buletin ini terbit secara rutin tiap hari Jum'at di masjid agung RMAA Tjokronegoro Ponorogo

Jumat, 15 Juni 2018

RAHMATAN LIL 'ALAMIN


   Edisi 03 th IX : 19 Januari 2018 M / 02 Jumadil Awwal 1439 H
RAHMATAN LIL ‘ALAMIN
Penulis: Mahfud, S.Pd.I (TPQ Miftahul Huda, Jenes)
Puji syukur pada Allah swt yang telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Anbiya’ ayat 107 yang artinya “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada nabi Muhammad s.a.w. yang telah diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Diutusnya Rasulullah saw untuk seluruh alam, tak lain beliau sebagai rahmat. Adapun kata “rahmat” dalam konsep ini mempunyai makna kasih sayang. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ahli ilmu tentang makna Rohmatan lil ‘alamin. Menurut Ibnu Jarir maksudnya adalah Allah tidak mengutus dan menciptakan nabi Muhammad s.a.w, melainkan menjadi rahmat bagi seluruh makhluk. Kemudian di kalangan ahli ta’wil membuat rumusan, apakah yang mendapat rahmat ini hanya orang-orang yang beriman ataukah orang-orang kafir juga mendapat rahmat? Sebagian Ulama mengatakan bahwa diutusnya nabi Muhammad s.a.w. menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman dan juga bagi orang-orang kafir. Adapun wujud rahmat bagi orang kafir yaitu orang yang tidak beriman kepada Allah s.w.t. ditangguhkan siksanya, tidak dipercepat sebagaimana umat sebelumnya. Umat sebelum umatnya nabi Muhammad saw kalau kufur niscaya akan mendapat siksa di dunia berupa bencana, baik berupa penenggelaman maupun pelemparan. Namun demikian sebagian Ulama, mengatakan rahmat tersebut hanya bagi orang yang beriman saja, ini adalah pendapat dari Ibnu Zaid.

Dari kedua pendapat di atas yang dipilih adalah pendapat yang pertama yakni diutusnya nabi Muhammad saw tidak hanya menjadi rahmat bagi orang yang beriman saja, melainkan bagi orang-orang kafir juga. Hal ini merujuk pada Tafsir At-Thobary, Tafsir Ibnu Katsir dan juga Tafsir As-Sa’di. Sebagaimana disebutkan bahwa Ibnu Abbas r.a. dalam menafsirkan ayat ini: “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, ditetapkan baginya rahmat di dunia dan akhirat. Namun siapa saja yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, bentuk rahmat bagi mereka adalah dengan tidak ditimpa musibah yang menimpa umat terdahulu, seperti mereka semua ditenggelamkan atau ditimpa gelombang besar.” Dalam riwayat yang lain: “Rahmat yang sempurna di dunia dan akhirat bagi orang-orang yang beriman kepada Rasulullah. Sedangkan bagi orang-orang yang enggan beriman, bentuk rahmat bagi mereka adalah dengan tidak ditimpa musibah yang menimpa umat terdahulu.” Hal ini juga didukung dengan hadits dari Abu Hurairah r.a. yang berkata, bahwa telah dikatakan, “Wahai Rasulullah, berdo’alah melaknat kaum Musyrikin.” Beliau berkata: “Saya tidak dikirim sebagai kutukan, melainkan sebagai rahmat.” (HR Muslim). Imam Ibnu Hajar Al-Haitami berkata: diutusnya nabi Muhammad saw menjadi rahmat bagi musuh-musuhnya, dengan ditiadakannya siksa yang kontan (Fatawi hadisiyah : 34).
Allah swt berfirman dalam al-Qur’an surat al-Anfal ayat 33 yang artinya: Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” Imam Ahmad meriwayatkan bahwa ‘Amr bin Abi Qurrah Al-Kindi berkata: “Hudzaifah r.a. ada di Al-Mada’in dan dia menyebutkan sesuatu, bahwa Hudzaifah datang ke Salman r.a dan Salman r.a berkata: ‘Ya, Hudzaifah, Rasulullah s.a.w. kadang-kadang marah dan berbicara dalam kondisi demikian, dan kadang-kadang senang dan berbicara dalam kondisi demikian. Saya tahu bahwa Rasulullah s.a.w. telah menyapa kami dan berkata: “Sebagian umatku telah aku cerca atau aku maki ketika aku marah, karena aku adalah salah seorang dari keturunan Adam, dan aku bisa menjadi marah seperti dirimu. Tetapi Allah s.w.t. telah mengirimku sebagai rahmat untuk seluruh alam, sehingga aku akan membuat itu (marahku) sebagai berkah buatnya di hari kebangkitan.”
Makna umum dari alam, tidak dimaknai manusia saja, tetapi hewan, tanaman juga mendapat rahmat. Banyak sekali ajaran Rasulullah s.a.w. tentang bagaimana larangan menyiksa binatang. Baik yang disiksa itu fisik maupun perasaannya. Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya Allah telah menetapkan perbuatan baik (ihsan) atas segala sesuatu. Jika kalian membunuh maka berlakulah baik dalam hal tersebut. Jika kalian menyembelih berlakulah baik dalam hal itu, hendaklah kalian menajamkan pisaunya dan menyenangkan hewan sembelihan kalian." (HR. Muslim).

Dari hadits di atas bisa dicermati bahwa pisau yang digunakan menyembelih selayaknya merupakan pisau yang tajam. Berdasarkan penelitian banyak yang menyebutkan bahwa cara menyembelih yang sesuai dengan syari’at islam, sangat meminimalisir penyiksaan, kalau dibandingkan dengan cara penyembelihan yang tidak islami. Suatu contoh sapi disembelih dengan cara islami lebih sedikit dan sebentar rasa sakitnya, dibanding dengan cara penyembelihan yang tidak islami, misalnya sapi dipingsankan dengan dipukul kepalanya, cara semakin ini justru menyakitkan. Tidak hanya itu, kita juga dilarang mengasah pisau di depan hewan yang akan disembelih, sebab ini menakut-nakuti. Sebagaimana hadits yang artinya: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengasah pisau, tanpa memperlihatkannya kepada hewan.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah ). Kemudian nabi Muhammad saw juga melarang melakukan penyiksaan terhadap hewan. Seorang wanita masuk neraka karena seekor kucing yang diikatnya. Dia tidak memberinya makan dan tidak membiarkannya makan serangga bumi, sehingga mati kelaparan.” (Muttafaq 'Alaih).
Dari hal-hal tersebut, kita bisa menarik kesimpulan bahwasanya kasih sayang atau rahmat tidak hanya kepada manusia, melainkan juga kepada hewan. Selain itu, ternyata rahmat diutusnya nabi Muhammad saw juga untuk lingkungan dengan adanya larangan merusak lingkungan. Sebagaimana firman Allah swt dalam al-Qu’an surat ar-Rum ayat 41-42 yang artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah: Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perlihatkanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).”
Itulah sekelumit gambaran bahwa ajaran Islam merupakan rahmat bagi seluruh alam. Tentu masih banyak ajaran Islam bisa diteliti yang menunjukkan bahwa sebenarnya islam itu agama yang penuh rahmat. Semoga Allah meridhai kita agar mampu mengimplementasikan konsep Islam Rahmatan Lil ‘Alamin
***





Tidak ada komentar:

Posting Komentar