buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Sabtu, 18 Februari 2017

REAKSI MENERIMA INFORMASI



       Edisi 45 th VII : 11 November 2016 M / 11 Shafar 1438 H
REAKSI SAAT MENERIMA INFORMASI
Penulis: Ust. Dana A. Dahlany, Lc. (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
 Puji syukur pada Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 6 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti (klarifikasilah), agar kamu tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada nabi Muhammad saw sebagai pembawa kabar berita yang paling baik dan terpercaya sepanjang masa.
Di era teknologi informasi ini, manusia semakin mudah mengakses berita. Media cetak dan elektronik bukan lagi barang mewah yang menjadi monopoli masyarakat kelas atas. Mulai tukang becak hingga politikus elit bebas mengakses berbagai informasi yang disajikan pewarta berita. Ditambah lagi dengan adanya internet dan menjamurnya media sosial, arus informasi semakin cepat menyebar dan menjalar secara viral, mengalahkan tumbuhnya jamur di musim hujan. Tapi sayangnya, kemajuan teknologi informasi ini tidak diimbangi dengan pendidikan karakter untuk membangun filter masyarakat dalam menanggapi aneka ragam informasi. Mayoritas dari kita, terutama orang awam yang baru ‘melek’ teknologi, masih menganggap bahwa informasi yang kita terima setiap hari adalah sebuah fakta yang harus diyakini kebenarannya.

Sebagian dari kita masih belum cakap dan kurang cermat dalam memilah berita yang benar-benar nyata dan mana berita yang hanya opini subjektif belaka, mana media yang benar-benar kredibel dan mana media yang abal-abal. Padahal, berita-berita yang bertebaran di depan mata kita itu tidak semuanya bermuatan positif. Banyak di antaranya yang cenderung bernada negatif dan menyimpan misi-misi terselubung dari media yang bersangkutan. Dan yang paling parah adalah misi devide et impera (politik adu domba) yang cenderung provokatif. Jika dilihat sekilas, mungkin berita itu biasa-biasa saja. Tapi jika ditelisik lebih lanjut, di balik berita itu ada tujuan untuk menyulut emosi pihak-pihak tertentu. Jika pihak yang bersangkutan sudah tersulut emosinya, otomatis mereka akan melakukan serangan balik terhadap lawannya.
Inilah salah satu motif informasi yang perlu kita waspadai. Bukan tidak mungkin, informasi semacam itu akan merusak persatuan dan kesatuan bangsa serta menimbulkan kontroversi dan konflik antar sesama. Sayangnya, berita-barita semacam itu justru lebih laris di mata pembaca dan tak jarang berhasil menyedot relawan-relawan yang mau menyebarkannya secara suka rela. Saking rajinnya, mereka ramai-ramai mem-posting-nya di dinding Facebook, atau di broadcast BBM dan WhatsApp, atau berkicau di Twitter, atau disebarkan dengan cara konvensional dari mulut ke mulut. Padahal informasi yang mereka sebarkan itu belum tentu 100% benar. Tapi dampak yang ditimbulkan sangat fatal, bisa merusak integritas kita sebagai bangsa dan memutus ukhuwah kita sebagai umat Islam.
Dalam Islam sudah ada rambu-rambu yang sangat jelas, bagaimana cara kita bersikap ketika menerima sebuah informasi atau berita. Dalam Surat Al-Hujurât ayat 6 sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini, Allah memberi peringatan kepada kita sebagai orang-orang beriman saat menerima sebuah berita. Paling tidak, kita harus melihat berita tersebut dari dua sisi yaitu siapa sumbernya (medianya) dan bagaimana isi beritanya. Sumber berita harus jelas kredibilitasnya dan bisa dilacak track record-nya. Isi berita harus sesuai fakta dan tidak memancing kekacauan/konflik di masyarakat.
Jangan mudah percaya 100% pada sebuah berita. Kita harus pandai-pandai menahan emosi dan tidak bertindak terlalu reaktif. Jangan tergesa-gesa berkomentar sebelum melakukan klarifikasi (tabayyun) dan verifikasi (tatsabbut) terhadap berita yang beredar. Dua hal itu menjadi kunci penting sebelum bereaksi dan bertindak. Jangan sampai reaksi kita justru merugikan pihak lain yang tak bersalah, hanya gara-gara kita kurang teliti dalam menerima dan menanggapi berita. Bisa jadi kita akan sangat menyesal di kemudian hari karena sebuah kecerobohan dan ketergesa-gesaan yang sepele. Bukan tidak mungkin pihak yang dirugikan akan menuntut balik atas tindakan kita yang sangat gegabah itu.

Dalam Tafsir al-Munir, karya Prof. Dr. Wahbah Zuhaily, beliau mengutip sebuah riwayat dari Imam Thabari, Ahmad dan Thabrani, bahwa Ibnu Abbas Ra. menjelaskan tentang turunnya ayat di atas berkaitan erat dengan Al-Walid bin ‘Uqbah yang diutus Nabi Saw. sebagai petugas penarik sedekah dari Bani Mushthaliq. Kebetulan saat itu ada permusuhan antara Al-Walid dengan Bani Mushthaliq. Ketika kaum itu mendengar kedatangan Al-Walid, mereka langsung mengerahkan pasukan untuk menyambutnya. Tapi Al-Walid malah salah paham dan mengira bahwa pasukan itu akan menyerangnya. Saat itu juga ia langsung balik kanan kembali ke hadapan Rasulullah Saw. karena takut terhadap serangan Bani Mushthaliq. “Ya Rasul, kaum itu hendak membunuhku dan menolak untuk membayar sedekah,” ungkap Al-Walid kepada Nabi Saw. Mendengar berita itu, Nabi Saw. langsung bereaksi dengan sebuah rencana untuk memerangi mereka. Namun, datanglah utusan Bani Mushthaliq menghadap Nabi Saw. “Ya Rasul, kami mendengar ada utusanmu yang akan datang. Lalu kami ingin menyambutnya dan membayarkan sedekah kami,” kata utusan mereka. Nabi Saw. masih mencurigai mereka dan berkata, “Kalian pilih berhenti (menyerang) atau aku akan mengirim utusan yang kedudukannya sama dengan kedudukanku kepada kalian, yang akan memerangi kalian dan menawan keturunan kalian!” Beliau bersabda demikian sambil menepuk pundak Ali Ra. “Kami berlindung kepada Allah dari murka-Nya dan murka utusan-Nya,” jawab mereka. Maka turunlah ayat tersebut yang memerintah Nabi Saw. untuk melakukan klarifikasi dan verifikasi terlebih dahulu terhadap suatu berita yang diterimanya.
Meskipun ayat ini turun saat peristiwa itu, tapi pesan dan nilai yang dikandungnya berlaku secara universal dan masih relevan sampai hari kiamat. Jika berita yang dibawa oleh seorang sahabat yang dikenal jujur dan adil saja harus diteliti sedemikian rupa, bagaimana halnya dengan berita-berita yang beredar di sekitar kita akhir-akhir ini? Tentu proses klarifikasi dan verifikasi yang kita lakukan juga harus lebih cermat.
Semoga Allah menjaga kita dari hal-hal kecerobohan dalam menerima berita, dan semoga Allah menjaga kita dari segala berita fitnah dan kebohongan. Aamiin.
***

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar