mengutusku untuk membuat kesusahan dan mencari kesalahan, tetapi mengutusku sebagai pengajar yang memberikan kemudahan” (HR Muslim).
Masih dari Jabir r.a ia berkata “Pertama-tama Rasulullah menyapa Aisyah r.a `Wahai Aisyah akan aku tunjukkan kepadamu satu hal, tapi aku tidak ingin engkau tergesa-gesa memutuskannya hingga engkau membicarakannya terlebih dahulu dengan orang tuamu`
“Apa gerangan wahai Rasulullah?” Tanya Aisyah.
Kemudian Rasulullah SAW membacakan ayat diatas. Dan Aisyah pun balik bertanya “Apakah dalam masalah ini aku harus membicarakannya terlebih dahulu kepada orangtuaku wahai Rasulullah? Aku pasti lebih memilih Allah,RasulNya dan kehidupan akhirat, dan aku memintamu agar tidak memberitahukan apa yang aku katakan ini kepada istri-istrimu yang lain”
Rasulullah SAW berkata “Jika mereka bertanya maka aku akan mengatakannya. Karena Allah tidak mengutusku untuk membuat kesusahan dan mencari kesalahan, tetapi mengutusku sebagai pengajar yang memberikan kemudahan” (HR Muslim).
sesungguhnya Allah menyediakan
bagi siapa yang berbuat baik di antara
kalian pahala yang besar”. Pertama-tama Rasulullah menyapa Aisyah: “Wahai Aisyah akan aku tunjukkan
kepadamu satu hal, tapi aku tidak ingin engkau tergesa-gesa memutuskannya
hingga engkau membicarakannya terlebih dahulu dengan orang tuamu”. Aisyah bertanya: “Apa gerangan wahai
Rasulullah?” Maka Rasulullah saw membacakan ayat tersebut di atas. Dan Aisyah
pun balik bertanya: “Apakah dalam masalah ini aku harus membicarakannya
terlebih dahulu kepada orang tuaku? Aku pasti lebih memilih Allah, Rasul-Nya
dan kehidupan akhirat, dan aku memintamu agar tidak memberitahukan apa yang aku
katakan ini kepada istri-istrimu yang lain”. Rasulullah saw berkata: “Jika
mereka bertanya maka aku akan mengatakannya. Karena Allah tidak mengutusku
untuk membuat kesusahan dan mencari kesalahan, tetapi mengutusku sebagai
pengajar yang memberikan kemudahan”. (HR Muslim).
Demikianlah, nabi Muhammad
saw pun ternyata tak luput dari problematika kehidupan. Apalagi kita yang
sebagai manusia biasa, tentu akan banyak menemui problematika juga. Tak ada
hidup yang tanpa problem. Yang membedakan antara kita dengan Rasulullah saw
tentu saja dalam hal mencari solusi dan mengatasi problem. Karena akhlak
Rasulullah adalah al-Qur’an, tentu beliau tak akan lepas dari solusi al-Qur’an
dan petunjuk Allah. Adapun kita, terutama laki-laki yang konon katanya masih
keturunan para warok yang notabene memiliki karakter keras, entah sedikit atau
banyak tentu sering berbeda dengan kelembutan metode Rasulullah dalam
menghadapi problematika. Oleh karenanya, akan sangat bermanfaat sekali jika
kita senantiasa nasehat-menasehati dalam hal kesabaran. Mari kita saling
mengingatkan agar dalam setiap menghadapi problematika, kita kembali mencontoh
teknik nabi Muhammad saw. Toh kehidupan ini hanyalah mata’ul ghurur,
kesenangan semu dan kehidupan akhirat adalah lebih utama sebagaimana disebutkan
di awal tulisan ini.
Semoga problematika di
dunia yang sekedar mata’ul ghurur ini tidaklah melenakan pola pikir kita
agar tetap teguh dalam alur jalan yang benar. Semoga Allah senantiasa
menunjukkan jalan yang lurus pada kita semua. Aamiin.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar