Edisi 16 th IX : 11 Mei 2018 M / 25
Sya’ban 1439 H
RASA KHAWATIR
Penulis:
Herul Sabana, SE (Mayak, Tonatan)
Segala puji hanyalah bagi
Allah Subhanallahu Wa Ta’ala yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-A’raf
ayat 99 yang artinya: “Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah?
tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.”. Shalawat salam semoga tercurah pada
Rasulullah saw, pribadi hebat yang menjadi uswatun hasanah bagi segenap
manusia yang telah memberikan berbagai macam contoh hidup dalam berbagai
kondisi dan tetap dalam jalur kebahagiaan dunia akhirat.
Ayat 99 dari
surat al-A’raf menyebutkan bahwa orang yang merugi adalah orang yang telah
merasa aman dari azab Allah. Dalam hal ini, kita bisa berpendapat bahwa azab
Allah tersebut adalah neraka. Oleh karenanya, ada benang merah antara ayat ini
dengan salah satu hadits dari Jabir bin Abdillah ra yang
mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda
لَا يُدْخِلُ أَحَدًا مِنْكُمْ
عَمَلُهُ الْجَنَّةَ، وَلَا يُجِيرُهُ مِنَ النَّارِ، وَلَا أَنَا إِلَّا
بِرَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ
Artinya: “Tidak ada amalan
seorangpun yang bisa memasukkannya ke dalam surga, dan menyelematkannya dari
neraka. Tidak juga denganku, kecuali dengan rahmat dari Allah.” (HR
Muslim).
Hadits ini secara harfiah terlihat
“menyeramkan”. Apalagi hadits ini secara literasi tidak berdiri sendiri dan
dapat dijamin shahihnya. Dalam riwayat Bukhari disebutkan bahwa Abu Hurairah
berkata ia mendengar Rasulullah saw bersabda
« لَنْ يُدْخِلَ
أَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ » . قَالُوا وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ
« لاَ ، وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِى اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ
Artinya: “Amal seseorang tidak akan memasukkan seseorang
ke dalam surga.” beberapa sahabat bertanya. “Apakah engkau juga tidak,
wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Aku pun tidak. Itu semua (bisa
masuk ke surga) hanyalah karena karunia dan rahmat Allah.” (HR. Bukhari)
Dari dua hadits ini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa seberapapun banyaknya amal ibadah kita, kita tidak boleh berpuas diri
lalu merasa telah memiliki kavling di surga dan merasa aman dari api neraka. Jika kita telah
merasa aman dari api neraka, justru pada point inilah titik balik kita menjadi
orang yang rugi. Jika kita berada pada posisi “rugi” ini, maka kita harus
cepat-cepat mengamalkan kembali kandungan surat al-‘Ashr ayat 1-3 yang artinya:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati
supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
Kita harus menerima segala kritik dan nasehat dari orang lain jika memang
tentang kebaikan dan kebenaran. Kita tidak boleh terlena dengan kebaikan dan
kebenaran kita sendiri yang seolah-olah tiada banding. Ke-terlena-an ini bisa
menyebabkan kesombongan yang tak disadari.
Jika
kita mengacu kembali pada ayat 99 dari surat
al-A’raf tentang orang yang merugi yaitu yang merasa aman dari azab Allah
termasuk merasa aman dari api neraka, maka kita menyebut bahwa hal ini termasuk
indikasi membahayakan. Selayaknya kita dalam segala macam ibadah tetap dalam
pengharapan pada Allah, namun tidak boleh juga kemudian menjadikan kita jumawa.
Kita seharusnya tetap memiliki rasa “khawatir” apakah ibadah kita ini sudah
betul dan diterima Allah ataukah tak berguna (dalam istilah jawa “muspro”).
Namun apakah hal ini tidak ada jalan keluar? Tetap saja ada, dan juga
dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Mu’minun ayat 57 – 61 yang artinya “Sesungguhnya
orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, dan
orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, dan orang-orang yang
tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun), dan orang-orang
yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka
tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu
bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang
segera memperolehnya.” Inilah teknik
yang ditunjukkan oleh al-Qur’an untuk mengawal rasa khawatir kita. Pondasi
dasarnya adalah “berhati-hati karena takut akan azab Allah”. Di sinilah point
untuk mengcounter sikap kita jika kita telah terjebak dalam “kesombongan” yang
tidak kita sadari. Maksudnya adalah karena tahu bahwa kita akan kembali kepada Allah
untuk
dihisab, maka kita juga harus ada rasa khawatir kalau-kalau segala amal
ibadah yang telah kita kerjakan itu tidak diterima. Lalu kita harus selalu
memiliki pengharapan pada Allah agar menurunkan karunia rahmat-Nya pada kita.
Terkait dengan pengharapan
kita terhadap rahmat Allah, maka mari kita cermati al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 156 yang artinya: “dan tetapkanlah untuk kami
kebajikan di dunia ini dan di akhirat; Sesungguhnya kami kembali (bertaubat)
kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa
yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku
tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan
orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami". Selain itu juga surat
Az-Zumar ayat 53 yang artinya: “Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang
malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari
rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya
Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Ayat-ayat ini menunjukkan
betapa rahmat Allah itu sangat luas dan memang diperuntukkan bagi manusia yang
memang mengharapkannya. Tentu saja ada syarat tertentu untuk mendapatkan rahmat
Allah sebagaimana disebutkan dalam surat al-A’raf 156 tersebut.
Teknik
sederhana untuk mengaplikasikan semua dalil-dalil yang disebutkan tadi adalah
dengan tidak menghitung maupun mengingat kembali semua amal ibadah kita,
apalagi memamerkannya pada orang lain. Seandainya toh kita “terpaksa”
menunjukkan amal ibadah tersebut pada orang lain, maka mari kita bersihkan niat
dari segala kesombongan kecil maupun besar. Mari kita niatkan sebagai syiar
agama agar dapat memotivasi orang lain atau setidaknya diri sendiri agar lebih
baik lagi beribadah dari yang sudah-sudah.
Semoga
Allah menerima segala niat dan upaya kita dalam kebaikan, semoga Allah
mengampuni segala gejolak riya’ kesombongan yang mungkin terbersit jauh di
lubuk hati kita terdalam, semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang
beruntung dan bukan menjadikan kita sebagai orang yang merugi. Aamiin ...
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar