buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Sabtu, 18 Februari 2017

SUBSTANSI MAKNA SHALAT



       Edisi 47 th VII : 25 November 2016 M / 25 Shafar 1438 H
SUBSTANSI MAKNA SHALAT
Penulis: Ust. Mahfud, S.Pd.I (TPQ Miftahul Huda, Jenes)
 Puji syukur pada Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Kautsar ayat 1-2 yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu berupa nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah” Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada nabi Muhammad saw sebagai pembawa kabar berita yang paling baik dan terpercaya sepanjang masa.
Shalat adalah ibadah yang diawali dengan takbiratul Ihram dan diakhiri dengan salam, dengan syarat dan rukun tertentu. Menghadap Allah swt yang Maha Suci tentu dengan jiwa dan raga suci pula. Ini mengajarkan kepada kita, hendaknya kita senantiasa mensucikan diri lahir dan batin dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang senantiasa bersuci adalah pribadi yang dicintai oleh Allah swt. Firman Allah swt dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 222 yang artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri”. Kesucian jiwa juga merupakan hal yang sangat penting dalam ajaran Islam. Adapun kesucian lahir adalah keniscayaan sebagai umat manusia, namun begitu Islam juga tidak ketinggalan menyeru kepada umatnya agar senantiasa menjaga kebersihan dan keindahan lahir. Sesuai dengan hadits nabi Muhammad saw yang artinya: “Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan”. Beginilah sebenarnya wajah Islam penuh dengan keindahan. Indikasi kesucian lahir diajarkan dalam shalat, sebelum shalat harus suci badan, pakaian dan tempatnya dari najis.

Penampilan yang indah merupakan ajaran Islam. Penampilan yang rapi dan indah akan bernilai ibadah. Penampilan yang indah akan menyenangkan orang lain. Menyenangkan orang lain akan bernilai ibadah menurut islam. Islam mengajarkan pribadi ramah dan santun. Rasulullah saw sebagai uswatun hasanah menampilkan perangai yang indah. Wajah Rasulullah saw selalu manis, murah senyum dan menyenangkan orang yang melihatnya. Wajah yang manis tak lain karena indahnya hati. Maka proses pembersihan hati merupakan ajaran islam. Ini sudah diingatkan oleh Rasulullah saw. Apabila hati baik, maka akan baik seluruh jasad. Sebab hati adalah penuntun seluruh jasad. Sehingga apabila hati kotor akan menuntun jasad pada hal-hal yang buruk, termasuk perangai wajah yang kecut dan sadis adalah bisa dari buruknya hati.
            Perkataan yang santun dan lemah lembut sebagaimana ajaran Rasulullah saw adalah cermin dari hati baik. Sebaliknya perkataan yang kasar, suka menghujat dan menghina orang lain tak lain karena karena hatinya dikotori oleh syahwat dan ketakaburan. Rasulullah saw adalah orang yang sangat terampil dalam menjaga lisan, jangan sampai lisan ini menyakiti orang lain, atau jangan sampai lisan ini berkata yang tidak benar. Zaman yang serba canggih dengan kemajuan teknologi dan informasi, tak sedikit media yang begitu mudah diakses malah disalahgunakan untuk mencaci, menghujat sesama manusia. Twitter, FB, WA dan lain- lain yang sebenarnya bisa digunakan sebagai sarana dakwah dan perdamaian, justru dipergunakan untuk permusuhan dan caci. Hendaknya kita menata hati agar tidak terkotori, sebab hati yang kotor menimbulkan hal-hal yang buruk. Maka substansi yang pertama dari shalat adalah senantiasa menjaga kesucian lahir dan batin.
            Adapun substansi yang kedua adalah rendah hati atau tawadhu’. Tidak merasa paling suci, paling benar dan bahkan paling selamat dari kesalahan. Ini ditandai dengan rukun shalat yang pertama yakni Takbiratul Ihram. Lafadz “Allahu Akbar” yang artinya Allah maha besar. Ini adalah bentuk pengakuan dari seorang hamba, bahwa sebenarnya tidak pantas bagi seorang hamba untuk sombong sebab hakikatnya yang maha besar adalah Allah swt. Di hadapan Allah swt, hamba sangatlah kecil tidak ada apa-apanya. Apabila “Allahu Akbar” senantiasa terekam dalam sanubari manusia meskipun di luar shalat, tentu ini akan memunculkan pribadi-pribadi yang rendah hati, bukan pribadi yang merasa paling benar, yang apabila orang lain berbeda dengannya dianggap pasti bersalah. Pribadi yang rendah hati inilah yang nantinya akan diangkat derajatnya oleh allah swt. Sebagaimana sabda nabi Muhammad saw: Barang siapa yang rendah hati (tawadhu’), maka Allah akan mengangkat (derajatnya). Derajat yang tinggi di hadapan Allah tidak selalu identik dengan tingginya jabatan maupun melimpahnya harta. Namun orang yang tinggi derajatnya, kelak akan dikenang oleh orang lain sebagai pribadi yang baik dan mulia.

Orang yang merasa paling benar, tidak sedikit memunculkan perbuatan yang sangat dilarang oleh Allah swt. Para pembunuh sahabat Rasulullah saw dalam kekacauan politik sejak fitnatul kubro, adalah orang yang rajin beribadah, namun tidak mengerti makna yang substansial dari shalat umumnya dan takbiratul Ihram khususnya. Sikap merasa paling benar memunculkan syahwat membunuh sebab mengira membunuh merupakan solusi terbaik. Mereka beranggapan pelaku dosa besar adalah kafir dan pantas dibunuh. Sebenarnya keyakinan semacam ini adalah keyakinan yang melenceng dari kebenaran. Mari jangan hanya menjadikan shalat sebagai ibadah formal dan penggugur kewajiban saja, lebih dari itu shalat memberikan nasehat kepada kita untuk senantiasa rendah hati.
            Kemudian langsung menuju pada pesan yang cukup subtansial dari shalat yakni salam. Salam adalah mendoakan agar orang lain selamat. Dengan mendoakan orang lain selamat tentu kita juga akan mendapatkan doa dari orang lain pula. Ini artinya hendaknya kita tidak egois, senang apabila orang lain celaka, tertawa apabila mendapat kebaikan pada diri sendiri. Apabila ada orang lain yang menyakiti kita, kita doakan agar mendapat hidayah.Keselamatan di dunia dan akhirat adalah idaman setiap orang, namun demikian jangan sampai keselamatan ini sifatnya tidak universal. Ingin selamat sendiri tapi orang lain celaka. Ini untung tapi berbuat curang. Ingin sukses tapi merugikan orang lain. Ini merupakan inti ajaran islam yang rahmatan lil alamin. Bukan rahmatan lil muslimin. Bukan rohmatan lil insani. Begitulah wajah islam yang sebenarnya. Dengan datangnya islam, tidak hanya kaum muslimin yang bersorak gembira, namun seluruh manusia, hewan, gunung, pohon, laut dan seluruh alam mendapatkan rahmat Islam. Adapun hati yang tidak mendapatkan jalan memasuki hidayah akan merasa gundah dengan datangnya islam, hati kecil mengakui kebenaran islam, namun nafsu telah membelenggu sehingga pintu hidayah tidak terbuka baginya.
            Semoga Allah melapangkan hati kita, memudahkan urusan kita, menuntun kita dalam jalan yang lurus dan sesuai dengan substansi shalat yang setiap hari kita laksanakan. Semoga shalat kita tidak sia-sia dan semoga shalat kita mendapat rahmat dari Allah swt. Aamiin …
***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar