buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Jumat, 15 Juni 2018

RASA KHAWATIR


       Edisi 16 th IX : 11 Mei 2018 M / 25 Sya’ban 1439 H
RASA KHAWATIR
Penulis: Herul Sabana, SE (Mayak, Tonatan)
Segala puji hanyalah bagi Allah Subhanallahu Wa Ta’ala yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 99 yang artinya: “Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah? tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.”. Shalawat salam semoga tercurah pada Rasulullah saw, pribadi hebat yang menjadi uswatun hasanah bagi segenap manusia yang telah memberikan berbagai macam contoh hidup dalam berbagai kondisi dan tetap dalam jalur kebahagiaan dunia akhirat.
Ayat 99 dari surat al-A’raf menyebutkan bahwa orang yang merugi adalah orang yang telah merasa aman dari azab Allah. Dalam hal ini, kita bisa berpendapat bahwa azab Allah tersebut adalah neraka. Oleh karenanya, ada benang merah antara ayat ini dengan salah satu hadits dari Jabir bin Abdillah ra yang mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda
لَا يُدْخِلُ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ، وَلَا يُجِيرُهُ مِنَ النَّارِ، وَلَا أَنَا إِلَّا بِرَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ
Artinya: “Tidak ada amalan seorangpun yang bisa memasukkannya ke dalam surga, dan menyelematkannya dari neraka. Tidak juga denganku, kecuali dengan rahmat dari Allah.” (HR Muslim).
Hadits ini secara harfiah terlihat “menyeramkan”. Apalagi hadits ini secara literasi tidak berdiri sendiri dan dapat dijamin shahihnya. Dalam riwayat Bukhari disebutkan bahwa Abu Hurairah berkata ia mendengar Rasulullah saw bersabda

« لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ » . قَالُوا وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لاَ ، وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِى اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ
Artinya: “Amal seseorang tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga.” beberapa sahabat bertanya. “Apakah engkau juga tidak, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Aku pun tidak. Itu semua (bisa masuk ke surga) hanyalah karena karunia dan rahmat Allah.” (HR. Bukhari)
            Dari dua hadits ini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa seberapapun banyaknya amal ibadah kita, kita tidak boleh berpuas diri lalu merasa telah memiliki kavling di surga dan merasa aman dari api neraka. Jika kita telah merasa aman dari api neraka, justru pada point inilah titik balik kita menjadi orang yang rugi. Jika kita berada pada posisi “rugi” ini, maka kita harus cepat-cepat mengamalkan kembali kandungan surat al-‘Ashr ayat 1-3 yang artinya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” Kita harus menerima segala kritik dan nasehat dari orang lain jika memang tentang kebaikan dan kebenaran. Kita tidak boleh terlena dengan kebaikan dan kebenaran kita sendiri yang seolah-olah tiada banding. Ke-terlena-an ini bisa menyebabkan kesombongan yang tak disadari.
            Jika kita mengacu kembali pada ayat 99 dari surat al-A’raf tentang orang yang merugi yaitu yang merasa aman dari azab Allah termasuk merasa aman dari api neraka, maka kita menyebut bahwa hal ini termasuk indikasi membahayakan. Selayaknya kita dalam segala macam ibadah tetap dalam pengharapan pada Allah, namun tidak boleh juga kemudian menjadikan kita jumawa. Kita seharusnya tetap memiliki rasa “khawatir” apakah ibadah kita ini sudah betul dan diterima Allah ataukah tak berguna (dalam istilah jawa “muspro”). Namun apakah hal ini tidak ada jalan keluar? Tetap saja ada, dan juga dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Mu’minun ayat 57 – 61 yang artinya “Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun), dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.”  Inilah teknik yang ditunjukkan oleh al-Qur’an untuk mengawal rasa khawatir kita. Pondasi dasarnya adalah “berhati-hati karena takut akan azab Allah”. Di sinilah point untuk mengcounter sikap kita jika kita telah terjebak dalam “kesombongan” yang tidak kita sadari. Maksudnya adalah karena tahu bahwa kita akan kembali kepada Allah untuk

dihisab, maka kita juga harus ada rasa khawatir kalau-kalau segala amal ibadah yang telah kita kerjakan itu tidak diterima. Lalu kita harus selalu memiliki pengharapan pada Allah agar menurunkan karunia rahmat-Nya pada kita.
            Terkait dengan pengharapan kita terhadap rahmat Allah, maka mari kita cermati al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 156 yang artinya: “dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; Sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami". Selain itu juga surat Az-Zumar ayat 53 yang artinya: “Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Ayat-ayat ini menunjukkan betapa rahmat Allah itu sangat luas dan memang diperuntukkan bagi manusia yang memang mengharapkannya. Tentu saja ada syarat tertentu untuk mendapatkan rahmat Allah sebagaimana disebutkan dalam surat al-A’raf 156 tersebut.
            Teknik sederhana untuk mengaplikasikan semua dalil-dalil yang disebutkan tadi adalah dengan tidak menghitung maupun mengingat kembali semua amal ibadah kita, apalagi memamerkannya pada orang lain. Seandainya toh kita “terpaksa” menunjukkan amal ibadah tersebut pada orang lain, maka mari kita bersihkan niat dari segala kesombongan kecil maupun besar. Mari kita niatkan sebagai syiar agama agar dapat memotivasi orang lain atau setidaknya diri sendiri agar lebih baik lagi beribadah dari yang sudah-sudah.
            Semoga Allah menerima segala niat dan upaya kita dalam kebaikan, semoga Allah mengampuni segala gejolak riya’ kesombongan yang mungkin terbersit jauh di lubuk hati kita terdalam, semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang beruntung dan bukan menjadikan kita sebagai orang yang merugi. Aamiin ...
***





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar