buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Jumat, 15 Juni 2018

IKHLAS SEDEKAH


   Edisi 04 th IX : 26 Januari 2018 M / 09 Jumadil Awwal 1439 H
IKHLAS SEDEKAH
Penulis: Marsudi, S.Pd.I (TPQ al-Mukmin, Bangunsari)
Puji syukur pada Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat az-Zalzalah ayat 7 dan 8 yang artinya “Maka barang siapa yang berbuat kebaikan meski hanya seberat dzahrah (seperti biji sawi) niscaya ia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa yang berbuat keburukan meski hanya seberat dzahrah (seperti biji sawi) niscaya ia akan melihat (balasan)nya pula.” Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada nabi Muhammad s.a.w. yang telah diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Mencermati isi ayat di atas, tentunya kita harus lebih berhati-hati lagi agar mampu menjaga diri dari segala macam tipu daya dunia ini. Karena memang dunia bersifat mata’ul ghurur, kesenangan yang menipu. Apalagi di dunia ini syetan pun diberi kesempatan untuk menggoda kita dari segala arah, sehingga jiwa kita sering kali maju-mundur tak tentu arah. Syetan itupun bisa dari bangsa jin yang membisiki hati sehingga mengalami keraguan dalam mentaati Allah dan RasulNya, atau juga syetan dari bangsa manusia yang mengajak kita untuk berbuat keburukan atas nama teman atau persaudaraan ataupun karena ada kesempatan. Maka hal yang terbaik bagi kita adalah menjadikan dunia ini sebagai mazra’atul akhirah, sebagai ladang akhirat tempat kita menanam kebaikan agar dapat panen pahala. Kebaikan yang kita tanam selama hidup di dunia ini pun harus kita lakukan dengan penuh kehati-hatian. Boleh jadi kebaikan tersebut tidak berbuah sebagaimana mestinya karena memang benihnya jelek, atau bisa jadi karena dimakan hama penyakit hati.

            Berangkat dari kehati-hatian dalam berbuat kebaikan agar bisa panen pahala kelak di akhirat, maka kali ini kita mengambil contoh tentang sedekah. Sedekah adalah salah satu wujud gerakan kebaikan yang bisa diimplementasikan dalam berbagai macam teknik. Kita bisa bersedekah dengan uang, dengan benda, dengan tulisan, dengan ilmu, bahkan dengan seuntai senyuman dan wajah berseri. Dari berbagai teknik sedekah ini, jika kita bertanya pada orang yang bersedekah tersebut, apakah melakukan dengan ikhlas ataukah tidak, maka sudah pasti akan dijawab ya ikhlas.
Dalam konsep ikhlas inilah kita perlu kehati-hatian. Sesungguhnya hanya Allah dan diri kita sendirilah yang mengetahui tentang tingkat keikhlasan sedekah yang kita lakukan. Konsep “ikhlas” ini memang mudah didefinisikan dan dibuat teori, namun sungguh sangat sulit untuk diimplementasikan. Banyak hal yang kemudian bisa kita jadikan renungan untuk diri kita sendiri. Ketika kita bersedekah mentraktir kawan saat ngopi di warung, apakah sudah tergolong ikhlas? Apakah saat kita sedekah mbecek memasukkan amplop ke kotak resepsi pernikahan sudah tergolong ikhlas? Apakah saat kita bersedekah makanan ke tetangga sudah tergolong ikhlas? Apakah saat kita bersedekah dengan harta saat kita jatuh bangkrut itu sudah tergolong ikhlas? Dan apakah apakah lainnya. Sungguh, kami yang menulis ini pun belum mampu mencapai tingkatan ikhlas yang semestinya. Tapi setidaknya, kita bisa belajar bersama melalui secuil tulisan ini, belajar mencermati sebuah hadits Rasulullah s.a.w.

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَعُدْ فِي صَدَقَتِكَ
Artinya: Dari Umar bin Khaththab r.a, bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda, "Janganlah kamu menuntut balik sedekah yang telah kamu keluarkan."  (Muttafaq 'alaih)
            Hadits ini disepakati oleh para ahli hadits sehingga dapat dipertanggung jawabkan tingkat keshahihannya. Larangan yang disampaikan dalam hadits ini tentu dapat dipahami oleh tiap orang dengan perspektif yang berbeda sesuai keilmuan dasar sudut pandangnya. Bagi ahli fiqh, tentu akan memaknai dan memahami sesuai dasar-dasar fiqh yang kredibel. Sedangkan bagi ahli tasawuf, tentu akan memaknai dengan sudut pandang yang sedikit berbeda. Namun point dari berbagai sudut pandang terhadap kajian hadits tersebut di atas tetaplah sama, yaitu tentang “ikhlas”. Alangkah indahnya sebuah keikhlasan dan alangkah buruknya ketidak ikhlasan. Hadits berikut ini bisa jadi penjelas bagi hadits di atas:

حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْعَبَّاسِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الَّذِي يَتَصَدَّقُ ثُمَّ يَرْجِعُ فِي صَدَقَتِهِ مَثَلُ الْكَلْبِ يَقِيءُ ثُمَّ يَرْجِعُ فَيَأْكُلُ قَيْئَهُ
Artinya: Dari Abdullah bin Abbas r.a, ia berkata bahwa Rasulullah s.a.w bersabda, "Perumpamaan orang yang bersedekah kemudian menuntut balik sedekahnya adalah seperti seekor anjing yang muntah kemudian memakan kembali muntahnya tersebut"  (HR Ibnu Majah)

Sungguh sangat menjijikkan perumpamaan yang diambil dari hadits ini. Kita tentu yakin bahwa semua orang akan sangat jijik dengan perumpamaan tersebut. Oleh karenanyalah, kita harus sangat hati-hati dalam sedekah yang kita lakukan. Sedikit ataupun banyak, ketidak ikhlasan dalam hati kita dalam bersedekah, tentu akan berimbas pada hal yang akan kita terima sebagai balasan dari Allah. Jika kita mencermati kedua hadits tersebut di atas, selayaknya menjadi pelecut semangat kita untuk terus memperbaiki kualitas maupun kuantitas sedekah kita. Boleh jadi dalam salah satu kegiatan sedekah kita terdapat ketidak ikhlasan serta mengharap balasan, karena hal ini memang manusiawi sekali, sedangkan kita memang sekedar manusia biasa yang bukan sekelas Nabi. Namun boleh jadi juga dalam kegiatan sedekah lain, kita telah mampu ikhlas seikhlas-ikhlasnya sehingga tercatat sebagai sedekah murni yang mampu menutupi sedekah-sedekah lainnya yang kurang murni.
Sebagai penguat bagi kita untuk tetap rajin bersedekah dan belajar ikhlas dalam bersedekah adalah hadits Rasulullah yang artinyat: Dari Mu'adz bin Jabal r.a. berkata, bahwa Nabi s.a.w. telah bersabda: "Ya Mu'adz, bersediakah kamu sekiranya aku tunjukkan kepadamu pintu-pintu kebaikan?" Jawabku: "Ya Rasulullah, saya bersedia menerimanya." Lalu Rasulullah ber­sabda: "Puasa adalah penangkal neraka, sedangkan sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air dapat mematikan api." (HR. Tirmidzi). Dalam konsep inilah kita bisa mengambil gambaran bahwa sedekah kita yang ikhlas akan membawa keberuntungan yang luar biasa bagi kita dalam rangka membersihkan diri dari berbagai macam noda hitam kehidupan ini.
Semoga Allah meringankan langkah-langkah kita dan melapangkan hati kita untuk terus berusaha memperbaiki diri dalam kualitas dan kuantitas ibadah kita sebagai makhluk yang berupa manusia tidak sempurna ini. Semoga Allah meridhai kita … aamiin.
***




Tidak ada komentar:

Posting Komentar