buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Rabu, 02 Maret 2016

TAK ADA HIDUP TANPA PROBLEM



       Edisi 09 th VII : 26 Februari 2016 M / 17 Jumadil Ula 1437 H
TAK ADA HIDUP YANG TANPA PROBLEM
Penulis: ust. Marsudi, S.Pd.I (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Maha suci Allah yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Hadid ayat 20 yang artinya “ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” Shalawat dan salam semoga tercurah pada nabi Muhammad saw, manusia tersabar dalam berbagai penderitaan dan permasalahan yang dihadapi hingga turut bergelar ulul azmi.
Dalam kehidupan nyata, nabi Muhammad saw menghadapi berbagai permasalahan atau problematika. Ketika masih berdakwah periode Makkah, problematika yang dihadapi sangat besar. Masyarakat sekitarnya sebagian besar menentang dan menganggapnya sebagai musuh. Bahkan dalam lingkup keluarga besar pun terjadi pertentangan dengan munculnya Abu Lahab dan Abu Jahal yang memusuhi. Kemudian dalam berdakwah periode Madinah pun tak luput dari permasalahan atau problematika. Ada peperangan, ada pengkhianatan, ada penataan masyarakat, dan sebagainya. Berbagai macam problematika ini bersifat sosial atau masuk ranah interaktif dengan orang lain di luar kehidupan rumah tangga atau kepentingan pribadi.

Dalam berbagai buku kajian Islam, kita akan banyak juga mendapati bahwa dalam kehidupan pribadi, nabi Muhammad saw pun tak luput dari berbagai problematika. Dalam perjalanan rumah tangga pun beliau mengalami problem sebagaimana layaknya kita. Dalam salah satu hadits disebutkan bahwa Rasulullah saw berkata kepada Aisyah: “Sungguh aku tahu kapan engkau rela dan kapan engkau marah kepadaku”. Aisyah bertanya “Darimana engkau tahu?” Rasulullah saw menjawab “Bila engkau rela, maka engkau akan mengatakan `Tidak demi Tuhan Muhammad, dan ketika engkau marah, engkau mengatakan `Tidak, demi Tuhan Ibrahim”. Aisyah pun berkata “Benar, Demi Allah wahai Rasulullah, aku tidak menghindar kecuali menyebut namamu saja”. (HR. Bukhari dan Muslim). Dari hadits ini, kita bisa mencermati bahwa ternyata ada saatnya terjadi problem yang melibatkan ketidaksepakatan antara Rasulullah dengan istrinya. Ketika sang istri dalam keadaan marah, meski disimpan dalam hati sekalipun, maka beliau tetap paham. Lalu bagaimana teknik Rasulullah saw dalam menghadapi setiap problematika hidupnya? Tentu saja solusi beliau tetap mengacu pada al-Qur’an dan petunjuk dari Allah.
Ada satu lagi sebuah hadits yang menerangkan tentang problematika rumah tangga Rasulullah. Diriwayatkan dari Jabir r.a ia berkata “Suatu hari Abu Bakar ra datang ke rumah Nabi saw dan mendapati para sahabat sedang duduk di depan rumah Nabi. Tak seorang pun diizinkan masuk. Rasulullah saw mengizinkan Abu Bakar masuk. Kemudian datang Umar bin Khattab dan minta izin masuk. Rasulullah saw mengizinkannya. Mereka mendapati Nabi saw sedang duduk dan istri-istrinya di sekelilingnya. Rasulullah saw diam membisu. Kemudian Umar berkata “Sungguh aku akan menceritakan sesuatu yang akan membuat Nabi tersenyum. Sungguh aku akan mengatakannya agar beliau tertawa, “Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang puteri si Zaid itu (istri Umar bin Khattab ra sendiri) yang baru saja merengek minta nafkah kepadaku. Karena jengkel aku cekik saja lehernya”. Nabi pun tersenyum hingga tampak gerahamnya dan berkata “Kau lihat sendiri, mereka istri-istriku yang ada di sekelilingku juga minta tambahan nafkah kepadaku”. Kemudian Abu Bakar ra berdiri dan berjalan ke arah Aisyah lalu mencekiknya. Demikian juga Umar berdiri dan berjalan ke arah Hafshah lalu mencekiknya. Keduanya mengatakan “Apakah kalian tega merengek meminta kepada Rasulullah saw apa yang tidak beliau miliki”. Kemudian Rasulullah saw menjauh (tidak menemui) dari istri-istrinya selama satu bulan atau dua puluh sembilan hari hingga turunlah ayat ke 28 dan 29 dari surat al-Ahzab: “Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, `Jika kalian menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya aku berikan kepada kalian mut`ah dan aku ceraikan kalian dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki kerelaan Allah dan RasulNya serta kesenangan akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantara kalian pahala yang besar” (QS Al Ahzab ayat 28-29)

Masih dari Jabir r.a ia berkata “Pertama-tama Rasulullah menyapa Aisyah r.a `Wahai Aisyah akan aku tunjukkan kepadamu satu hal, tapi aku tidak ingin engkau tergesa-gesa memutuskannya hingga engkau membicarakannya terlebih dahulu dengan orang tuamu`
“Apa gerangan wahai Rasulullah?” Tanya Aisyah.
Kemudian Rasulullah SAW membacakan ayat diatas. Dan Aisyah pun balik bertanya “Apakah dalam masalah ini aku harus membicarakannya terlebih dahulu kepada orangtuaku wahai Rasulullah? Aku pasti lebih memilih Allah,RasulNya dan kehidupan akhirat, dan aku memintamu agar tidak memberitahukan apa yang aku katakan ini kepada istri-istrimu yang lain”
Rasulullah SAW berkata “Jika mereka bertanya maka aku akan mengatakannya. Karena Allah tidak mengutusku untuk membuat kesusahan dan mencari kesalahan, tetapi mengutusku sebagai pengajar yang memberikan kemudahan” (HR Muslim).

sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antara kalian pahala yang besar”. Pertama-tama Rasulullah menyapa Aisyah: Wahai Aisyah akan aku tunjukkan kepadamu satu hal, tapi aku tidak ingin engkau tergesa-gesa memutuskannya hingga engkau membicarakannya terlebih dahulu dengan orang tuamu”. Aisyah bertanya: “Apa gerangan wahai Rasulullah?” Maka Rasulullah saw membacakan ayat tersebut di atas. Dan Aisyah pun balik bertanya: “Apakah dalam masalah ini aku harus membicarakannya terlebih dahulu kepada orang tuaku? Aku pasti lebih memilih Allah, Rasul-Nya dan kehidupan akhirat, dan aku memintamu agar tidak memberitahukan apa yang aku katakan ini kepada istri-istrimu yang lain”. Rasulullah saw berkata: “Jika mereka bertanya maka aku akan mengatakannya. Karena Allah tidak mengutusku untuk membuat kesusahan dan mencari kesalahan, tetapi mengutusku sebagai pengajar yang memberikan kemudahan”. (HR Muslim).
            Demikianlah, nabi Muhammad saw pun ternyata tak luput dari problematika kehidupan. Apalagi kita yang sebagai manusia biasa, tentu akan banyak menemui problematika juga. Tak ada hidup yang tanpa problem. Yang membedakan antara kita dengan Rasulullah saw tentu saja dalam hal mencari solusi dan mengatasi problem. Karena akhlak Rasulullah adalah al-Qur’an, tentu beliau tak akan lepas dari solusi al-Qur’an dan petunjuk Allah. Adapun kita, terutama laki-laki yang konon katanya masih keturunan para warok yang notabene memiliki karakter keras, entah sedikit atau banyak tentu sering berbeda dengan kelembutan metode Rasulullah dalam menghadapi problematika. Oleh karenanya, akan sangat bermanfaat sekali jika kita senantiasa nasehat-menasehati dalam hal kesabaran. Mari kita saling mengingatkan agar dalam setiap menghadapi problematika, kita kembali mencontoh teknik nabi Muhammad saw. Toh kehidupan ini hanyalah mata’ul ghurur, kesenangan semu dan kehidupan akhirat adalah lebih utama sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini.
            Semoga problematika di dunia yang sekedar mata’ul ghurur ini tidaklah melenakan pola pikir kita agar tetap teguh dalam alur jalan yang benar. Semoga Allah senantiasa menunjukkan jalan yang lurus pada kita semua. Aamiin.
***








Tidak ada komentar:

Posting Komentar