buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Senin, 20 Februari 2017

BERKATA YANG BAIK



       Edisi 06 th VIII : 10 Februari 2017 M / 13 Jumadil Ula 1438 H
BERKATA YANG BAIK
Penulis: ust. Mahfud, S.Pd.I (TPQ Miftahul Huda, Jenes)
Segala puji hanyalah bagi Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 125 yang artinya “serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada nabi Muhammad saw, sang guru sejati bagi seluruh umat manusia sampai akhir jaman, yang memberikan tuntunan terbaik bagaimana cara kita menghadapi setiap masalah dalam kehidupan.
Allah swt menganugerahkan kepada manusia berupa lisan yang bisa digunakan untuk berkomunikasi sesama manusia. Lisan juga sebagai sarana berdzikir kepada Allah swt. Penceramah yang handal, Qori’ yang indah suaranya, penyanyi yang terkenal, orator yang hebat adalah termasuk orang-orang yang diberi kelebihan oleh Allah swt melalui salah satu anggota tubuhnya yaitu lisan. Namun tak sedikit orang yang celaka karena tidak pandai menjaga lisan. Rumah tangga berantakan bisa terjadi karena ketidak mampuan suami atau istri dalam menjaga lisan. Terjadinya tawuran massa dan permusuhan kelompok bisa dipicu karena tersinggung oleh ucapan lisan.
Ada kata mutiara yang bisa digunakan sebagai nasihat: “Salamatul Insan fii hifdzil lisan” keselamatan manusia tergantung bagaimana ia mampu menjaga lisannya. Oleh karena itu Islam mengajarkan bahwa karakter muslim bukanlah orang yang suka menyakiti orang lain baik 

 dengan lisan maupun tangannya, sebagaimana sabda nabi Muhammad saw yang artinya: “Muslim adalah orang menyelamatkan kaum muslim lainnya dari lisan dan tangannya, orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan hal-hal yang terlarang untuk dilakukannya dan seorang mukmin adalah orang yang memberikan keamanan bagi orang lain atas darah dan harta mereka.”(HR. Tirmidzi dan Nasa’i).
            Berkata baik dan tidak menyakiti orang lain menurut redaksi hadits di atas adalah indikator muslim bagi seseorang. Tidak hanya itu bahkan keimanan seseorang menjadi sempurna apabila ia bisa berkata yang baik. Rasulullah saw bersabda lagi yang artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam” (HR Bukhari dan Muslim). Imam Nawawi mengatakan bahwa penjelasan Imam Syafi’i terkait hadits ini adalah apabila seseorang hendak berkata maka pikirkanlah akibatnya, apabila dirasa akibatnya baik yang berkata, apabila akibatnya buruk ya diam saja. Ada banyak ungkapan terkait hal ini, misalny “Diam adalah emas, namun berkata baik adalah mutiara”, “ Diam itu selamat” dan lain sebagainya. Orang yang berilmu tidak pantas apabila diam, sebab ia akan memberi manfaat pada orang lain apabila menyampaikan ilmunya pada orang lain. Namun bagi orang yang bodoh hendaknya diam. Sebab perkataan orang bodoh cenderung membawa pada kemudhorotan.
            Berkata sopan kepada orang yang lebih tua, merupakan wujud penghormatan kepada orang yang lebih tua. Orang tua dalam bahasa arab disebut Syaikh. Sedangkan dalam dunia pendidikan Islam, syaikh merupakan gelar bagi orang berilmu tinggi atau orang yang hafal al Qur’an walau usianya masih muda. Penghormatan terhadap orang yang lebih tua melaui perkataan diimplementasikan oleh orang jawa dengan adanya pembedaan pemakaian bahasa. Orang yang lebih muda memakai bahasa Krama Inggil apabila bicara dengan orang yang lebih tua.
            Dalam dunia Islam kesopanan sahabat tidak memanggil nabi Muhammad saw dengan nama beliau, tidak dengan ya Muhammad, tetapi dengan yaa Rasulallah, atau ya Nabiyyallah. Ada larangan khusus menyakiti perasaan kedua orang tua, walaupun hanya dengan lisan, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Isra’ ayat 23 yang artinya: “Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada manusia janganlah ia beribadah melainkan hanya kepadaNya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut disisimu maka janganlah katakan kepada keduanya ‘ah’ dan janganlah kamu membentak keduanya”.  Walaupun ayat tersebut secara eksplisit untuk kedua orang tua, namun itu bisa berlaku untuk orang yang lebih tua, untuk orang ‘alim dan orang-orang yang harus kita hormati, baik ulama’ maupun umaro’. Berkata yang sopan dan baik merupakan etika luhur yang dijunjung tinggi oleh umat Islam dan bangsa Indonesia.

Bangsa Indonesia juga menjunjung adab yang baik terhadap orang lain sebagaimana dirumuskan dalam Pancasila sila kedua yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Dari sila tersebut kita juga bisa merumuskan bahwa berkata yang baik dan sopan juga merupakan implementasi dari pancasila sila ke dua. Bangsa Indonesia dulu terkenal dengan ramah tamahnya karena kemampuan memadukan karakter bangsa dan karakter muslim.
Penggunaan lisan untuk berbicara yang baik ternyata lebih efektif untuk menggapai pahala daripada bersedekah namun diikuti dengan perkataan yang menyakiti hati orang sebagaimana firman Allah swt  dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 263 yang artinya: “Perkataan yang baik dan lemah lembut yang tidak menyakiti lebih baik daripada memberi akan tetapi dengan disertai kata-kata yang menyakitkan.”. Menyakiti si penerima sedekah dan mengungkit-ungkit sedekah hanya akan menghilangkan pahala sedekah. Sebagaimana dijelaskan dalam ayat sesudahnya yaitu ayat 264: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.”
            Dalam peristiwa isra’ dan mi’raj, nabi Muhammad saw melihat ada sapi yang keluar dari batu melalui lobang kecil, yang maknanya adalah sapi ibarat perkataan seseorang. Bahwasanya perkataan yang sudah keluar tidak bisa kembali sebagaimana tidak bisa kembalinya sapi melalui lubang yang kecil di batu.
Dari sekelumit uraian ini kita bisa menarik benang merah pentingnya perkataan yang baik dalam muamalah. Semoga Allah meridhai lisan dan hati kita agar senantiasa terhiasi dalam kebaikan sehingga lisan dan hati kita tersebut dapat bermanfaat bagi kita sendiri maupun orang lain. Aamiin.
***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar