buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Jumat, 15 Juni 2018

MELAKNAT


   Edisi 12 th IX : 06 April 2018 M / 19 Rajab 1439 H
MELAKNAT
Penulis: Pandu Maewu Kaendran (Bangunsari)
Segala puji hanyalah bagi Allah Sang Pencipta semua makhluk yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 128 yang artinya: “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim.”. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada nabi Muhammad s.a.w. yang telah memberikan berbagai suri tauladan pada segenap umat manusia agar dapat hidup bermasyarakat dengan baik dan damai.
Kita hidup dalam masyarakat yang majemuk. Banyak perbedaan antara individu satu dengan lainnya. Perbedaan pendapat, perbedaan sudut pandang, sampai perbedaan keyakinan. Semua itu berpotensi menyebabkan adanya riak-riak konflik dalam interaksi sosial. Konflik-konflik baik secara verbal maupun fisik bisa jadi menyulut munculnya berbagai reaksi. Dalam hal ini adanya aksi dan reaksi tentu akan memunculkan ketidakharmonisan serta ketidaknyamanan dalam kehidupan sosial. Permasalahan-permasalahan semacam ini sudah terjadi sejak dahulu kala hingga jaman sekarang ini. Fenomena seperti ini harus disikapi dengan bijak dan pikiran jernih. Terkait dengan surat Ali Imran ayat 128 tersebut merupakan sebuah “teguran” dari Allah ketika Rasulullah merasa geram terhadap kaum kafir. Mereka begitu gencar melakukan intimidasi baik secara verbal maupun fisik. Namun saat Rasulullah akan membalas, maka turunlah ayat tersebut mencegahnya.

Terkait melaknat, bagi seorang mukmin dan muslim yang baik tentunya tidak akan melakukannya. Mari kita pelajari bersama sebuah hadits dari Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam:

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا الْفَاحِشِ وَلَا الْبَذِيءِ

Artinya: “Seorang mukmin bukanlah orang yang banyak mencela, bukan orang yang banyak melaknat, bukan pula orang yang keji (buruk akhlaqnya), dan bukan orang yang jorok omongannya” (HR. Tirmidzi dan Imam Ahmad).
Ciri-ciri yang disampaikan dalam hadits tersebut sangat jelas tergambarkan. Jika kita ingin menjadi mukmin dan muslim yang ideal, maka tentunya kita harus mengimplementasikan isi kandungan hadits tersebut. Sebagaimana sudah diketahui secara umum bahwa mencela merupakan perbuatan emosional yang seringkali tidak menggunakan rasio kejernihan pikiran. Mencela merupakan luapan amarah yang tidak bisa dikendalikan. Mencela biasanya menggunakan kata-kata kasar ataupun jorok. Hal ini tentu sangat tidak mengenakkan bagi orang yang menerima celaan.
            Begitu juga perihal melaknat sesama manusia. Dalam konsep yang umum, melaknat itu lebih besar dari mencela. Melaknat bisa disandarkan pada kata-kata yang bersinggungan dengan agama, semisal “demi Allah” atau “kafir” atau “musyrik” dan lain sebagainya. Melaknat bisa berimbas pada banyak hal. Jika mencela berimbas pada perang emosi, maka melaknat akan bisa berimbas perang dalil. Jika melaknat umat beragama lain, maka akan terjadi perang dalil menggunakan kitab suci dan syari’at masing-masing. Jika melaknat sesama orang muslim, maka juga akan terjadi perang dalil sesuai pola pikir masing-masing. Dan semua ini bisa menyebabkan kita menjadi orang yang keji buruk akhlak meski memiliki ilmu pengetahuan agama yang luas.
Melaknat orang berbeda keyakinan dengan kita bisa memicu perang fisik. Oleh karena itu tidak diperkenankan sesuai dengan hadits berikut ini saat Rasulullah diminta untuk melaknat orang musyrik:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ادْعُ عَلَى الْمُشْرِكِينَ، قَالَ: إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا، وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Dikatakan : “Wahai Rasulullah, berdoalah kecelakaan terhadap orang-orang musyrik”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya aku tidak diutus sebagai tukang laknat, aku hanyalah diutus sebagai rahmat” (HR Muslim).

Adapun melaknat pada sesama orang muslim, menjadi dosa yang termasuk luar biasa. Mari kita perhatikan hadits ini:

وَلَعْنُ الْمُؤْمِنِ كَقَتْلِهِ

Artinya: “Pelaknatan terhadap seorang mukmin seperti membunuhnya” (HR Bukhari dan Muslim). Dari hadits ini terlihat jelas bahwa melaknat sama dengan membunuh. Padahal membunuh sesama mukmin merupakan dosa besar. Kita juga bisa memperhatikan al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 58 yang artinya  Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”.
Mengacu pada dalil-dalil tersebut, tentunya kita harus menyadari betapa bahayanya perbuatan mencela dan melaknat, apalagi jika ditujukan pada sesama mukmin dan muslim. Jika Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam diutus bukan sebagai pelaknat dan pencela melainkan sebagai rahmat bagi semua umat manusia tanpa membedakan apa latar belakang, ras, suku, bahkan tidak membedakan agamanya, maka tentunya kita sebagai pengikutnya wajib mengikuti apa yang telah beliau contohkan tersebut. Jangan sampai kita membusungkan dada mengaku sebagai umat Islam yang paling Islami namun justru melenceng dari sikap Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam yang penyabar dan tidak melaknat maupun mencela. Jangan sampai kita mengaku sebagai paling murni Islamnya lalu mencela dan melaknat orang Islam lainnya dengan berbagai “label” yang tidak menyenangkan. Sejauh seseorang telah bersyahadat yang sama dengan kita, maka tentunya orang tersebut telah menjadi saudara kita dan tidak sepantasnya mendapat cela dan laknat.
Semoga Allah merahmati kita dalam usaha kita menjaga keIslaman kita dan menjaga ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah wathaniyah kita. Aamiin ...
***
  

 









Tidak ada komentar:

Posting Komentar