Edisi 06 th VII : 05 Februari 2016 M / 26 Rabi’uts-Tsani 1437
H
JANGAN MENYERAH
Penulis:
ust. Marsudi, S.Pd.I (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Maha suci Allah yang telah berfirman
dalam al-Qur’an surat Yusuf ayat 87 yang artinya “Hai anak-anakku, pergilah
kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus
asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah,
melainkan kaum yang kafir". Shalawat dan salam semoga tercurah
pada nabi Muhammad saw, sang pembawa risalah kebenaran sampai akhir zaman.
Agama Islam melalui kitab suci
al-Qur’an surat Yusuf ayat 87, terlihat jelas melarang umatnya untuk berputus
asa. Cerita tentang kalimat yang diucapkan oleh nabi Ya’qub as pada
anak-anaknya tersebut sesungguhnya merupakan pelajaran bagi kita semua yang
meyakini bahwa al-Qur’an adalah firman Allah. Dalam konsep ini, kita dapat
melihat bahwa saat menghadapi sebuah masalah berat yang seolah tak ada solusi
lagi, maka yang membedakan seorang muslim dengan seorang kafir adalah cara
berpikir tentang adanya kekuatan lain yang sesungguhnya akan mampu menuntaskan
masalah tersebut. Kekuatan lain tersebut berwujud rahmat dari Allah. Inilah
salah satu wujud husnudzdzan yang akan menimbulkan semangat pantang
menyerah dalam diri setiap muslim. Seandainya kenyataan yang dihadapi
benar-benar pahit, maka tetaplah ada husnudzdzan bahwa ada hikmah dan
balasan luar biasa dari Allah. Kita bisa mencermati kisah Masithah yang diancam bejana air mendidih yang di
bawahnya berkobar api di hadapan Fir’aun. Namun Masithah tetap berhusnudzdzan pada Allah dan mempercayai rahmat akan
turun padanya.
Menyerah pada keadaan atau yang sering kita sebut
“putus asa” merupakan suatu kondisi saat menurunnya gairah dan hilangnya semangat serta motivasi hidup yang
disebabkan oleh suatu peristiwa atau
bisa juga disebabkan karena tidak tercapainya suatu keinginan. Rasa putus asa bersumber dari
depresi dan frustrasi. Dalam kajian
psikologi, depresi merupakan suatu kondisi dimana seseorang merasa bahwa segala
sesuatu di sekitarnya serasa tidak pas atau tidak nyaman, segala tingkah laku
seolah serba salah, senantiasa suudzdzan atau buruk sangka, serta
pesimis terhadap segala sesuatu. Adapun frustasi merupakan kondisi rasa cemas
yang mencapai puncak disertai adanya keyakinan akan gagalnya usaha yang
dilakukan.
Dalam kehidupan kita sekarang ini tentu ada banyak
hal yang sering membuat kita terlempar mendekati atau bahkan masuk ke dalam
kondisi depresi dan frustasi. Meskipun kita berada di kota kecil semacam
Ponorogo ini, bukan berarti kehidupan yang kita jalani akan mudah dan mulus-mulus
saja. Memang tingkat kesulitan hidup kita tak serumit mereka yang berada di
kota besar. Namun tetap saja ada banyak hal memicu seseorang mengalami ke-putus
asa-an dalam hidupnya, semisal masalah hubungan antar individu (putus cinta maupun
wafatnya orang yang sangat dikasihi, renggangnya hubungan antar anggota
keluarga, dsb), masalah kegagalan (gagal lulus sekolah, gagal dalam bisnis,
dipecat dari pekerjaan, dsb), ataupun karena penyakit kronis.
Konsep Islam dalam menanggulangi “putus asa”
adalah mendasarinya dengan berhusnudzdzan pada Allah serta memasrahkan
hasil akhir pada Allah. Kepasrahan ini merupakan sebuah keyakinan bahwa Allah
tidak akan pernah terlena untuk memperhatikan kita. Dalam al-Qur’an surat Hud
ayat 123 disebutkan: “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit
dan di bumi dan kepada-Nya dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah
Dia dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan sekali-sekali
Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.” Kemudian Rasulullah
saw memberikan sebuah gambaran dari konsep pantang menyerah serta tawakkal: “Jika
saja kamu sekalian bertawakkal kepada Allah dengan sepenuh hati niscaya Allah
akan memberikan rezeki untukmu sekalian, sebagaimana Dia memberinya kepada
burung; burung itu pergi dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan kenyang.”
(HR. Tirmidzi & Ibnu Majah).
Terkait pula
dengan penanggulangan rasa putus asa agar senantiasa jangan menyerah, al-Qur’an
telah menyediakan berbagai motivasi bagi kita untuk kita renungkan. Misalnya
jika kita merasa segala usaha bisnis kita seolah sia-sia dan hancur lebur, maka
al-Qur’an menunjukkan dalam surat al-Baqarah di awalan ayat 286 yang artinya: “Allah
tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya …”.
Dengan ayat ini, kita diarahkan agar berhusnudzdzan terhadap masalah yang kita hadapi. Seberapapun
rumitnya, pasti ada solusi tersedia.
Selain itu, al-Qur’an juga
mengingatkan kita dalam surat al-Insyirah ayat 5 sampai 8 yang artinya: “karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu
urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya
kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” Dalam hal ini terjadi
pengulangan lafadz “inna ma’al ‘usri yusra” yang artinya sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Padahal sudah ada kata “sesungguhnya”,
dan kemudian diulang lagi. Ini menunjukkan betapa Allah memberikan penekanan
agar kita tidak melupakan konsep ini, agar kita tidak pernah berputus asa, agar
kita tidak menyerah dalam keadaan apapun.
Adapun
sebaliknya jika kita berhasil dalam suatu urusan, maka selayaknya kita tidak
terlalu berlebihan dalam kegembiraan. Jika bisnis kita berhasil, atau kita
diterima dalam suatu pekerjaan, atau kita menemukan jodoh, dan lain sebagainya,
maka kita tidak boleh melupakan Allah yang telah melapangkan jalan bagi kita.
Al-Qur’an pun memberikan peringatan pada kita melalui surat an-Nashr ayat
1sampai 3 yang artinya: “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka
bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya
Dia adalah Maha Penerima taubat.” Meskipun ayat ini bercerita tentang kisah
penakhlukan Makkah oleh pasukan muslim, namun tetap relevan jika disinkronkan
dengan keberhasilan usaha yang mungkin kita dapatkan. Maka kita harus
bersyukur, bertasbih dan memohon ampun jika terselip ada rasa ujub yang muncul
karena keberhasilan tersebut. Kita juga diwajibkan mensyukuri nikmat tersebut
sebagaimana disebutkan al-Qur’an
dalam surat Ibrahim ayat 7
yang artinya: “Dan ingatlah,
tatkala Tuhanmu memaklumkan: ”Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
Semoga Allah swt memberikan hidayah pada kita agar
kita mampu dan mau melaksanakan tuntunan dalam Islam sebagaimana sudah
digariskan dalam syariat. Aamiin … ***
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar