buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Senin, 20 Februari 2017

KERUKUNAN BERMASYARAKAT



       Edisi 04 th VIII : 27 Januari 2017 M / 28 Rabiuts Tsani 1438 H
KERUKUNAN BERMASYARAKAT
Penulis: Herul Sabana, S.E (Mayak, Tonatan)
Segala puji hanyalah milik Allah swt yang telah melimpahkan karunia kepada kita semua berupa kehidupan yang penuh dengan berkah kedamaian. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada nabi Muhammad saw, yang menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Setiap umat manusia dari agama apa pun pasti mendukung adanya perdamaian antar sesama. Jauh sebelum PBB mendeklarasikan adanya perdamaian dunia dan menghapus bentuk penjajahan, maupun para pendiri Negara Indonesia menyusun Pembukaan UUD ’45, Islam telah menyerukan perdamaian dan kerukunan antar umat beragama. Islam tidak pernah melegalitaskan pemaksaan memeluk agama tertentu, sehingga beragama diakui sebagai hak individu. Perbedaan agama dan keyakinan bukan penghalang untuk menyuburkan kerukunan umat. Manusia tidak boleh mengolok-olok umat agama lain, apalagi mengolok-olok sesembahan mereka. Al-Qur’an surat al-An’am ayat 108 berbunyi: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami hiasi bagi setiap umat pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah tempat kembali mereka, lalu Dia memberitahukan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” Maka di Indonesia yang majemuk ini, jangan sampai perbedaan suku, bahasa, adat istiadat maupun agama lantas menjadikan kita tidak rukun dengan saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air.

            Agama Islam merupakan agama yang seimbang antara hablum minAllah dengan hablum minan nas-nya. Karena itulah Islam sangat menganjurkan untuk berbuat baik terhadap sesama manusia. Rasulullah saw bersabda: “Tidak akan masuk surga bagi orang yang tetangganya tak aman dari kejelekannya.” (HR. Muslim). Kerukunan dalam ruang lingkup terkecil yaitu bertetangga merupakan cikal bakal kerukunan yang lebih global semisal kerukunan bangsa dan bahkan kerukunan dunia. Hidup rukun dan berbuat baik terhadap tetangga merupakan indikator kesempurnaan iman seseorang, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia mengganggu tetangganya, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata baik atau diam” (HR Bukhari dan Muslim). Dalam konteks inilah sesungguhnya Islam diberi label rahmatan lil ‘alamin, di mana dengan ajarannya ini maka dunia akan penuh rahmat kasih sayang antar manusia.
Menjadi manusia yang tidak menyusahkan orang lain dan menjadi manusia yang berguna bagi orang lain, itulah rahmatan lil ‘alamin. Karena itulah Islam mengajarkan hidup dalam kerukunan di manapun tempatnya. Hidup rukun berarti juga suka memaafkan kesalahan orang lain serta tidak memperpanjang permasalahan negatif yang terjadi. Umat Islam diajarkan untuk menjadi insan yang pemaaf, karena melalui jalur menjadi pemaaf inilah kerukunan dan perdamaian akan terwujud. Memaafkan kesalahan orang lain memang sangat sulit, maka di point inilah dijanjikan keagungan pahala dari Allah swt sebagaimana firman-Nya dalam surat Ali Imran ayat 133 dan 134: “Dan bergegaslah kepada ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. Yaitu orang-orang yang menginfakkan hartanya di saat lapang dan susah (sempit) dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan yang berbuat kesalahan kepadanya dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” Kemudian Rasulullah juga telah bersabda: “Allah tidak akan menambah kemaafan seseorang melainkan dengan kemuliaan, dan tidaklah seseorang merendahkan dirinya karena Allah melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Sebelum membangun kerukunan dengan umat agama lain, Islam sudah mem-bangun kerukunan internal (sesama muslim) dengan memberikan aturan-aturan hab-lum minan nas. Adab sesama muslim antara lain yaitu memenuhi hak-hak muslim lainnya. Adapun hak-hak tersebut adalah sebagaimana disebutkan Rasulullah saw: “Hak seorang muslim atas muslim lain ada lima yaitu menjawab salam, menje-nguk yang sakit, mengantar jenazah, memenuhi undangan, dan mendoakan yang

bersin” (HR Bukhari dan Muslim). Konsep ini sangat luar biasa sekali. Kesemuanya mengedepankan kesensitifan perasaan orang lain, dengan kata lain sangat menjaga perasaan agar tercipta kerukunan yang pada akhirnya terwujud hidup damai tanpa permasalahan negatif.
          Selain itu Rasulullah saw melarang umat islam mempunyai akhlak yang buruk pada sesama muslim. Sebagaimana dalam hadits riwayat Imam Muslim, Rasulullah saw bersabda: “Jangan kalian saling hasad, jangan saling melakukan najasy, jangan kalian saling membenci, jangan kalian saling membelakangi, jangan sebagian kalian membeli barang yang telah dibeli orang lain, dan jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslim bagi lainnya, karenanya jangan dia menzhaliminya, jangan menghinanya, jangan berdusta kepadanya, dan jangan merendahkannya. Ketakwaan itu di sini (beliau menunjuk ke dadanya dan beliau mengucapkannya 3 kali). Cukuplah seorang muslim dikatakan jelek akhlaknya jika dia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim diharamkan mengganggu darah, harta, dan kehormatan muslim lainnya.”  Sangat jelas bagaimana Rasulullah saw melarang manusia mengganggu hak orang lain atau membuat orang lain merasa tidak nyaman dan sejenisnya. Dari konsep yang seringkali kita anggap “sepele” inilah Rasulullah kemudian mencetuskan “Mitsaq Madinah” yang di dunia barat dikenal sebagai “Madinah Carter” yang merupakan tonggak sejarah peradaban manusia untuk mencapai kerukunan secara global. Konsep “Mitsaq Madinah” ini merupakan konsep dari nabi Muhammad saw yang melindungi dan menghormati semua penduduk Madinah, meskipun penduduk tersebut beragama nashrani, yahudi maupun majusi. Hal ini merupakan implementasi dari islam rahmatan lil ‘alamin.
         Jika para ilmuwan Barat begitu mengagumi konsep Mitsaq Madinah untuk kemudian mengadopsinya menjadi konsep HAM atau apapun namanya, maka selayaknya kita yang notabene merupakan pewaris ajaran Rasulullah saw merasa lebih berhak untuk mengimplementasikannya dalam wujud kerukunan antar sesama manusia. Semoga kita mampu … ***  










Tidak ada komentar:

Posting Komentar