Edisi 06 th VIII : 10 Februari 2017 M / 13 Jumadil Ula 1438
H
BERKATA YANG BAIK
Penulis:
ust. Mahfud, S.Pd.I (TPQ Miftahul Huda, Jenes)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt
yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 125 yang artinya “serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada nabi
Muhammad saw, sang guru sejati bagi seluruh umat manusia sampai akhir jaman,
yang memberikan tuntunan terbaik bagaimana cara kita menghadapi setiap masalah
dalam kehidupan.
Allah swt menganugerahkan kepada manusia berupa
lisan yang bisa digunakan untuk berkomunikasi sesama manusia. Lisan juga
sebagai sarana berdzikir kepada Allah swt. Penceramah yang handal, Qori’ yang
indah suaranya, penyanyi yang terkenal, orator yang hebat adalah termasuk
orang-orang yang diberi kelebihan oleh Allah swt melalui salah satu anggota
tubuhnya yaitu lisan. Namun tak sedikit orang yang celaka karena tidak pandai
menjaga lisan. Rumah tangga berantakan bisa terjadi karena ketidak mampuan
suami atau istri dalam menjaga lisan. Terjadinya tawuran massa dan permusuhan
kelompok bisa dipicu karena tersinggung oleh ucapan lisan.
Ada kata mutiara yang bisa digunakan sebagai
nasihat: “Salamatul Insan fii hifdzil lisan” keselamatan manusia
tergantung bagaimana ia mampu menjaga lisannya. Oleh karena itu Islam
mengajarkan bahwa karakter muslim bukanlah orang yang suka menyakiti orang lain
baik
dengan lisan maupun tangannya, sebagaimana sabda nabi Muhammad saw
yang artinya: “Muslim adalah orang menyelamatkan kaum muslim lainnya dari
lisan dan tangannya, orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan
hal-hal yang terlarang untuk dilakukannya dan seorang mukmin adalah orang yang
memberikan keamanan bagi orang lain atas darah dan harta mereka.”(HR. Tirmidzi dan Nasa’i).
Berkata baik dan tidak
menyakiti orang lain menurut redaksi hadits di atas adalah indikator muslim
bagi seseorang. Tidak hanya itu bahkan keimanan seseorang menjadi sempurna
apabila ia bisa berkata yang baik. Rasulullah saw bersabda lagi yang artinya: “Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik
atau diam” (HR Bukhari dan Muslim). Imam Nawawi mengatakan bahwa penjelasan
Imam Syafi’i terkait hadits ini adalah apabila seseorang hendak berkata maka
pikirkanlah akibatnya, apabila dirasa akibatnya baik yang berkata, apabila akibatnya
buruk ya diam saja. Ada banyak ungkapan terkait hal ini, misalny “Diam
adalah emas, namun berkata baik adalah mutiara”, “ Diam itu selamat”
dan lain sebagainya. Orang yang berilmu tidak pantas apabila diam, sebab ia
akan memberi manfaat pada orang lain apabila menyampaikan ilmunya pada orang
lain. Namun bagi orang yang bodoh hendaknya diam. Sebab perkataan orang bodoh
cenderung membawa pada kemudhorotan.
Berkata sopan kepada
orang yang lebih tua, merupakan wujud penghormatan kepada orang yang lebih tua.
Orang tua dalam bahasa arab disebut Syaikh. Sedangkan dalam dunia
pendidikan Islam, syaikh merupakan gelar bagi orang berilmu tinggi atau
orang yang hafal al Qur’an walau usianya masih muda. Penghormatan terhadap
orang yang lebih tua melaui perkataan diimplementasikan oleh orang jawa dengan
adanya pembedaan pemakaian bahasa. Orang yang lebih muda memakai bahasa Krama
Inggil apabila bicara dengan orang yang lebih tua.
Dalam dunia Islam
kesopanan sahabat tidak memanggil nabi Muhammad saw dengan nama beliau, tidak
dengan ya Muhammad, tetapi dengan yaa Rasulallah, atau ya Nabiyyallah. Ada
larangan khusus menyakiti perasaan kedua orang tua, walaupun hanya dengan
lisan, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Isra’ ayat 23 yang
artinya: “Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada manusia janganlah ia
beribadah melainkan hanya kepadaNya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua
orang tua dengan sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau
kedua-duanya telah berusia lanjut disisimu maka janganlah katakan kepada
keduanya ‘ah’ dan janganlah kamu membentak keduanya”. Walaupun ayat tersebut secara eksplisit untuk
kedua orang tua, namun itu bisa berlaku untuk orang yang lebih tua, untuk orang
‘alim dan orang-orang yang harus kita hormati, baik ulama’ maupun umaro’.
Berkata yang sopan dan baik merupakan etika luhur yang dijunjung tinggi oleh
umat Islam dan bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia juga menjunjung adab yang baik
terhadap orang lain sebagaimana dirumuskan dalam Pancasila sila kedua yaitu “Kemanusiaan
yang adil dan beradab”. Dari sila tersebut kita juga bisa merumuskan bahwa
berkata yang baik dan sopan juga merupakan implementasi dari pancasila sila ke
dua. Bangsa Indonesia dulu terkenal dengan ramah tamahnya karena kemampuan
memadukan karakter bangsa dan karakter muslim.
Penggunaan lisan untuk berbicara yang baik ternyata
lebih efektif untuk menggapai pahala daripada bersedekah namun diikuti dengan perkataan
yang menyakiti hati orang sebagaimana firman Allah swt dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 263 yang
artinya: “Perkataan yang baik dan lemah lembut yang tidak menyakiti lebih
baik daripada memberi akan tetapi dengan disertai kata-kata yang menyakitkan.”.
Menyakiti si penerima sedekah dan mengungkit-ungkit sedekah hanya akan
menghilangkan pahala sedekah. Sebagaimana dijelaskan dalam ayat sesudahnya
yaitu ayat 264: “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya
karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada
tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak
bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan.
Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.”
Dalam peristiwa isra’ dan mi’raj,
nabi Muhammad saw melihat ada sapi yang keluar dari batu melalui lobang kecil,
yang maknanya adalah sapi ibarat perkataan seseorang. Bahwasanya perkataan yang
sudah keluar tidak bisa kembali sebagaimana tidak bisa kembalinya sapi melalui
lubang yang kecil di batu.
Dari sekelumit uraian ini kita bisa menarik benang
merah pentingnya perkataan yang baik dalam muamalah. Semoga Allah meridhai lisan dan
hati kita agar senantiasa terhiasi dalam kebaikan sehingga lisan dan hati kita
tersebut dapat bermanfaat bagi kita sendiri maupun orang lain. Aamiin.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar