buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Jumat, 15 Juni 2018

ULUL ALBAB


   Edisi 05 th IX : 9 Februari 2018 M / 23 Jumadil Awwal 1439 H
ULUL ALBAB
Penulis: Dana A. Dahlani, Lc. (TPQ ad-Darajaat, Mayak)
Puji syukur pada Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 190 yang artinya “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ulul albab).” Shalawat salam semoga tetap tercurah pada nabi Muhammad s.a.w. yang telah diutus untuk menjadi contoh dalam penggunaan akal untuk bertaqarrub pada Allah.
Alkisah, suatu ketika orang Quraisy mendatangi kaum Yahudi dan bertanya Mukjizat apa yang dibawa Musa kepada kaumnya?" Yahudi menjawab, "Dia punya tongkat yang bisa berubah menjadi ular." Mereka lalu bertanya lagi, "Kalau mukjizatnya Isa?" Yahudi menjawab, "Dia bisa menyembuhkan orang buta, penyakit kusta (belang), dan bahkan bisa menghidupkan orang yang sudah tak bernyawa." Setelah mendengar ini, pemuka Quraisy menemui Nabi Muhammad s.a.w., "Mukjizat apa yang kau bawa untuk menunjukkan tanda-tanda kebesaran Allah? Coba kau berdoa kepada Tuhanmu itu, bisakah Dia menjadikan bukit Shafa ini jadi emas?"
Mendengar permintaan aneh dari orang-orang kafir seperti itu, Nabi tidak langsung menanggapinya secara gegabah. Beliau tidak akan berkata berdasarkan hawa nafsu dan egonya sendiri. Wahyu dari Tuhanlah yang selalu beliau tunggu-tunggu untuk menjawab permasalahan umat yang diadukan kepada beliau. Singkat cerita, turunlah firman Allah yang menunjukkan tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan-Nya berupa ayat ke 190 dari surat Ali Imran sebagai mana ditulis di awal tulisan ini. Kisah ini diriwayatkan dalam Hadits oleh Imam Thabrani dari sahabat Ibnu Abbas r.a. yang dikutip kembali oleh Syeikh Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir-nya.

ini diriwayatkan dalam Hadits oleh Imam Thabrani dari sahabat Ibnu Abbas r.a. yang dikutip kembali oleh Syeikh Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir-nya.
Jika orang-orang kafir yang ingkar terhadap eksistensi Allah itu ingin mencari bukti tanda-tanda kebesaran-Nya, hendaknya mereka mau berfikir tentang penciptaan langit dan bumi ini. Bagaimana cara Allah mengangkat langit dan menjadikannya atap tanpa tiang? Bagaimana cara Dia menurunkan air berkilo-kilo liter tanpa adanya sumber dan pompa air 'Sanyo'? Bagaimana air hujan itu kemudian menghidupkan dan menghijaukan tanah yang tandus kering kerontang tanpa ada seorangpun yang menanaminya? Bagaimana Dia menjadikan bumi ini planet yang asri dan nyaman untuk ditinggali, sementara di lain sisi banyak sekali planet-planet di luar sana yang terasa asing bagi manusia, bahkan tak berpenghuni. Andai saja manusia mau memikirkan proses pergantian siang ke malam, dan peralihan malam menjadi siang, niscaya ia akan menemukan rahasia-rahasia menakjubkan di balik itu semua. Betapa di alam semesta ini, ada sebuah eksistensi maha besar yang sanggup mengatur peredaran bumi, bulan, bintang dan matahari secara rapi dan begitu teliti. Tak pernah terdengar cerita matahari mogok kerja atau meliburkan diri barang sehari saja. Atau bulan lelah mengambang di luar angkasa dan ingin sesekali turun ke bumi saja. Pasti ada Dzat Maha Pengatur yang begitu berkuasa sehingga makhluk sebesar bulan dan matahari bisa tunduk dan patuh pada titah penciptanya. Kekuasaannya bahkan bisa membuat bulan, bumi dan matahari berbaris membentuk shaf lurus. Kita sudah melihatnya sendiri beberapa waktu lalu saat terjadi fenomena gerhana bulan.
Semua pelajaran itu hanya bisa diraih oleh ulul albab. Siapakah mereka itu? Ulul albab adalah orang-orang yang punya akal, dan mau menggunakannya untuk berfikir. Cogito ergo sum, aku berpikir maka aku ada. Begitulah kata Descartes, seorang filsuf ternama dari Perancis. Tanpa berpikir, manusia bagaikan zombie yang berjalan-jalan di muka bumi. Mereka masih bernafas, tapi sejatinya hatinya mati. Itulah kiasan yang digambarkan Syeikh Az-Zarnuji dalam Ta'limul Muta'allim. Kalau kata Syeikh Hasan al-Basri, "Berpikir sejam lebih baik daripada shalat semalam."
Bagaimana ciri-ciri ulul albab itu? Allah menjelaskan karakteristik dari orang-orang yang berakal dan berpikir ini dalam ayat ke 191 dari surat Ali Imran: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” Dalam konsep ini, ulul albab tidak hanya berpikir-pikir semata. Kalau saja manusia cuma mengandalkan akalnya, lama kelamaan ia akan menuhankan logikanya yang sempit dan sangat terbatas. Apalagi kalau ia cuma berpikir secara empiris, hanya menangkap sesuatu yang inderawi semata. Niscaya ia akan hanyut pada faham materialisme.

Di samping berpikir tentang penciptaan langit dan bumi, ulul albab juga senantiasa berdzikir dan mengingat Sang Pencipta alam semesta ini, baik saat beraktivitas maupun di tengah-tengah waktu istirahatnya. Meskipun matanya terpejam, tapi hatinya selalu kontak dengan Penciptanya. Itulah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad s.a.w. dan para wali serta ulama rabbani yang menjadi pewaris beliau. Perpaduan antara dzikir dan pikir ini nantinya akan melahirkan pengakuan terhadap eksistensi dan kebesaran Allah s.w.t. Dampaknya, seorang hamba akan menyadari betapa kecil dirinya jika dibandingkan dengan alam semesta. Tak pantas jika ia menyombongkan diri di hadapan manusia, lebih-lebih di hadapan Tuhannya. Jika demikian, maka yang muncul selanjutnya adalah sikap khusyu' dan tadharru', rendah hati dan merasa tak berdaya di hadapan Sang Pencipta. Dan dari lisannya terlontar sebuah pengakuan dari lubuk hati yang terdalam, "Ya Tuhan, Engkau tidaklah menciptakan ini semua dengan sia-sia. Pasti ada hikmah dan pelajaran tersembunyi di balik penciptaan ini. Maha Suci Engkau dari segala prasangka manusia."
Jika seorang hamba sudah berhasil menyingkirkan ego dan keangkuhannya, maka tinggal tersisa munajat dan doa sebagai wujud ketidakberdayaannya di hadapan Tuhannya: "Ya Allah, lindungi kami dari siksa api neraka. Karena yang masuk neraka pasti telah Engkau hinakan sehina-hinanya dan tidak ada satu pertolongan pun bagi orang zalim."
Untaian doa selalu dipanjatkan Nabi s.a.w. di setiap tahajudnya. Beliau selalu menangis tersedu-sedu sampai tempat sujudnya basah. Saat ditanya oleh istrinya, "Kenapa engkau menangis seperti itu, padahal dosa-dosamu telah diampuni oleh Allah?" Nabi s.a.w. menjawab, "Bagaimana bisa aku tak menangis? Betapa rugi orang yang membaca ayat ini, sementara ia tidak mau berpikir tentang penciptaan langit dan bumi."
            Semoga Allah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya pada kita agar kita menjadi manusia yang termasuk dalam kriteria ulul albab. Aamiin …
***





Tidak ada komentar:

Posting Komentar