Edisi 14 th IX : 27 April 2018 M / 10
Sya’ban 1439 H
FENOMENA SOSIAL
Penulis:
Pandu Maewu K. (Bangunsari)
Segala puji hanyalah bagi
Allah yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat ar-Ra’d ayat 28 yang
artinya: “orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram.”. Kemudian shalawat salam semoga
tercurah pada Rasulullah saw, pribadi sederhana yang menjadi uswatun
hasanah bagi segenap manusia.
Taqwa adalah “software”
yang tertanam dalam hati seorang yang beragama Islam, yang aplikasinya
berhubungan dengan syariat agama dan kehidupan sosial di masyarakatnya. Seorang
muslim yang bertaqwa pasti selalu berusaha melaksanakan perintah Allah dan
menjauhi segala laranganNya dalam kehidupan sehari-hari. Taqwa adalah satu hal
yang sangat penting dan harus dimiliki setiap muslim. Signifikansi taqwa bagi
umat Islam diantaranya adalah sebagai spesifikasi pembeda dengan umat lain
bahkan dengan jin dan hewan, karena taqwa adalah refleksi iman seorang muslim. Yang menjadi permasalahan sekarang adalah
bahwa umat Islam berada dalam kehidupan modern yang serba mudah, serba bisa, bahkan cenderung serba boleh, dan semua serba tersedia. Setiap
detik dalam kehidupan umat Islam selalu berhadapan dengan hal-hal yang dilarang
agamanya akan tetapi sangat menarik naluri kemanusiaanya, ditambah lagi kondisi
religius yang kurang mendukung. Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan
kondisi umat Islam jaman dahulu
yang kental dalam kehidupan beragama dan situasi zaman pada waktu itu yang
cukup mendukung kualitas taqwa seseorang.
Kita di setiap Jum’at tentu selalu
diingatkan oleh khatib perihal “taqwa”. Hal ini memang sangat penting jika
mengingat betapa sulitnya “menggenggam” ketaqwaan di jaman modern ini. Semakin
lama manusia semakin menganggap bahwa dirinya merupakan homo economicus,
yaitu merupakan makhluk yang selalu cenderung berusaha sekuat tenaga memenuhi
kebutuhan ekonomi hidup raganya, dan cenderung melupakan dirinya sebagai homo
religious yang erat kaitannya dengan seputaran iman dan taqwa dalam
jiwanya. Apalagi konsep ekonomi kapitalisme materialisme menyatakan bahwa berkorban
sekecil–kecilnya demi menghasilkan keuntungan yang sebesar–besarnya telah
membuat manusia menjadi makhluk konsumtif yang egois. Kemungkinan besar kita
tidak asing lagi dengan fenomena bahwa ekonomi itu tidak mengenal saudara
maupun teman. Persaudaraan maupun pertemanan dianggap tidak penting jika tidak
menghasilkan keuntungan. Maka jika kita sendiri telah menjadi manusia seperti
itu, marilah kita cermati kembali firman Allah dalam al-Qur’an surat Hud ayat 6
yang artinya “dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan
Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu
dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh).” Ayat inilah sebenarnya yang menjadi dasar dari petuah bijak
“rejeki tak akan lari ke mana”.
Jika
serangan konsep ekonomi
kapitalisme materialisme menghajar
konsep shalih sosial, maka masih ada lagi konsep lain yang ikut meruntuhkan nilai-nilai shalih
sosial di kalangan umat Islam yaitu Sekulerisme. Konsep ataupun faham Sekulerisme yang menyatakan bahwa urusan dunia hendaknya dipisahkan
dari urusan agama. Hal yang demikian akan menimbulkan apa yang disebut dengan split personality di mana seseorang bisa berkepribadian ganda. Contohnya pada saat yang sama seorang yang rajin beribadah juga bisa
menjadi seorang koruptor. Atau pada saat yang sama seorang yang dikenal sebagai tokoh agama namun
melancarkan hujatan pada orang lain. Dan lain sebagainya. Kesemuanya itu
selayaknya menjadi perhatian yang sangat mengkhawatirkan. Betapa saat ini kita
sudah terjebak dalam arus media sosial yang tanpa kita sadari membawa kita ke
arah yang lebih buruk. Sesungguhnya jaman sekarang inilah saatnya kita
menggenggam agama seperti menggenggam bara, dipegang serasa tak kuat, namun
jika dilepas kita akan terpisah darinya. Oleh karena itu mari kita mencoba
mencermati dan menyelami firman Allah dalam al-Qur’an surat an–Nahl ayat 97
yang artinya “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Jika kita mengacu pada ayat ini, maka permasalahannya adalah apakah amal shalih
kita itu kita lakukan saat dalam
Selain permasalahn tersebut tadi, ada
lagi hal permasalahan yang patut kita waspadai, yaitu dalam bidang keilmuan. Masalah yang paling kritis dalam bidang keilmuan adalah
pada corak kepemikirannya yang pada kehidupan modern ini adalah menganut faham positivisme dimana tolok ukur
kebenaran yang rasional, empiris, eksperimental, dan terukur lebih ditekankan. Dengan kata
lain sesuatu dikatakan benar apabila telah memenuhi kriteria
ini. Rasio lebih
dipercaya daripada hati nurani. Padahal terkadang rasio belum mampu mencapai
hal-hal yang masih tersembunyi. Kemudian juga adanya perbedaan metodologi yang lain bahwa dalam keilmuan dikenal
istilah falsifikasi. Artinya setiap saat kebenaran yang sudah diterima dapat
gugur ketika ada penemuan baru yang lebih akurat. Dalam konsep ini tidak dikenal adanya
doktrin absolut. Fenomena konsep ini jelas berbeda dengan konsep dalam agama,
dimana kita akan disebut beriman jika mempercayai hal-hal ghaib yang tidak bisa
dicapai oleh akal dan ilmu dunia. Bukankah manusia itu hanya diberi ilmu
pengetahuan yang sangat sedikit oleh Allah? Bagaimana mungkin ilmu manusia bisa
menembus hal ghaib yang memang belum diperlihatkan oleh Allah?
Begitulah
fenomena-fenomena sosial yang terjadi pada masa yang kita alami ini. Kesemuanya
menjadi tantangan yang harus kita takhlukkan bersama, bukan sendiri-sendiri. Jika
kita mampu mengatasi fenomena-fenomena tersebut di atas, maka insyaAllah kita
akan mampu meningkatkan ketakwaan dan mengaplikasikan apa yang terkandung dalam
al-Qur’an surat Ali Imran ayat 110 yang artinya: “Kamu adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan
untuk manusia, supaya kamu amar ma’ruf nahi munkar.”
Semoga
Allah meridhai langkah-langkah perjuangan kita baik bagi diri kita sendiri,
keluarga, maupun masyarakat luas. Semoga Allah memberi kemudahan dan kelapangan
bagi kita semua. Dan semoga kita termasuk orang yang berada di jalan
kebenaran, jalan yang lurus yang diridhai oleh Allah. Aamiin...
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar