buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Jumat, 15 Juni 2018

ADIL


   Edisi 06 th IX : 16 Februari 2018 M / 30 Jumadil Awwal 1439 H
ADIL
Penulis: Herul Sabana, S.E (Mayak, Tonatan)
Segala puji hanyalah milik Allah swt, Tuhan Yang Maha Adil atas seluruh makhlukNya, baik makhluk yang kasat mata maupun yang tidak kasat mata. Ke-Maha Adil-an Allah meliputi langit, bumi dan semesta raya tanpa batas. Ke-Maha Adil-an tersebut tak terbantahkan, bahkan oleh makhluk yang durhaka seperti  iblis sekalipun. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad s.a.w., sang suri tauladan pelaku implementasi keadilan bagi manusia, baik dari perspektif individual maupun sebagai pemimpin umat.
Setiap manusia pastilah tidak ingin mengalami kehidupan yang menderita dan sengsara, tetapi setiap manusia pasti menginginkan kehidupan yang damai dan penuh kebahagiaan. Kedamaian dan kebahagiaan kehidupan di dunia ini, akan terwujud apabila setiap individu mampu menempati posisinya dengan memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing secara proporsional. Berkaitan dengan hal ini, Islam memperkenalkan konsep keadilan di setiap lini kehidupan manusia. Islam sangat menghendaki dan menganjurkan umatnya untuk berbuat adil, sehingga dengan keadilan inilah, tercipta kehidupan yang harmonis antar sesama umat manusia. Konsep ini merupakan salah satu implementasi dari “Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin”. Firman Allah dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 90 yang artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”

Kemudian keadilan juga sangat dekat dengan ketaqwaan. Dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 8 yang artinya: “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Demikianlah Islam sangat menganjurkan keadilan sekaligus melarang kejahatan dan permusuhan. Keadilan akan membawa pada kebahagiaan dan kesejahteraan, sedangkan ketidak adilan akan membawa pada penderitaan, kekacauan serta permusuhan. Terlebih apabila keadilan tak ada dalam pribadi pemimpin, maka yang akan ada adalah penderitaan rakyatnya. Seperti ketika aparat pemerintah melakukan korupsi (ini adalah salah satu bentuk ketidak adilan karena mengeruk keuntungan pribadi atas kepentingan orang lain) maka akibatnya masyarakatnya tidak sejahtera. Padahal sebagai pemimpin akan senantiasa dituntut untuk berbuat adil sebagaimana syariat islam yang telah difirmankan oleh Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 58 yang artinya: “Dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.”
Pemimpin yang adil bagi audiensnya (dalam konteks ini rakyat maupun orang lain yang berkepentingan dengannya) akan mendapat kedudukan yang istimewa di akhirat yakni akan mendapat pertolongan pada hari yang tiada pertolongan kecuali pertolongan dari Allah s.w.t. Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadits yang artinya: Abi Hurairah r.a. berkata, bahwa Nabi s.a.w. telah bersabda: "Tujuh golongan manusia, yang pada hari kiamat nanti akan berteduh di dalam naungan Allah, yang ketika itu tidak ada tempat berteduh kecuali berteduh dalam naungan Allah. Yakni penguasa / pemimpin yang berlaku adil, pemuda yang konsisten dalam beribadah kepada Allah, seseorang yang hatinya selalu merindukan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah, mereka berpisah dan bertemu karena mencari ridha Allah, seseorang yang diajak bertindak zina oleh seorahg wanita terpandang lagi cantik jelita sedangkan dia menjawab (menolaknya): “aku takut kepada Allah”, seseorang yang bersedekah dengan sangat rahasia, hingga ibarat tangan kanan yang bersedekah sementara tangan kirinya tidak mengetahui, dan seseorang yang menyendiri berdzikir ke­pada Allah hingga berurai air mata karena ingat dan takut kepada siksa Allah yang sangat menyedihkan." (HR Bukhari dan Muslim). Dalam matan hadits ini jelas bahwa pemimpin yang adil termasuk salah satu dari 7 golongan istimewa yang mendapat pertolongan Allah s.w.t. kelak di akhirat. Semisal ketika manusia merasakan panasnya padang mahsyar, maka pemimpin yang adil tidak akan merasakan panas itu sebab ia dilindungi oleh Allah s.w.t.
Selain adanya janji pertolongan dari Allah terhadap pemimpin yang adil, maka ada juga pertanggungjawaban atas amanat yang diembannya. Orang yang tidak

bertanggung jawab atas kepemimpinannya dapat dikatakan tidak adil. Adapun Rasulullah s.a.w. telah bersabda: "Setiap kalian adalah ra’in dan setiap kalian akan ditanya tentang ra’iyahnya. Imam a’zham (pemimpin negara) yang berkuasa atas manusia adalah ra’in dan ia akan ditanya tentang ra’iyahnya. Seorang lelaki/suami adalah ra’in bagi ahli bait (keluarga)nya dan ia akan ditanya tentang ra’iyahnya. Wanita/istri adalah ra’in terhadap ahli bait suaminya dan anak suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka. Budak seseorang adalah ra’in terhadap harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Ketahuilah setiap kalian adalah ra’in dan setiap kalian akan ditanya tentang ra’iyahnya." Makna ra’in adalah seorang penjaga, yang diberi amanah, yang harus memegangi perkara yang dapat membuat baik amanah yang ada dalam penjagaannya. Ia dituntut untuk berlaku adil dan menunaikan perkara yang dapat memberi maslahat bagi apa yang diamanahkan kepadanya. Dalam konteks yang lebih fleksibel, ra’in ditafsirkan sebagai “pemimpin”. Dalam arti luas setiap manusia adalah pemimpin terhadap anggota tubuhnya, maka juga akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya tersebut. Pemimpin dalam arti sempit adalah aparat pemerintah ataupun pemegang kendali sosial ataupun tokoh di masyarakat. Dalam konteks lain, pemimpin semisal seorang suami akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya terhadap istri dan anak-anaknya. Seorang istri dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan manajemen rumah tangganya. Seorang kyai akan dimintai pertanggungjawaban atas tugas mendidik santrinya. Seorang ulama akan dimintai pertanggungjawaban atas tugas membina umatnya. Dan seterusnya.
Begitulah Islam menghendaki agar setiap individu memiliki mindset sebagai pemimpin sehingga dapat berbuat adil, baik terhadap dirinya sendiri mau pun terhadap orang lain. Dengan demikian, maka sikap adil individu ini akan melebar menjadi sikap adil masyarakat yang kemudian membawa kemashlahatan bagi umat manusia.  Semoga kita semua mendapat ridha dari Allah untuk dapat berlaku adil baik pada diri sendiri maupun pada orang lain. Aamiin…
***











Tidak ada komentar:

Posting Komentar