Edisi 05 th IX : 9 Februari 2018 M / 23
Jumadil Awwal 1439 H
ULUL ALBAB
Penulis:
Dana A. Dahlani, Lc. (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Puji syukur pada Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat
Ali Imran ayat 190 yang artinya “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal (ulul albab).” Shalawat salam semoga tetap tercurah pada nabi Muhammad s.a.w. yang telah diutus
untuk menjadi contoh dalam penggunaan akal untuk bertaqarrub pada Allah.
Alkisah, suatu ketika orang
Quraisy mendatangi kaum Yahudi dan bertanya “Mukjizat apa yang dibawa
Musa kepada kaumnya?" Yahudi menjawab, "Dia punya
tongkat yang bisa berubah menjadi ular." Mereka lalu bertanya lagi,
"Kalau mukjizatnya Isa?" Yahudi menjawab, "Dia bisa
menyembuhkan orang buta, penyakit kusta (belang), dan bahkan bisa menghidupkan
orang yang sudah tak bernyawa." Setelah mendengar ini, pemuka Quraisy
menemui Nabi Muhammad s.a.w., "Mukjizat apa yang kau bawa untuk
menunjukkan tanda-tanda kebesaran Allah? Coba kau berdoa kepada Tuhanmu itu,
bisakah Dia menjadikan bukit Shafa ini jadi emas?"
Mendengar permintaan aneh dari
orang-orang kafir seperti itu, Nabi tidak langsung menanggapinya secara
gegabah. Beliau tidak akan berkata berdasarkan hawa nafsu dan egonya sendiri.
Wahyu dari Tuhanlah yang selalu beliau tunggu-tunggu untuk menjawab permasalahan
umat yang diadukan kepada beliau. Singkat cerita, turunlah firman Allah yang
menunjukkan tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan-Nya berupa ayat ke 190 dari
surat Ali Imran sebagai mana ditulis di awal tulisan ini. Kisah ini
diriwayatkan dalam Hadits oleh Imam Thabrani dari sahabat Ibnu Abbas r.a. yang
dikutip kembali oleh Syeikh Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir-nya.
ini diriwayatkan dalam Hadits
oleh Imam Thabrani dari sahabat Ibnu Abbas r.a. yang dikutip kembali oleh
Syeikh Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir-nya.
Jika
orang-orang kafir yang ingkar terhadap eksistensi Allah itu ingin mencari bukti
tanda-tanda kebesaran-Nya, hendaknya mereka mau berfikir tentang penciptaan
langit dan bumi ini. Bagaimana cara Allah mengangkat langit dan menjadikannya
atap tanpa tiang? Bagaimana cara Dia menurunkan air berkilo-kilo liter tanpa
adanya sumber dan pompa air 'Sanyo'? Bagaimana air hujan itu kemudian
menghidupkan dan menghijaukan tanah yang tandus kering kerontang tanpa ada
seorangpun yang menanaminya? Bagaimana Dia menjadikan bumi ini planet yang asri
dan nyaman untuk ditinggali, sementara di lain sisi banyak sekali planet-planet
di luar sana yang terasa asing bagi manusia, bahkan tak berpenghuni. Andai saja
manusia mau memikirkan proses pergantian siang ke malam, dan peralihan malam
menjadi siang, niscaya ia akan menemukan rahasia-rahasia menakjubkan di balik
itu semua. Betapa di alam semesta ini, ada sebuah eksistensi maha besar yang
sanggup mengatur peredaran bumi, bulan, bintang dan matahari secara rapi dan
begitu teliti. Tak pernah terdengar cerita matahari mogok kerja atau meliburkan
diri barang sehari saja. Atau bulan lelah mengambang di luar angkasa dan ingin
sesekali turun ke bumi saja. Pasti ada Dzat Maha Pengatur yang begitu berkuasa
sehingga makhluk sebesar bulan dan matahari bisa tunduk dan patuh pada titah
penciptanya. Kekuasaannya bahkan bisa membuat bulan, bumi dan matahari berbaris
membentuk shaf lurus. Kita sudah melihatnya sendiri beberapa waktu lalu saat
terjadi fenomena gerhana bulan.
Semua
pelajaran itu hanya bisa diraih oleh ulul albab. Siapakah mereka itu? Ulul
albab adalah orang-orang yang punya akal, dan mau menggunakannya untuk
berfikir. Cogito ergo sum, aku berpikir maka aku ada. Begitulah kata Descartes,
seorang filsuf ternama dari Perancis. Tanpa berpikir, manusia bagaikan zombie
yang berjalan-jalan di muka bumi. Mereka masih bernafas, tapi sejatinya hatinya
mati. Itulah kiasan yang digambarkan Syeikh Az-Zarnuji dalam Ta'limul
Muta'allim. Kalau kata Syeikh Hasan al-Basri, "Berpikir sejam lebih
baik daripada shalat semalam."
Bagaimana ciri-ciri ulul albab
itu? Allah menjelaskan karakteristik dari orang-orang yang berakal dan berpikir
ini dalam ayat ke 191 dari surat Ali Imran: “(yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan Kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka.” Dalam konsep ini, ulul albab
tidak hanya berpikir-pikir semata. Kalau saja manusia cuma mengandalkan akalnya,
lama kelamaan ia akan menuhankan logikanya yang sempit dan sangat terbatas.
Apalagi kalau ia cuma berpikir secara empiris, hanya menangkap sesuatu yang
inderawi semata. Niscaya ia akan hanyut pada faham materialisme.
Di samping
berpikir tentang penciptaan langit dan bumi, ulul albab juga senantiasa
berdzikir dan mengingat Sang Pencipta alam semesta ini, baik saat beraktivitas
maupun di tengah-tengah waktu istirahatnya. Meskipun matanya terpejam, tapi
hatinya selalu kontak dengan Penciptanya. Itulah yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad s.a.w. dan para wali serta ulama rabbani yang menjadi pewaris
beliau. Perpaduan antara dzikir dan pikir ini nantinya akan melahirkan
pengakuan terhadap eksistensi dan kebesaran Allah s.w.t. Dampaknya, seorang
hamba akan menyadari betapa kecil dirinya jika dibandingkan dengan alam
semesta. Tak pantas jika ia menyombongkan diri di hadapan manusia, lebih-lebih
di hadapan Tuhannya. Jika demikian, maka yang muncul selanjutnya adalah sikap khusyu'
dan tadharru', rendah hati dan merasa tak berdaya di hadapan Sang Pencipta.
Dan dari lisannya terlontar sebuah pengakuan dari lubuk hati yang terdalam,
"Ya Tuhan, Engkau tidaklah menciptakan ini semua dengan sia-sia. Pasti ada
hikmah dan pelajaran tersembunyi di balik penciptaan ini. Maha Suci Engkau dari
segala prasangka manusia."
Jika seorang
hamba sudah berhasil menyingkirkan ego dan keangkuhannya, maka tinggal tersisa
munajat dan doa sebagai wujud ketidakberdayaannya di hadapan Tuhannya: "Ya
Allah, lindungi kami dari siksa api neraka. Karena yang masuk neraka pasti
telah Engkau hinakan sehina-hinanya dan tidak ada satu pertolongan pun bagi
orang zalim."
Untaian doa selalu dipanjatkan Nabi
s.a.w. di setiap tahajudnya. Beliau
selalu menangis tersedu-sedu sampai tempat sujudnya basah. Saat ditanya oleh
istrinya, "Kenapa engkau menangis seperti itu, padahal dosa-dosamu
telah diampuni oleh Allah?" Nabi s.a.w. menjawab, "Bagaimana
bisa aku tak menangis? Betapa rugi orang yang membaca ayat ini, sementara ia
tidak mau berpikir tentang penciptaan langit dan bumi."
Semoga Allah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya pada kita agar kita menjadi manusia yang termasuk dalam
kriteria ulul albab. Aamiin …
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar